UTSMAN bin Affan menjabat sebagai khalifah menggantikan Umar bin Khattab, tepatnya pada tahun 23 H. Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah atas dasar musyawarah dan keputusan para sahabat, yang anggotanya dipilih oleh khalifah Umar bin Khattab sebelum beliau wafat. Keenam anggota panitia itu ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Tiga hari setelah Umar bin Khattab wafat, keenam kandidat kemudian berkumpul dan bermusyawarah selama tiga hari di bawah panitia pemilihan yang terdiri dari Abdullah bin Umar, Abu Thalhah al-Anshari, al-Miqdad, dan Suhaib. Musyawarah pemilihan ini dimulai dengan pembukaan dari Abdurrahman bin Auf yang berkata: “Pilihlah tiga orang di antara kalian.” BACA JUGA: Orang-orang Pengganti Khalifah Umar Zubair bin al-Awwam berkata: “Aku memilih Ali.” Thalhah bin Ubaidilah berkata: “Aku memilih Utsman.” Sa’ad bin Abi Waqqash berkata: “Aku memilih Abdurrahman bin Auf.” Abdurrahman bin Auf lalu berkata kepada Ali dan Utsman: “Aku memilih salah satu di antara kalian berdua yang sanggup memikul tanggung jawab ini. Jadi, sampaikanlah pendapat kalian mengenai hal ini.” Ali maupun Utsman terhening tidak memberikan jawaban. Abdurrahman bin Auf pun memahami keduanya. Lalu Abdurrahman berkata, “Apa kalian hendak memikulkan tanggung jawab ini kepadaku? Bukankah yang paling berhak memikulnya adalah yang terbaik di antara kalian?” Mendengar hal itu, Ali dan Utsman berkata: “Ya benar.” Abdurrahman bin Auf kemudian memandangi para sahabat yang hadir dan meminta pandangan mereka. la kemudian berkata kepada Ali: “Jika kau tidak mau kubaiat, sampaikan pandanganmu.” Ali bin Abi Thalib berkata, “Aku memilih Utsman.” Lalu Abdurrahman bin Auf memandang Utsman bin Affan. Utsman pun berkata, “Aku memilih Ali bin Abu Thalib.” Dari keenam kandidat tidak ada satu pun yang mau mengajukan diri untuk dibaiat, begitu pun dengan dua kandidat terakhir, Ali dan Utsman. Oleh karena itu, musyawarah pun ditunda. Pada hari kedua, Abdurrahman bin Auf berkeliling Madinah menjumpai para sahabat dan memintai pendapat mereka. Akhirnya di malam hari ketiga, Abdurrahman bin Auf memanggil Zubair bin aI-Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash, mereka bertiga kemudian bermusyawarah. Setelah ketiganya selesai bermusyawarah, Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib dan keduanya berbincang hingga tengah malam. Ketika Ali pergi setelah selesai berbincang-bincang, Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Utsman bin Affan dan keduanya berbincang-bincang hingga azan subuh berkumandang. Pagi itu, kaum muslimin berkumpul di Masjid Nabi. Dihadiri oleh enam kandidat, wakil kaum Muhajirin dan Anshar, serta para pemimpin pasukan. Abdurrahman bin Auf kemudian memandang Ali bin Abi Thalib dan membacakan syahadatain, ia berkata kepada Ali sambil memegang tangannya: “Engkau punya hubungan dekat dengan Rasulullah, dan sebagaimana diketahui, engkau pun lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu, engkau harus berbuat adil. Dan jika aku memilih Utsman, engkau harus patuh dan taat. Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai kalangan, dan ternyata mereka lebih memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini.” BACA JUGA: Orang Quraisy Terguncang ketika Umar bin Khattab Memeluk Islam Setelah berkata kepada Ali, Abdurrahman bin Auf berkata kepada Utsman: “Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya.” Ali bin Abi Thalib adalah orang kedua yang berkata yang sama kepada Utsman untuk membaiatnya sebagai khalifah pengganti Umar. Saat itu juga semua kaum muslimin yang hadir serempak membaiat Utsman sebagai khalifah kaum muslimin. Maka Utsman bin Affan menjadi khalifah ketiga dan yang tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24 H. Pengumuman dilakukan setelah selesai salat di Masjid Madinah. [] Sumber: Sahabat Rasulullah Ustman bin Affan/ Penulis: M. Syaikuhudin/ Penerbit: Balai Pustaka/ 2012 Jakarta - Menjelang wafat, Khalifah Umar bin Khattab sempat ditanya oleh salah seorang sahabat bernama Mughirah. Umar ditanya soal siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah, pemimpin umat Islam nantinya.
Umar yang saat itu sedang terbaring sakit karena enam tusukan pisau beracun merasa serba salah dan berat untuk menjawabnya. Sebab Rasulullah SAW saat meninggal, tidak menyebutkan siapa yang akan menjadi khalifah. Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tak ada pertentangan di antara para sahabat. Sebab mereka semua mengakui keutamaan Abu Bakar. Abu Bakar Ash Shiddiq saat akan meninggal sempat bermusyawarah dengan para sahabat yang akhirnya memutuskan bahwa Umar bin Khattab menjadi khalifah. Penunjukkan Umar sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar juga tak menimbulkan polemik. Ketika itu Umar dianggap sebagai orang yang paling kuat dan utama menjadi khalifah. Kondisi berbeda dihadapi menjelang Umar bin Khattab wafat. Sang Amirul Mukminin itu awalnya tak ingin menentukan calon penggantinya ketika dia meninggal dunia. Namun para sahabat mendesak agar dia menunjuk nama penggantinya. "Wahai Umar bin Khattab, apakah engkau ingin mengangkat Abdullah putramu sebagai pengganti," tanya salah seorang sahabat bernama Mughirah seperti dikutip dari buku, The Khalifah: Abu Bakar-Umar-Utsman-Ali karya Abdul Latip Talib. Di atas pembaringan dalam kondisi luka parah, Umar menegaskan bahwa dia tidak akan mengangkat anggota keluarganya menjadi khalifah. "Aku tidak akan mengangkat anggota keluargaku sebagai khalifah. Aku haramkan mereka memegang jabatan itu," begitu kata pria yang oleh Rasulullah SAW diberi julukan Al-Faruq itu. Maka Umar pun menunjuk enam sahabat untuk bermusyawarah menentukan nama khalifah baru pengganti dirinya. Enam orang yang kemudian disebut sebagai Majelis Syuro itu adalah: Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqash, Az Zubair bin Al-Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam buku, Biografi Utsman bin Affan mengatakan, Umar berusaha menjauhkan kerabatnya dari kekuasaan. Padahal ketika itu ada dua anggota keluarganya yakni, putranya Abdullah bin Umar dan kerabatnya Said bin Zaid. Setelah Umar wafat dan dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW dan Abu Bakar, enam orang anggota Majelis Syuro berkumpul di rumah al-Miswar bin Makramah. Abdullah putra Umar bin Khattab ikut hadir, hanya saja dia tidak memiliki hak suara. Namun kepada enam orang anggota Majelis Syuro Umar berpesan agar ketika terjadi perselisihan dalam menentukan khalifah, Abdullah bin Umar bisa dijadikan sebagai hakim penengah. Maka setelah tiga hari bermusyawarah, Majelis Syuro dan umat Islam di Madinah sepakat mengangkat Utsman bin Affan menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab. Menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Umar bin Khattab telah mewariskan sebuah lembaga politik tertinggi bernama Majelis Syuro yang tugasnya bermusyawarah memilih pemimpin negara atau khalifah. "Sistem politik yang baru ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Terlebih prinsip musyawarah. Karena hasil keputusan enam orang dibaiat oleh kaum muslimin di masjid Jami'," tulis Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. (erd/erd)Siapa sangka jika subuh itu adalah pagi terakhir bagi Khalifah Umar bin Khattab. Seorang pemberontak bernama Abu Lu’lu’ah menerobos di sela-sela shaf jamaah dan berhasil mendaratkan enam tikaman pada tubuh Sang Khalifah. Praktis, Umar terkapar dan bersimbah darah.
Pertama, keenam sahabat itu dari kalangan suku Quraisy. Kedua, mereka tergolong sahabat-sahabat senior. Ketiga, mereka adalah orang-orang yang mendapat restu dari Rasulullah pasca beliau wafat. Keempat, mereka termasuk enam dari sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga dari Rasulullah.
|