Kenapa jokowi disebut petugas partai

Merdeka.com - "Kalian adalah petugas partai, perpanjangan tangan partai. Kalau ada yang tidak mau disebut petugas partai, keluar!" begitu Megawati Soekarno Putri dengan lantang berpidato menutup Kongres IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Bali, 11 April lalu.

Mega pun memberi penegasan dalam pidatonya setelah terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDIP periode 2015 hingga 2020. "Saya juga petugas partai yang dikukuhkan kongres untuk memimpin 5 tahun lagi," ujarnya.

Tiga bulan sudah Megawati memberi pernyataan itu. Sejak keluar penyataan 'petugas partai' yang secara tersirat ditujukan untuk Joko Widodo, berbagai tanggapan menyudutkan Megawati terus datang dari berbagai pihak. Maklum Jokowi sapaan akrab Joko Widodo maju dan menang menjadi presiden saat ini berkat restu Megawati dan juga PDI Perjuangan yang mengusungnya maju melawan Prabowo Subianto.

Kerasnya pernyataan Megawati bukan tanpa sebab, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi dinilai tidak sesuai dengan perjuangan PDI Perjuangan, partai yang mengklaim miliknya 'wong cilik'. Jokowi juga dinilai tidak menuruti perintah partai. Padahal, meski dia kader PDI Perjuangan, Jokowi adalah seorang Presiden yang sudah semestinya menjadi pelayan rakyat.

Kini tiga bulan sudah berlalu. Tepat Selasa (7/21) kemarin, Megawati muncul ke publik dalam acara pembukaan sekolah partai calon kepala daerah PDIP di Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat. Dalam pidatonya, putri mendiang proklamator Soekarno ini curhat di depan para kadernya. Mega mengaku di-bully setelah mengeluarkan pernyataan 'petugas partai'.

Dia pun kembali memberi penyataan keras. Dalam pidatonya, Megawati mengungkit bagaimana Jokowi bisa sampai jadi presiden hingga kini. Kalau bukan karena kepercayaan PDIP, belum tentu Jokowi menjadi presiden seperti sekarang. Dan Mega pun kembali menegaskan jika Jokowi cuma petugas partai.

"Kemarin saya di-bully karena nyebut presiden petugas partai. Jokowi diberikan mandat oleh saya, (Jokowi) bukan independen. Kamu Gubernur DKI karena saya lihat mampu lebih untuk menjadi seorang pemimpin nasional, maka saya memberikan mandat kepada kader yang bernama Jokowi sebagai petugas partai untuk menjadi calon," kata Megawati dalam pidato pembukaan sekolah partai calon kepala daerah PDIP di Cimanggis, kemarin.

Mega pun menjabarkan siapa saja kader partai banteng yang bisa disebut petugas partai. Menurut istri mendiang Taufik Kiemas ini, kader yang disebut sebagai petugas partai ialah, mereka kader PDIP yang duduk di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jika tidak duduk di tiga pilar tersebut, ia menilai sebutan petugas partai tak dapat disematkan.

"Anggota tidak bisa disebut sebagai petugas partai yang bisa disebut sebagai petugas partai yang duduk di tiga pilar. Maka saat dia sudah masuk (tiga pilar) ya dia itu petugas partai," kata Mega. Dia pun kembali memberi pernyataan keras bagi para kadernya. Jika tidak mau menjalankan ideologi partai, dia pun mempersilakan untuk angkat kaki dari partai yang dipimpinnya saat ini.

"Kalau tidak mau, monggo jangan ambil tempat di PDIP," kata Mega yang mengenakan baju hitam bermotif kembang.

Sejatinya sebagai seorang kepala negara, Jokowi memang harus banyak mendengarkan jeritan dari rakyatnya. Partai memang yang mengusung, tapi tetap rakyat yang memilih. Mungkin pepatah yang kerap dikaitkan dengan William of Malmesbury (abad 12) dan surat alcuin of York kepada Charlemagne bisa kita pahami dengan bijak. "vox populi vox de", suara rakyat, suara tuhan. (mdk/lia)


'Tak sepadan Jokowi disebut presiden petugas partai'
Politisi PDIP: Jokowi tak jadi presiden jika bukan petugas partai
Anas Urbaningrum: Petugas partai dan pelayan rakyat tak bertentangan
Risma: Saya tak pernah dikomplain soal petugas partai
Politisi PDIP nilai perlu Setgab demi jaga komunikasi Jokowi-parpol

Kenapa jokowi disebut petugas partai

Kenapa jokowi disebut petugas partai
Lihat Foto

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kiri) memberi hormat kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebelum membacakan Dedication of Life dalam acara pembukaan Rakernas III PDIP di Ancol, Jakarta, Jumat (6/9/2013). Rakernas yang dihadiri 1.330 fungsionaris dan kader PDIP seluruh Indonesia tersebut akan berlangsung pada 6-8 September 2013.


JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar komunikasi politik, Muhammad Aras, menilai pernyataan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri soal "petugas partai" merugikan citra Presiden Joko Widodo.

"Pernyataan Ibu Mega itu ditujukan untuk semua kader, termasuk Pak Jokowi, karena dia juga kader PDI-P. Ini merugikan citra Jokowi," kata Aras di Jakarta, Senin (13/4/2015).

Aras mengatakan, kata-kata terkait "petugas partai" tidak mencerminkan kepentingan rakyat, tetapi bernada kepentingan partai.

Masyarakat, menurut dia, bisa saja kemudian menilai, dengan pernyataan Megawati itu, pemerintahan Jokowi hanya bekerja untuk kepentingan orang-orang di belakangnya saja.

"Ini merugikan Jokowi," kata dia. (Baca: Megawati: Kalau Tak Mau Disebut "Petugas Partai", Keluar!)

Aras mengimbau Jokowi untuk bersikap tegas dengan cara bekerja untuk keadilan dan kepentingan rakyat demi mematahkan anggapan dirinya sebagai petugas partai.

"Contoh kecilnya, tolong dievaluasi, kenaikan harga BBM apakah untuk kepentingan rakyat," kata dia. (Baca: PDI-P Harus Hati-hati Gunakan Istilah "Petugas Partai" untuk Jokowi)

Sebelumnya, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam Kongres IV PDI-P di Bali menyatakan, semua kader PDI-P harus mau disebut sebagai petugas partai. Megawati mempersilakan kader yang tidak mau disebut petugas partai untuk keluar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Kenapa jokowi disebut petugas partai

Politisi Fahri Hamzah bicara soal petugas partai. /Tangkapan layar YouTube/HAS Creative/

PR BEKASI - Politisi Partai Gelora, Fahri Hamzah, menjelaskan mengapa anggota dewan kerap tidak bersuara ketika ada sebuah isu di masyarakat.

Menurut Fahri Hamzah, alasan anggota dewan tidak lantang menyuarakan pendapatnya karena acap kali ada instruksi dari ketua umum partai politik mereka.

Fahri Hamzah mengatakan ada masalah di dalam sistem partai politik di Indonesia, yang mana menganggap anggota dewan sebagai hak miliknya.

"Ada problem dalam sistemnya di mana partai Politik itu menganggap anggota dewan itu sebagai hak miliknya," katanya.

Baca Juga: Warna Peruntungan di Hari Valentine yang Harus Anda Pakai, Berdasarkan Tanggal Lahir

>

"Monoloyalitas, petugas partai, itu semua kosakata dalam negara komunis sebenarnya itu," tutur mantan kader PKS ini.

Komedian, Mamat Alkatiri lantas mengatakan, bahwa Presiden, Joko Widodo (Jokowi) pun disebut sebagai petugas partai.

Fahri menegaskan kalau tindakan seperti sebenarnya tidak diperbolehkan karena tanpa rakyat seorang presiden bukan siapa-siapa.

"Itu nggak boleh sebenarnya, tanpa rakyat dia bukan siapa-siapa, yang memberikan mandat dan kekuatan kepada dia rakyat," ujarnya.

Sumber: Youtube HAS Creative

Presiden RI Joko Widodo memberi ucapan selamat kepada Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri yang dilantik menjadi ketua Dewan Pengarah BRIN di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021). ANTARA FOTO/Setpres Lukas/foc.

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin mengomentari langkah Presiden Joko Widodo melantik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi ketua Dewan Pengarah BRIN di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10).

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menyebut dunia politik penuh kejutan dan terus berputar. Misalnya, seseorang yang dahulu di bawah, kini bisa di atas.

BACA JUGA: Bu Mega Gunakan Kebaya Cokelat dan Syal Biru saat Dilantik Jokowi

"Megawati dahulu menyebut Jokowi sebagai petugas partai. Kini Jokowi melantik Megawati. Ini kejutan yang membuat publik tersenyum," kata Ujang kepada JPNN.com, Rabu (13/10).

Sebelumnya Jokowi meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45 tahun 2021 pada 12 Oktober 2021. Keppres itu menjadi dasar Presiden Ketujuh RI itu melantik Megawati menjadi ketua Dewan Pengarah BRIN.

BACA JUGA: Sebut Rekam Jejak Prabowo Ini Bisa Jadi Rintangan Menuju 2024, Hendri Satrio: Kan Repot

Namun, Ujang mengkritisi kepakaran Megawati. "Semestinya lembaga riset itu diberikan kepada ahlinya, kepada pakar, atau para akademisi yang sesuai dengan keilmuannya," kata dosen Universitas Al Azhar, Jakarta itu.

Oleh karena itu, Kang Ujang -panggilan akrabnya- mengkhawatirkan BRIN tidak akan maju jika lembaga yang seharusnya independen itu dipimpin pengurus parpol.

BACA JUGA: Ekspresi Saiful Mahdi yang Dibebaskan dari Penjara Berkat Amnesti Presiden Jokowi

Sebab, dia menilai ada konflik kepentingan ketika pimpinan BRIN dijabat orang politik.

"Namun, mau bagaimana lagi. Saat ini, kan, suka-suka yang punya kuasa. Jadi, berhak menentukan posisi apa pun. Terkadang rakyat hanya bisa menyaksikan dengan mengelus dada," ujar dia. (ast/jpnn)