Mengapa khalifah Ja far Al Mansur memindahkan ibu kota Daulah Abbasiyah?

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Show

Hadi, Ahmad syafi'ie (2016) Pemindahan Ibu Kota Daulah Abbasiyah dari Baghdad ke Samarra oleh Khalifah Al Muktasim Tahun 836 M. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Abstract

Skripsi ini berjudul “pemindahan Ibu kota Daulah Abbasiyah Dari Baghdad Kesamarra Oleh Khalifah Al-nuktasim Tahun 836 M”, dengan fokus pembahasan padapada: alas an khalidah al-Muktasim memindahkan Ibu kota Daulah dari Baghdad ke samarr,dampak pemindahan Ibu Kota Daulah tersebut terhadap pemerintah,dan yang terahir kedudukan Ibu Kota Samarra dalam sejarah peradaban islam hingga kini. Penilitian menggunakan pendekatan historis,sehingga penerapan metode sejarah (heuristic kritik sumber, interpretasi,dan historiograpi) menjadi keharusan.Sumber data skripsi ini mengandalkan sumber pustaka (buku-buku) yang berpungsi sebagai sumber primer.karena itu, kritik sumber baik intern maupun ekstern tidak begitu urgen. Secara teoritis,penelitian ini menggunakan teori politik Thomas Hobbes. Lewat pendekatan dan kerangka teoritis tersebut,penelitian dalam skripsi ini menghasilkan kesimpulan: (1) Pemindahan Ibu Kota daulah Abbasiyah oleh al-Muktasim,dari Baghdad ke Samarra pada 836 M adalah untuk mengkomodir orang-orang Turki yang suka bercekcok dengan masyarakat Badhdad,di samping sebagai hadiah untuk panglima turki (Asynas) dan kebutuhan akan suasana baru.(2) Dampak yang ditimbulkan pemindahan Ibu Kota Daulah tersebut adalah semakin kuatnya pengaruh Turki dalam pemerintahan. (3) Hingga kini samarra diakui sebagai kota dengan seni arsitektur yang tinggi dan memiliki pengaruh yang tidak kecil dan khasanah peradaban islam.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Mengapa khalifah Ja far Al Mansur memindahkan ibu kota Daulah Abbasiyah?
View Item

REPUBLIKA.CO.ID, Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah menggantikan saudaranya Abul Abbas As-Saffah. Abu Ja'far Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang juga saudara kandung Ibrahim Al-Imam dan Abul Abbas As-Saffah. Ketiganya merupakan pendiri Bani Abbasiyah.

Ketikah Khalifah Abul Abbas As-Saffah meninggal, Abu Ja'far sedang menunaikan ibadah haji bersama Panglima Besar Abu Muslim Al-Khurasani. Yang pertama kali dilakukan Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur setelah dilantik menjadi khalifah pada 136 H/754 M adalah mengatur politik dan siasat pemerintahan Bani Abbasiyah. Jalur-jalur pemerintahan ditata rapi dan cermat, sehingga pada masa pemerintahannya terjalin kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Begitu juga antara qadhi (hakim) kepala polisi rahasia, kepala jawatan pajak, dan kepala-kepala dinas lainnya.

Selama masa kepemimpinannya, kehidupan masyarakat berjalan tenteram, aman dan makmur. Stabilitas politik dalam negeri cenderung aman dan terkendali, tidak ada gejolak politik dan pemberontakan-pemberontakan.

Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur sangat mewaspadai tiga kelompok yang menurutnya dapat menjadi batu sandungan Bani Abbasiyah dan dirinya. Kelompok pertama dipimpin Abdullah bin Ali, adik kandung Muhammad bin Ali, paman Abu Ja'far sendiri. Ia menjabat panglima perang Bani Abbasiyah. Kegagahan dan keberaniannya dikenal luas. Pengikut Abdullah bin Ali sangat banyak serta sangat berambisi menjadi khalifah.

Kelompok kedua dipimpin Abu Muslim Al-Khurasani, orang yang berjasa besar dalam membantu pendirian Dinasti Abbasiyah. Karena keberanian dan jasa-jasanya, ia sangat disegani serta dihormati di kalangan Bani Abbasiyah. Masyarakat luas banyak yang menjadi pengikutnya. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur khawatir pengaruh Abu Muslim terlalu besar terhadap pemerintahan Bani Abbasiyah.

Kelompok ketiga adalah kalangan Syiah yang dipimpin pendukung berat keturunan Ali bin Abi Thalib. Masyarakat luas banyak yang simpati karena dalam melakukan gerakan mereka membawa nama-nama keluarga Nabi Muhammad Saw.

Setelah berhasil mengantisipasi kelompok-kelompok yang dapat menjadi batu sandungan pemerintahannya, Al-Manshur kembali dapat mencurahkan perhatiannya pada pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Ia adalah orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, sehingga memberikan dorongan dan kesempatan yang luas bagi cendekiawan untuk mengembangkan riset ilmu pengetahuan. Penerjemahan buku-buku Romawi ke dalam bahasa Arab, yang menjadi bahasa internasional saat itu dilakukan secara khusus dan profesional. Ilmu falak (astronomi) dan filsafat mulai digali dan dikembangkan.

Pada awal pemerintahannya, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur benar-benar meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran. Kas negara selalu penuh, uang yang masuk lebih banyak daripada uang keluar. Ketika Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur meninggal dunia, harta yang ada dalam kas negara sebanyak 810.000.000 dirham.

Ada kisah menarik tentang Abu Ja'far Al-Manshur dan Abu Hanifah. Ketika selesai membangun Baghdad, Abu Ja'far mengundang para ulama terkemuka. Imam Abu Hanifah termasuk di antara mereka.

Saat itulah Abu Hanifah ditawari sebagai Hakim Tinggi (Qadhi Qudha). Namun Abu Hanifah menolak keras. Ketika diancam agar bersedia memegang jabatan itu, Abu Hanifah mengucapkan kalimat yang dicatat sejarah, "Seandainya anda mengancam untuk membenamkanku ke dalam sungai Eufrat atau memegang jabatan itu, sungguh aku akan memilih untuk dibenamkan."

Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur amat murka. Apalagi ketika ia mendapatkan laporan bahwa sang imam menaruh simpati pada gerakan Muhammad bin Abdullah di Tanah Hijaz. Abu Hanifah ditangkap dan dipenjara hingga meninggal.

Selain meletakkan pondasi ekonomi, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur juga menertibkan pemerintah untuk memperkuat kekuasaan Bani Abbasiyah. Penertiban ini dilakukan dalam bidang administrasi dan mengadakan kerjasama antar pejabat pemerintahan dengan sistem kerja lintas sektoral.

Khalifah Al-Manshur juga mengadakan penyebaran dakwah Islam ke Byzantium, Afrika Utara dan mengadakan kerjasama dengan Raja Pepin dari Prancis. Saat itu, kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia dipimpin oleh Abdurrahman Ad-Dakhil.

Menjelang pengujung 158 H, Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun dalam perjalanan ia sakit lalu meninggal dunia. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan memerintah selama 22 tahun. Jenazahnya dibawa dan dikebumikan di Baghdad.

Mengapa khalifah Ja far Al Mansur memindahkan ibu kota Daulah Abbasiyah?

sumber : Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Kota Baghdad memang mengagumkan. Kota ini dihuni oleh umat manusia sejak 4000 SM. Dahulu, kota tersebut menjadi bagian dari Babylonia kuno. Dan, sejak tahun 600 hingga 500 SM, secara bergantian dikuasai oleh Persia, Yunani, dan Romawi. Kata "baghdad" itu sendiri berarti "taman keadilan". Konon, ada taman tempat istirahat Kisra Anusyirwan. Kini, taman itu sudah lenyap, tapi namanya masih abadi.

Pentingnya Kota Baghdad menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khatthab RA. Maka, diutuslah seorang sahabat bernama Sa'ad bin Abi Waqqas untuk menaklukkan kota itu. Singkat cerita, penduduk setempat menerima agama Islam dengan sangat baik hingga agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad.

Dinasti Abbasiyah-lah yang kemudian membangun Kota Baghdad menjadi salah satu kota metropolitan di era keemasan Islam. Pembangunannya diprakarsai oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur (754-755 M), yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah itu, pada 762 M, menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah.

Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah yang lebih dulu berkembang tak dijadikan pilihan lantaran di kota-kota itu masih banyak berkeliaran lawan politik Dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Umayyah yang baru dikalahkan.

Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal beberapa lama di kota itu. Mereka diperintahkan untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan pusat pemerintahan Islam.

Mengapa khalifah Ja far Al Mansur memindahkan ibu kota Daulah Abbasiyah?

Jacon Lassner, Topography of Baghdad in the Early Middle Ages; Text and Studies (Destroit, Wayn State University Press, 1970).

Hugh Kennedy, The Prophert and the Age of the Caliphate (London: Longman, 1986).

Al-Tabari, The Early' 'Abbasi Empire; the Reign of Abu Ja'far al-Mansur AD 745-775 vol. 1 , trans John Alden Willians

(Cambridge University Press, 1988).

Salih Ahmad al-Ali, Baghdad Madinat al-Salam, vol.1 (Iraq; al-Majma' al-'ilm al-'Iraqi, 1985).

G.Le Strange, Baghdad, Metropolis of the Abbasid Caliphate, trans. Seymour Feiler (Oklahoma: University of Oklahoma Press, 1971).

William Muir, The Chaliphate, Its Rise, Decline and Fakk (Edinburgh; John Grant, 1915).

Ahmad b. Yahya al-Baladhuri, Ansab al-Ashraf, vol. 3 (Beirut; Visbadin, 1978). ibn Tiqtaqa, al-Fakhri trans C.E.J Whiting (London:

Lucas & Company, 1947).

Salih Ahmad al-'ali "The Foundation of Baghdad" dalam A.H Hourani dan S.M. Stern ed. The Islamic City; A Colloquim (Penyslvania;

Univerity of Pennyslvania Press, 1970).

Charles Wendell, "Baghdad : Imago Mundi, and other Foundation Lore." International Journal of Middle Eastern Studies, II (April, 1971).

Al-Tabari, The early 'Ababsi 144; Yaqut ibn 'Abdullah al-Hanawi, Mu'jam al-Buldan vol.I (Beirut Dar al-sadr, 1955).

Theodore Nuldeke, Sketches from Eastern History, trans, John Suterland Black (London; Adam and Charles Black, 1892).

A.A Duri., "Baghdad", dalam Encyclopedia of Islam, edisi vol 1 (London: Lucaz& Co, 1960).

Richard Coke, Baghdad the City of Peace (London; Butterwoth, 1927).

Jacob Lassner, "Some Speculative Thought on the Search for an Abbasid Capital" Muslim World (April, 1965).

Ira M. Lapidus, A History of Islamic Siciety (Cambridge; Cambridge University Press, 1989).