Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

Masyarakat Mesir Kuno menyembah beberapa dewa (politheisme) yaitu sebagai berikut.

  1. Dewa matahari yang disebut Amon (Mesir Selatan) dan Ra (Mesir Utara). Namun pada perkembangannya dewa matahari itu disebut Amon-Ra
  2. Dewa peradilan di akhirat yaitu Dewa Osiris.
  3. Dewa Sungai Nil, yaitu Dewi Horus yang merupakan dewa kecantikan (Dewi Isis).
  4. Dewa Anubis, yaitu dewa kematian.
  5. Dewa Aris sebagai dewa kesuburan.

Masyarakat Mesir Kuno sudah mempercayai tentang kehidupan sesudah mati. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya mumi. Di balik mumi terkandung kepercayaan bangsa Mesir Kuno tentang kehidupan setelah mati.

Masyarakat Mesir Kuno berkeyakinan bahwa selama jasadnya masih utuh, maka dia akan tetap hidup. Oleh karena itu, masyarakat berusaha untuk mengawetkan mayat agar dia tetap hidup abadi. Alasan masyarakat membuat mumi adalah bahwa manusia tidak dapat menghindar dari kehendak dewa maut. Tetapi tidak semua masyarakat Mesir mayatnya diawetkan, biasanya mereka yang yang diawetkan adalah para bangsawan dan raja. Mayat-mayat yang diawetkan itu disimpan di dalam piramida. Wujud kepercayaan yang berkembang di Mesir didasarkan pada pemahaman sebagai berikut:

  1. Penyembahan terhadap dewa berangkat dari ide/gagasan bahwa manusia tidak berdaya dalam menaklukkan alam.
  2. Dewa yang disembah adalah dewa/dewi yang menakutkan seperti Dewa Anubis atau yang memberi sumber kehidupan. Dengan taat menyembah pada dewa, masyarakat Lembah Sungai Nil mengharap jangan menjadi sasaran maut.

Bagi bangsa Mesir bagaimana kuburan mereka dibuat sama saja dengan menggambarkan tingkat kekayaan yang mereka miliki sepanjang hidupnya

Mereka percaya bahawa Roh hanya dapat di sempurnaan dalam akhirat jika jasad orang meninggal tersebut tetap di pelihara dengan cara dibuatkan patung, dilukiskan, diawetkan, atau paling tidak nama orang meninggal tersebut dituliskan dalam peti matinya.

Kepercayaan lainnya adalah Roh orang meninggal akan merasa beruntung kalau harta miliknya yang ia dapatkan selama hidup di dunia tetap ada bersama dia. Oleh karena itu di dalam kuburan ini diletakkan juga barang-barang peninggalannya seperti perhiasan, senjata, pakaian, bajana-bejana berisi makanan. Demikian pula dibuatkan rumah-rumahan, kebun, ternak, serta buku kematian yang menerangkan silsilah hidupnya, patung-patung kecil merupakan budak-budak atau hamba sahaya yang bisa diperintah ketika di akhirat. Dengan jalan demikian kuburan ini akan menjadi kediaman yang abadi bagi si roh.

Selain itu dalam istilah orang meninggal ada juga yang dinamakan dengan Ka, yakni penjelmaan jasad. Roh dijelmakan seperti burung berkepala orang tetapi Ka tetap serupa dengan manusia ketika ia masih hidup, oleh karena sewaktu-waktu roh dan Ka bisa pergi, maka dibuatkanlah pintu palsu, dengan cara dilukis, atau bisa juga dipahat. Bagi bangsa Mesir bagaimana kuburan mereka dibuat sama saja dengan menggambarkan tingkat kekayaan yang mereka miliki sepanjang hidupnya.

Sumber : Arifin, Djauhar. 1985. Sejarah Seni Rupa. Bandung : CV Rosda RD Bandung.

Rabu, 18 Juli 2018 15:28

Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu
lihat foto
Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

Kumparan

SERAMBINEWS.COM - Masyarakat Mesir Kuno punya tradisi yang unik tentang kematian.

Setelah meninggal, tubuh mereka akan diawetkan menjadi mumi.

Tradisi itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Alasan masyarakat Mesir Kuno mengawetkan jenazah menjadi mumi adalah sebagai berikut:

Baca: Dijual 2-3 Juta Lebih Murah, Oppo Find X Masuk ke Indonesia

Baca: Harga Sewanya Fantastis, Intip Megahnya Hunian Baru Cristiano Ronaldo di Turin

1. Perjalanan Baru bagi Orang yang Meninggal

Bagi masyarakat Mesir Kuno, kematian adalah awal perjalanan yang baru di alam baka.

Menurut kepercayaan mereka, arwah orang-orang yang meninggal tidak akan bahagia di alam baka, jika tidak bisa memasuki tubuh mereka dahulu.

Karena itu, para pendeta mengawetkan jenazah menjadi mumi agar tidak membusuk dan dapat dimasuki sang arwah.

Raja-raja mesir kuno dianggap menjadi dewa ketika meninggal.

Sementara rakyat biasa dipercaya akan hidup abadi bersama leluhur di alam baka.

Baca: WhatsApp Makin Keren! Fitur yang Ditunggu-tunggu Pengguna Akhirnya Dirilis

Baca: Sudah Tiba di Gedung KPK, Tapi Irwandi Yusuf Batal Diperiksa Penyidik KPK Hari Ini, Ada Apa?

Baca: Popularitas Sabyan Gambus Melejit, Para Personel Hadapi Banyak Perubahan

2. Perlengkapan untuk Hidup di Alam Baka

Untuk hidup di alam baka, para arwah membutuhkan persiapan.

Karena itu, keluarga dan teman-teman orang yang meninggal akan mengisi makam dengan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan.

Ruang-ruang makam para raja dipenuhi harta karun tak ternilai dan karya seni.

  • BERITA TERKINI

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Artikel ini membahas tentang hasil peradaban Mesir Kuno, yaitu mumifikasi dan Kitab Kematian (Book of the Dead) yang dianggap sebagai jalan menuju kehidupan setelah kematian (The Afterlife) bagi masyarakat Mesir Kuno

    --

    Dari judulnya, kok kayanya serem ya? Dikenalin sama mumi, trus Kitab Kematian pula. Kaya ngga ada lagi gitu yang bisa dikenalin. Tapi serius deh mumi dan Kitab Kematian itu merupakan suatu hasil peradaban yang keren banget lho. Kenapa keren? Coba disimak deh.

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Kehidupan setelah kematian yang dipercayai  orang-orang Mesir Kuno (Sumber: ancient.eu)

    Sebelumnya kamu pernah liat mumi ngga sih? Kalau di film atau internet mungkin pernah ya, nah kalau liat langsung pernah ngga? Mumi merupakan salah satu hasil peradaban Mesir Kuno, yaitu suatu peradaban yang berkembang di bagian timur laut Afrika. Peradaban yang berkembang sekitar 3100-27 SM ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil yang panjangnya 6.400 km. Kenapa sih bisa ada mumi di Mesir Kuno? Nah, hal ini tidak terlepas dari keyakinan mereka yang meyakini adanya kehidupan setelah kematian (bahasa Inggris: The Afterlife).

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Jadi Squad, orang-orang Mesir Kuno mempercayai bahwa kematian dipandang sebagai hal yang sementara, karena masih ada kehidupan setelah kematian. Kehidupan setelah kematian dipercayai akan abadi dan dapat berlangsung selama jasad manusia tidak rusak. Makanya mereka ngembangin metode mumifikasi. Mumifikasi adalah proses pengawetan mayat dengan cara dibalsem (tapi bukan balsem kaya biasa itu). Bagi mereka, kalau mayat ngga dimumifikasi, mayat bakal cepat rusak, sehingga keabadian tidak bisa terwujud.

    Proses dan kualitas mumifikasi beragam, tergantung status dan kekayaan orang yang meninggal. Semakin tinggi status atau stratifikasi sosialnya, maka semakin tinggi kualitas pengawetannya.

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Mumifikasi itu membutuhkan biaya yang cukup besar karena memakan waktu lama, memerlukan berbagai macam bahan, serta harus dilakukan oleh ahlinya yaitu imam. Makanya, jasad yang dimumifikasi biasanya berasal dari golongan Firaun atau bangsawan saja. Namun sejak 2300 SM mumifikasi dapat dilakukan siapapun. Btw Firaun itu siapa sih? Firaun merupakan sebutan untuk pemimpin kerajaan di Mesir Kuno yang dipercayai sebagai putra Dewa Osiris.

    Lebih lengkapnya nih, proses mumifikasi dimulai dengan membasuh tubuh mayat dengan larutan air dan garam. Sebelum mengeluarkan organ hati, paru-paru, usus, dan perut dengan menggunakan pengait, otak adalah organ yang pertama dikeluarkan. Karena otak menjadi organ yang pertama kali membusuk saat seseorang meninggal.

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Lalu, semua organ dalam dikeluarkan kecuali jantung, karena orang Mesir Kuno percaya bahwa jantung yang akan menuntun seseorang menuju kehidupan setelah kematian. Selain itu, jantung dianggap sebagai tempat emosi, ingatan, dan intelegensi berada.

    Nah, berbagai organ tadi kemudian dimasukkan ke dalam 4 wadah berbeda yang bentuknya menyerupai anak laki-laki dari Horus, si Dewa Langit. Siapa aja sih anak-anaknya? Ada Hapi penjaga paru-paru, Duamutef penjaga perut, Imsety penjaga hati, dan Qebehsenuef penjaga usus. Di dalam wadah-wadah dimasukan garam khusus bernama natron. Natron mengandung dua campuran garam alkalin, yaitu soda abu dan baking soda yang membuat struktur mayat tetap terjaga.

    Tubuh mayat yang sebelumnya dibuka untuk mengeluarkan organ dalamnya, kemudian diisi dengan berbagai rempah-rempah, natron, dan cassia (tumbuhan berbunga), lalu dijahit agar tubuh tertutup kembali. Ngga sampai disini, tahap selanjutnya seluruh tubuh mayat ditutupi dengan gundukan natron selama 70 hari. Tujuannya apa tuh? Untuk mencegah tubuh membusuk, guys.

    Setelah itu mayat menjadi kecoklatan, mengeras, dan mengeluarkan bau, sehingga harus diolesi getah untuk menutupi baunya dan mencegah pelapukan. Kemudian tubuh mayat dipasangi wig dan mata palsu untuk membuatnya terlihat hidup. Lalu mayat dililit dengan kain linen.

    Selesai dililit, wajah mayat ditutupi dengan topeng yang mirip dengan wajahnya. Saat inilah mayat disebut mumi. Kemudian tubuh mumi dimasukkan ke dalam peti kayu atau sarkofagus yang terbuat dari batu jika ia orang yang berada. Kemudian, mumi biasanya dimakamkan di pemakaman khusus, lembah-lembah, atau jika ia seorang Firaun atau bangsawan maka dimakamkan di piramida.

    Sebagai optional, mumi juga bisa dimakamkan bersama barang-barang yang mungkin mereka butuhkan di kehidupan setelah kematian, seperti pehiasan, pakaian, atau perkakas rumah tangga. Bahkan bisa juga dengan hewan peliharaannya yang juga dimumifikasi untuk menemaninya. Bahkan pada golongan tertentu, mereka menyertai Kitab Kematian dan boneka Shabti di peti mati atau ruang pemakamannya.

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Apa sih Kitab Kematian? Kitab Kematian (bahasa Inggris: Book of The Dead) adalah koleksi teks-teks lepas pemakaman Mesir Kuno dengan tulisan Hieroglif yang disertai ilustrasi. Kitab ini digunakan pada awal Kerajaan Baru, yaitu sekitar 1550–50 SM. Orang-orang Mesir Kuno meyakini Kitab Kematian akan menjadi penuntun keselamatan mereka di kehidupan setelah kematian, yaitu Duat atau dunia bawah, dan ke alam baka untuk mencapai keabadian. Awalnya, Kitab Kematian hanya ditulis untuk Firaun, namun seiring berjalannya waktu, orang-orang Mesir Kuno percaya bahwa rakyat biasa pun bisa mencapai kehidupan setelah kematian.

    Nah, sekitar 1250 SM di Thebes dibuat sebuah Kitab Kematian yang disebut Papirus Ani (bahasa Inggris: Papyrus of Ani). Ani adalah seorang juru tulis istana dari dinasti ke-19. Di dalamnya diceritakan perjalanan Ani menuju keabadian yang tentunya berawal dari kematiannya.

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu
    Papyrus Ani (Sumber: britishmuseum.org)

    Dalam Kitab Kematiannya, Ani menggambarkan tubuhnya dimumifikasi oleh sekelompok imam yang memberinya mantra-mantra agar terlindungi sehingga bisa menuju keabadian. Tapi sebelumnya, jiwanya harus melalui Duat, tempat yang mengerikan.

    Di dunia bawah terdapat gua-gua besar yang gelap, danau api, gerbang gaib, yang semuanya dijaga oleh banyak hewan dan monster yang mengerikan. Di sana juga ada Apep, ular Dewa Kehancuran yang mengintai dari kegelapan bersiap untuk menelan jiwa Ani. Untungnya, Ani telah melengkapi Kitab Kematiannya dengan berbagai mantra khusus, doa, dan kode yang membuatnya selamat di dunia bawah untuk menuju tempat Ma’at, Dewi Kejujuran dan Keadilan.

    Setelah itu Ani harus menghadapi 42 Dewa Penilai yang harus diyakinkan bahwa ia hidup di jalan yang benar. Tapi itu belum cukup, Ani harus melalui penimbangan jiwa dulu untuk mengetahui kebenarannya. Jika jantung Ani lebih berat daripada sehelai bulu, artinya perilaku buruknya lebih besar daripada perilaku baiknya. Maka jantungnya akan dilahap raksasa Ammit, kombinasi buaya, macan tutul, dan kudanil, sehingga Ani tidak bisa hidup abadi.

    Ternyata jantung Ani dinilai murni, yaitu lebih ringan daripada sehelai bulu. Sehingga ia dibawa oleh Ra, Dewa Matahari menuju Osiris, Dewa Dunia Bawah yang memberikan keputusan final untuk menuju kehidupan setelah kematian.

    Akhirnya Ani diputuskan bisa hidup abadi di tempat yang digambarkan sebagai padang rumput yang tidak berujung saking luasnya. Ia kemudian bertemu orang tuanya yang sudah meninggal. Di tempat ini tidak ada kesedihan, kesakitan, atau kemarahan. Di sana ia harus mengolah lahan yang dengan bantuan boneka Shabti yang ditempatkan di dalam makamnya.

    Sejak 1888, Papirus Ani diletakkan di British Museum, London. Meski ada Kitab Kematiannya, hanya Tuhan dan Ani, atau orang yang meninggal itu sendiri yang tahu apa yang benar-benar terjadi di kehidupan setelah kematiannya.

    Baca Juga: Bagaimana Manusia tanpa Peradaban Mesopotamia?

    Nah, gimana? Keren kan hasil Peradaban Mesir Kuno? Ga cuma peradaban ini lho, peradaban lainnya juga ngga kalah keren. Mau tau soal peradaban lainnya? Kamu bisa mulai berlangganan ruangbelajar sekarang juga!

    Manusia yang meninggal diawetkan didasarkan pada kepercayaan Mesir Kuno yaitu

    Sumber ReferensiHendrayana. 2009. Sejarah 1: Sekolah Menengah Atas dan madrasah Aliyah Jilid 1. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan NasionalEgyptian Afterlife - The Field of Reeds. Joshua J. Mark. ancient.eu (daring) Tautan https://www.ancient.eu/article/877/egyptian-afterlife---the-field-of-reeds/ (diakses 17 Desember 2018)How to Make a Mummy. Len Blonch. ed.ted.com (daring). Tautan: https://ed.ted.com/lessons/how-to-make-a-mummy-len-bloch (diakses 17 Desember 2018)

    Sumber Foto

    Kehidupan setelah kematian.Tautan: https://www.ancient.eu/article/877/egyptian-afterlife---the-field-of-reeds/Mumi.Tautan: https://www.discovermagazine.com/planet-earth/mummy-threadsPapyrus Ani.Tautan: https://www.britishmuseum.org/collection/object/Y_EA10470-3

    Artikel diperbarui 18 Agustus 2022