Mengapa dalam pengambilan keputusan kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain?

Mengapa dalam pengambilan keputusan kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain?

Mengapa dalam pengambilan keputusan kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain?

Penulis: Iswara N Raditya
14 Desember 2021

View non-AMP version at tirto.id

Mengapa dalam pengambilan keputusan kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain?
Setiap sila dalam Pancasila memiliki butir-butir pengamalan yang mengandung isi dan makna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

tirto.id - Butir sila 1 sampai 5 Pancasila memiliki butir-butir pengamalan yang mengandung isi dan makna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila menjadi pilar ideologis bangsa Indonesia selain tentu saja sebagai dasar negara. Setiap sila dalam Pancasila memiliki butir-butir pengamalan yang mengandung isi dan makna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Advertising

Advertising

Istilah Pancasila terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Sanskerta. Panca yang berarti "lima" dan sila yang bermakna "prinsip" atau "asas". Maka, Pancasila bisa dimaknai sebagai rumusan dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kandungan isi Pancasila harus dikemukakan secara kontekstual sehingga nilai-nilainya bisa ditemukan dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila digali sebagai jalan keluar untuk menghadapi segala tantangan, demikian dikutip dari buku Pancasila dalam Pusaran Globalisasi (2017) suntingan Al Khanif.

Adapun isi 5 sila dalam Pancasila yaitu (1) Ketuhanan yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Menurut P.J. Soewarno dalam Pancasila Budaya Bangsa Indonesia (1993), meskipun ke-5 sila merupakan satuan yang tidak terpisahkan, tetapi dalam pelaksanaannya dapat ditelusuri perbedaan intensitas masing-masing sila. Walaupun satu tetap lima, masing-masing sila tidak sama asasinya.

Maka, dijabarkanlah butir-butir pengamalan Pancasila yang terkandung di setiap sila tersebut. Butir-Butir Pengamalan Pancasila pertama kali diatur melalui Ketetapan MPR No.II/MPR/1978. Setelah era reformasi, Butir-Butir Pengamalan Pancasila disesuaikan berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.

Infografik Pancasila. tirto.id/Fuadi

Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-1

“Ketuhanan Yang Maha Esa"

  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-2

“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab"

  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Baca juga:

Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-3

“Persatuan Indonesia"

  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-4

“Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan"

  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Baca juga:

Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-5 (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia"

  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras.
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Baca juga artikel terkait PANCASILA atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya
(tirto.id - isw/isw)

Penulis: Iswara N Raditya Penyelia: Addi M Idhom

© 2022 tirto.id - All Rights Reserved.

Mengapa dalam pengambilan keputusan kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain?

Photo by Yan from Pexels via https://www.pexels.com

Sebelum memaksa seseorang untuk menuruti kehendak kita, baiknya kita tahu persis posisi dan situasi yang sedang dihadapinya. Tidak semua orang di dunia ini baik-baik saja, mereka pun mempunyai masalah sendiri-sendiri. Seperti, masalah finansial, krisis percaya diri, mudah terjatuh dan sulit bangkit kembali. Kita harus tahu benar persoalan seperti itu.

Tidak selamanya mereka bersedia, maka sebaiknya kita bertanya terlebih dulu kesediaan mereka sebelum mengambil keputusan.

Sehingga keputusan yang diambil bukan merupakan kesepakatan sepihak, bukan berlatar paksaan dengan alibi tanggung jawab ini itu.

Dan, berhentilah keras kepala, belajarlah memahami situasi orang lain. Jangan anggap dia tertawa karena bahagia dan berdiam diri sebab bersedih.

3. Upaya kita memaksakan kehendak bisa menjadi beban tersendiri bagi diaPhoto by olia danilevich from Pexels via https://www.pexels.comTiap-tiap manusia yang hidup di permukaan bumi memiliki deadline sendiri-sendiri dan mereka paham betul akan hal itu. Terlebih lagi jika itu deadline tugas, deadline pekerjaan atau deadline target yang harus tercapai sebelum waktu yang ditetapkan. (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); Jika kita seorang pemimpin di sebuah perusahaan atau organisasi, memaksakan sesuatu terhadap anggota mungkin wajar-wajar saja. Namun, berubah jadi tidak wajar ketika dilakukan berulang kali, meneror tiap malam, hingga terbawa ke mana-mana.Begitu pula bagi kita yang ingin menikah, bertanya pada si dia kapan akan datang menemui orangtua, kapan akan melamar, kapan seserahan, kapan fitting baju? Hal itu akan menjadi beban tersendiri bagi mereka.Beban itu bukan saja memberatkan pundak mereka, namun, terbawa hingga renungan apakah sanggup jika…?Ada sebagian orang yang merasa terbebani sampai-sampai merasa gagal, putus asa dan berhenti. Sekali lagi, tiap-tiap kesanggupan seseorang berbeda-beda.Kita tidak dapat memberi penilaian hanya dari oh dia masih sanggup tersenyum, artinya masih mampu. Ada sebagian dari mereka yang tersenyum untuk menyembunyikan beban yang sedang dipikul.

4. Kembali pada alasan awal mengapa kita memaksanya, apakah karena alasan pribadi atau saling menguntungkan?Photo by Ekaterina Bolovtsova from Pexels via https://www.pexels.comMemikirkan kembali alasan awal mengapa kita memaksa seseorang merupakan cara yang bijak. Pikirkan kembali, apakah alasannya karena hal pribadi atau memang untuk menguntungkan kedua belah pihak.Jika alasannya karena ambisi pribadi, sebaiknya urungkan saja. Tidak baik melibatkan orang lain hanya untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan? Begitu sebaliknya, jika menguntungkan dua atau tiga pihak, tetap dipikirkan kembali—apakah pantas dengan cara memaksa alih-alih memilih cara yang lebih dewasa dan pantas.Sebab pada situasi ini, kitalah yang membutuhkan orang-orang dan etikanya adalah bicarakan secara baik-baik bukan memaksa apalagi menggunakan cara bar-bar.

5. Tanyakan pada hati, kira-kira jika hal yang sama terjadi pada diri kita sendiri, apakah sanggup?Photo by Tima Miroshnichenko from Pexels via https://www.pexels.comCoba tanyakan pada hati dan diri sendiri, sanggupkah kita jika berada di posisi orang tersebut. Dipaksa bukan hanya sekali dua kali atau ditanyai bukan cuma sekali dua kali.Bayangkan jika kita hidup dikelilingi paksaan dari orang-orang yang mungkin levelnya lebih tinggi daripada kita saat ini. Apakah sanggup?Tanyakan berulang-ulang ketika kita berniat memaksakan sesuatu pada orang lain. Apa dia sanggup? Apa si dia mampu melakukannya?