Jakarta - Di media sosial viral video mengecek kesehatan paru dengan menahan napas dalam jangka waktu tertentu. Dalam video yang diunggah di laman Twitter itu memperlihatkan jika bisa menahan napas hingga titik ke-10 berarti seseorang punya 'paru-paru super'. Video tersebut telah ditonton oleh 8,9 juta orang dan mendapat lebih dari 700 komentar. Beberapa mengaku bisa menahan napas sampai titik ke-7 tapi tak lama setelahnya pandangan menjadi buram. "Berhasil sampai 9, abis itu badan lemes," tulis salah satu pengguna Twitter. Kebanyakan orang dapat menahan napas antara 30 detik hingga 2 menit. Dikutip dari Healthline, ini yang terjadi pada tubuh saat menahan napas. 30 detik awal: Anda mungkin masih merasa rileks saat menutup mata dan bisa melakukannya dengan baik. 0:30 sampai 2:00: 2:00 sampai 3:00 3:00 sampai 5:00 5:00 sampai 6:00 Lebih dari 6 menit Simak Video "Luapkan Emosimu Di Sini, Hancurkan Saja Semua Hingga Berkeping!" [Gambas:Video 20detik] (kna/up) Ilustrasi gelombang laut (Sumber: Pixabay) Selain para pemecah rekor dunia, ada suku di belahan dunia yang memiliki kemampuan menyelam. Mereka adalah Suku Bajo -- suku nomaden maritim di Asia Tenggara, berukuran besar, sehingga memiliki daya tahan lebih baik ketika menyelam bebas di lautan. Hasil studi yang terbit di jurnal Cell pada Kamis, 19 April 2018 itu menunjukkan eksistensi seleksi alam di era kehidupan manusia modern. "Ini adalah contoh menarik tentang bagaimana manusia dapat, dalam waktu yang relatif singkat, beradaptasi dengan lingkungan lokal," kata Rasmus Nielsen, salah penulis studi dari University of California, Berkeley. Dikutip dari The Scientist, orang-orang suku Bajo diketahui tinggal di desa-desa pesisir yang tersebar di sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Mereka kerap menggunakan tombak tradisional dan peralatan sederhana, untuk mengumpulkan ikan dan kerang. Hanya dengan menahan nafas panjang, mereka telah melakukan selam perburuan secara bebas sejak sekitar seribu tahun lalu. Menurut penelitian tersebut, tubuh manusia sejatinya memiliki beberapa trik untuk meningkatkan waktu yang dihabiskan di bawah air, dengan kondisi lingkungan yang kekurangan oksigen. Salah satunya adalah dengan meningkatkan produksi sel darah merah, yang memungkinkan pengiriman oksigen yang lebih efisien ke organ dan jaringan, atau untuk memperluas kapasitas paru-paru mereka. Adaptasi terbaru yang dikemukakan oleh para peneliti adalah memperbesar ukuran limpa, yang berfungsi menyimpan sel darah merah teroksigenasi (mengikat oksigen) saat menyelam, untuk kemudian melepaskannya secara alami sebagai pengganti sirkulasi udara. Melissa Ilardo, yang merupakan mahasiswa pascasarjana di University of Copenhagen ketika penelitian ini dilakukan, berusaha memahami apakah masyarakat Bajo telah mengembangkan strategi mereka sendiri untuk mengatasi hipoksia (kurangnya kadar oksigen di tubuh) saat menyelam. Ilardo melakukan perjalanan ke desa-desa tepi pantai di semenanjung Sulawesi Tengah, di mana populasi masyarakat Bajo dan Saluan -- salah satu suku pesisir – berada. Ia kemudian merekrut 43 orang Bajo dan 33 orang Saluan untuk berpartisipasi dalam penelitiannya. Ilardo mengukur ukuran limpa mereka menggunakan mesin ultrasound, dan mengambil sampel air liur untuk sekuensing (pengurutan) genom. Dia tertarik meneliti limpa, karena organ itu bisa tumbuh sangat besar di beberapa mamalia laut ketika menyelam. Sebelum melakukan perjalanan ilmiah tersebut, Ilardo menghabiskan berbulan-bulan mempelajari bahasa Indonesia, untuk bisa berkomunikasi dengan orang Bajo. "Saya ingin memastikan bahwa ini adalah upaya kerja sama," katanya menegaskan. Ilardo dan rekan-rekannya menemukan bahwa limpa orang Bajo sekitar 50 persen lebih besar dibandingkan dengan Saluan, termasuk dengan mempertimbangkan jenis kelamin, usia, berat, dan tinggi individu. Selanjutnya, penelitian ini membandingkan urutan genom dari para partisipan Bajo dan Saluan dengan orang-orang Han Cina sebagai kelompok kontrol, meski tidak terkait satu sama lain. Setelah memindai seluruh varian genom, peneliti mengidentifikasi polimorfisme 25 teratas yang unik untuk genom masyarakat Bajo, yang menunjukkan seleksi alam tengah bekerja akibat budaya menyelam bebas yang mereka lakukan. Peneliti kemudian membuat pohon filogenetik, memperkirakan bahwa orang Bajo keluar dari komunitas Saluan sekitar 15.000 tahun lalu, yang kemudian mendorong terciptanya varian genetika unik lantaran budaya nomaden di lautan yang dijalaninya. "Analisis seperti ini membantu memberikan bukti empiris tentang lintasan seleksi alam pada spesies kita (manusia) dan kerangka waktu dari proses tersebut," jelas Cynthia Beall, antropolog pada Case Western Reserve University di Cleveland, yang juga tidak berpartisipasi dalam penulisan hasil studi ini. Waspada Ancaman Hepatitis Akut Misterius pada Anak, Antisipasi Seperti Apa? Ini jawaban mengapa penyelam bebas mampu bertahan hidup tanpa bernafas di dalam air selama beberapa menit. Citizen6, Jakarta Tubuh manusia tidak diciptakan untuk kondisi tanpa udara di dalam air. Jadi, seorang penyelam wajib menggunakan alat bantu pernafasan berupa tabung oksigen yang disandang saat menyelam. Tabung udara itu membantunya bernafas di dalam air. Kemampuannya bertahan di dalam air tergantung dari kapasitas tabung oksigen yang dibawanya untuk bernafas. Namun terdapat beberapa pengecualian. Para penyelam bebas, di antaranya nelayan tradisional, mampu menyelam hingga kedalaman laut tertentu tanpa menggunakan bantuan tabung oksigen. Keadaan ini membingungkan dunia media. Seperti yang kita ketahui, otak membutuhkan asupan oksigen yang didapat dari pernafasan. Pernapasan dengan menghirup udara memasok memasok 20 persen dari oksigen yang dibutuhkan. Asupan oksigen yang terbatas ke otak menyebabkan gejala yang disebut hipoksia serebral. Dr. Jordan Tishler dari Department of Veterans Affairs Amerika Serikat, menjelaskan manusia bisa menahan napas tanpa kesulitan sekitar 30 hingga 60 detik. Dilansir dari Medical Daily, dr Tishler menjelaskan otak adalah organ yang paling rentan bila manusia tidak bernafas. Jika tubuh kekurangan oksigen lebih lama dari rentang waktu itu, sel otak akan menjadi rusak dan berakhir pada kematian. Lalu mengapa ada pengeculian, orang-orang yang mampu bertahan tidak bernafas di dalam air? Apa rahasia mereka? Simak di artikel Forum Liputan6 dengan meng-klik tautan ini. **Ikuti Thread of The Week Forum Liputan6 dengan meng-klik tautan ini. **Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini. **Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6.
POPULER
Berita Terbaru
|