Jelaskan ragam hias produk kerajinan kayu dari Jepara dan Bali

Ukiran kayu merupakan hasil budaya Melayu yang diperkirakan sudah berkembang sejak 500 tahun lalu. Saat itu, masyarakat Melayu sudah memberi perhatian yang istimewa terhadap ukiran kayu pada bangunan, seperti istana dan ruang hunian.

Keindahan Ukiran Kayu Jepara

Salah satu sentra kerajinan ukiran kayu yang terkenal di Indonesia ialah Kota Jepara, Jawa Tengah. Ukiran kayu di Jepara diproduksi di tempat-tempat yang berdekatan dengan para ahli pahat ukir Jepara. Sentra produksi ukiran kayu Jepara antara lain di Desa Mulyoharjo.

Produk ukiran kayu di sentra produksi ini dibuat dari bahan baku berupa kayu jati, mahoni, sengon, dan lain-lain. Selain Desa Mulyoharjo, hampir seluruh kecamatan di Kota Jepara memiliki tempat produksi mebel dan ukiran kayu. Hasil dari kerajinan ukiran kayu Jepara bisa bermacam-macam bentuk, mulai dari motif patung, daun, hingga relief.

Masyarakat Jepara memiliki keahlian pahat ukiran kayu yang merupakan warisan turun-temurun. Pada zaman dahulu, ada seorang seniman hebat di Jepara yang bernama Ki Sungging Adi Luwih. Kepiawaian Ki Sungging yang sangat terkenal ini akhirnya diketahui sang raja. Singkat cerita, raja bermaksud memesan gambar untuk permaisurinya kepada Ki Sungging.
Ki Sungging bisa menyelesaikan gambarnya dengan baik. Namun saat ia hendak menambahkan cat hitam pada gambar rambut permaisuri, ada cat yang tercecer pada bagian paha sehingga tampak seperti tahi lalat.

Kemudian, gambar tersebut diserahkan kepada raja dan raja sangat kagum dengan hasil karya Ki Sungging. Namun takdir berkata lain, sang raja curiga kepada Ki Sungging. Raja mengira Ki Sungging pernah melihat permaisuri telanjang karena ada gambar tahi lalat pada pahanya. Akhirnya, raja menghukum Ki Sungging dengan menyuruhnya membuat patung permaisuri di udara dengan naik layang-layang.

Ukiran patung permaisuri sudah setengah selesai, tetapi tiba-tiba datang angin kencang. Patung jatuh dan terbawa sampai Bali. Itulah sebabnya masyarakat Bali juga terkenal sebagai ahli membuat patung. Alat pahat yang dipakai Ki Sungging jatuh di belakang gunung. Tempat jatuhnya pahat inilah yang sekarang diakui sebagai Jepara sebagai tempat berkembangnya ukiran kayu.

Ukiran Perkakas Ruang Hunian

Ukiran kayu Jepara kini telah berkembang, bahkan menjadi bagian dari roda perekonomian masyarakat Jepara. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dilakukan melalui pendidikan Sekolah Menengah Industri Kerajinan Negeri dan Akademi Teknologi Perkayuan serta pendidikan nonformal melalui kursus dan pelatihan. Peningkatan kualitas SDM diharapkan memacu kualitas produk serta kemampuan para perajin dan pengusaha Jepara dalam membaca peluang pasar.

Salah satu ciri khas dalam ukiran kayu Jepara ialah corak dan motifnya. Motif ukiran kayu Jepara berupa daun trubusan yang terdiri dari dua macam, yaitu dilihat dari yang keluar dari tangkai relung dan yang keluar dari cabang atau ruasnya.

Ukiran kayu asli Jepara juga terlihat dari motif jumbai atau ujung relung di mana daunnya seperti kipas yang sedang terbuka dan ujung daun meruncing. Ada juga buah tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun. Selain itu, tangkai relungnya memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil yang mengisi ruang atau memperindah. Ciri khas tersebut sudah cukup mewakili identitas ukiran kayu Jepara. Bentuk motif ukiran tersebut disisipkan di berbagai alat perkakas rumah tangga, seperti kursi, meja, dan pigura.

Motif Ukiran Melayu

Ukiran kayu khas Jepara sedikit berbeda dengan ukiran kayu Melayu yang berkembang di Sumatera dan Kalimantan. Ukiran kayu Melayu dibuat dengan berbagai teknik yang penggunaannya bergantung pada kemahiran ahli pahat kayu. Dua teknik utama dan gaya di dalam ukiran kayu Melayu, yaitu tebuk tembus dan tebuk timbul.

Sementara itu, susunan atau pola ukiran terdapat tiga jenis utama, yaitu pola bujang, pola pemidang, dan pola lengkap. Pola bujang menampilkan motif bulan, bintang, matahari, kuntum bunga, dan putik buah. Pola pemidang menggambarkan pergerakan sederhana dan tidak berbelit-berbelit. Pola lengkap menggabungkan ciri-ciri bentuk bujang dan bentuk pemidang yang menitikberatkan unsur tumbuh-tumbuhan, akar, batang, buah, dahan, daun, putik, dan sulurnya.

Alat yang digunakan untuk ukiran kayu Melayu ialah gergaji, ketam, tukul besi, dan pahat. Motif ukiran kayu masyarakat Melayu terbagi pada beberapa jenis, yaitu motif flora, fauna, angkasa atau kosmos, geometri, dan seni kaligrafi.

kiran kayu di kalangan masyarakat Melayu terdapat pada ruang hunian rumah, istana para raja, bangunan masjid dan mimbarnya, surau, pintu gerbang, alat permainan, alat musik tradisional, perabot rumah tangga, peralatan senjata, peralatan pertukangan, dan angkutan tradisional. (Ahmad Jauhari)

  Ilustrasi Jepara. Foto: Istimewa

Berkunjunglah ke Jepara, kota di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Diamlah sejenak, kemudian dengarkanlah beragam bunyi khas yang terdengar dari banyak rumah-rumah di kota ini. Apa yang kita dengar? Suara ketuk palu bertalu-talu keras dan lembut dari para pemahat yang tengah berkerja membentuk bermacam karya seni ukiran dari lempengan dan bongkahan kayu.

Sejak abad ke-19 daerah Jepara telah dikenal luas sebagai daerah yang memproduksi mebel dan ukiran yang terkenal di Indonesia. Terbukti dengan adanya penghargaan dari beberapa kalangan baik dalam dan luar negeri dan menyatakan Jepara sebagai sebuah kawasan terpadu penghasil mebel dan ukiran.

Di kota Jepara, kegiatan mengukir dan memahat untuk menghasilkan mebel dan karya seni ukiran telah menjadi bagian dari budaya, seni, ekonomi, sosial dan politik yang telah lama terbentuk dan sukar untuk dipisahkan dari akar sejarahnya. 

Mebel dan ukir Jepara memiliki sejarah yang cukup panjang karena kemampuan bertukang dan mengukir diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. Kebiasaan ini pun seakan terasah dan berkembang mengikuti perkembangangan zaman yang semakin maju, namun jiwa seni dan ketrampilan yang dimiliki oleh para pengrajin ini seakan tertanam dengan kuatnya.

Akan tetapi, saat zaman berubah, kemampuan yang dulu bersifat otodidak sekarang dikembangkan seiring dengan peningkatan jumlah peminat dari dalam dan luar daerah bahkan luar negeri. Berbagai Lembaga Pendidikan telah didirikan untuk memberi pelatihan Teknik mebel, ukir, dan desain yang semakin berkembang tanpa meninggalkan ciri khas kekayaan seni lokal daerah itu sendiri. 

Legenda Turun Temurun

Legenda tentang pengukir dan pelukis dari zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit diceritakan secara turun temurun di kota Jepara. Saking kuatnya legenda itu ditanamkan, sehingga orang mempercayainya sebagai sejarah awal kenapa kota ini begitu terkenal dengan ukirannya dan para pengerjanya begitu mahir menciptakan karya seni ini.

Konon dahulu kala Prabangkara, ahli lukis dan ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis isterinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja. Sebagai pelukis, ia harus melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.

Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cecak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat. Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat tahi lalat tersebut, maka marahlah sang raja dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.

Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan kemudian jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Prabangkara kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan hingga sekarang. 

Ukiran Jepara sudah ada sejak zamannya pemerintahan Ratu Kalinyamat sekitar tahun 1549. Anak perempuan Ratu bernama Retno Kencono mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan seni ukir. Di zaman ini kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat ditambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa dan sangat ahli dalam seni ukir. Sementara daerah Belakang Gunung diceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.

Semakin hari kelompok ini berkembang menjadi semakin banyak karena desa-desa tetangga mereka pun ikut belajar mengukir. Namun, sepeninggal Ratu Kali Nyamat, perkembangan mereka terhenti kalau bukan dibilang stagnan dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara. 

Peranan Raden Ajeg Kartini dalam pengembangan seni ukir sangat besar. Ia melihat kehidupan para pengrajin ukir yang tidak beranjak dari kemiskinan dan hal ini sangat mengusik batinnya. Ia kemudian memanggil beberapa pengrajin dari dearah Belakang Gunung  untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cindera mata lainnya, yang kemudian dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga akhirnya diketahuilah kualitas karya seni ukir dari Jepara ini. 

Pesanan pun banyak berdatangan dan hasil produksi pengrajin seni ukir Jepara pun bertambah jenisnya. Sementara itu, Raden Ajeng Kartini pun mulai memperkenalkan karya seni ukir Jepara ke luar negeri dengan memberikan berbagai cindera mata kepada teman-temannya di luar negeri. Seluruh penjualan barang ini setelah dikurangi oleh biaya produksi, uangnya diserahkan secara utuh kepada para pengrajin yang mana dapat menaikkan taraf hidup mereka yang berkecimpung di bidang ini. 

Ciri Khas Ukiran Jepara

Ukiran Jepara memiliki ciri khas yang menunjukkan bahwa ukiran itu berasal dari Jepara atau bukan melalui corak dan motifnya. Motif yang sangat terkenal dari ukiran daerah ini adalah Daun Trubusan yang terdiri dari dua macam. Pertama, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang atau ruasnya.

Ukiran Jepara juga terlihat dari motif Jumbai dimana daunnya akan terbuka seperti kipas lalu ujungnya meruncing. Dan juga ada tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun. Selain itu, salah satu ciri khasnya adalah tangkai relung yang memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil untuk mengisi ruang dan memperindahnya. Ciri-ciri khas ini sudah cukup mewakili identitas ukiran Jepara.

Ukiran Jepara mempunyai ciri khas bersifat akomodatif untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam lingkungan hidup di masyarakat umum. Hal ini menjadi sangat penting karena masyarakat Jawa mengutamakan keselarasan dalam kehidupannya sehari-hari. Seni ukiran Jepara juga menjadi medium untuk menunjukkan sebuah sikap dan kepribadian, contohnya: ukiran di daerah pesisir sifatnya terlihat lebih terbuka. 

Ukiran Jepara berupa mebel dan senir ukir lainnya sudah tidak diragukan lagi kualitasnya baik di dalam maupun di luar negeri. Selain menggunakan material bermutu tinggi seperti kayu jati dan jenis kayu-kayu lain yang sudah terbukti kualitasnya.

Ukiran Jepara berbahan kayu jati, bisa bertahan dengan baik hingga lebih dari 20 tahun lamanya. Selain itu, kayu jati mempunyai tekstur yang halus, serat yang lebih tajam, serta warna yang lebih seragam dibanding jenis kayu-kayu lainnya. Meskipun harga mebel Jepara relatif lebih mahal tapi dengan kualitas yang tinggi dan berkelas, maka harganya pun sebanding dengan nilai seninya yang tinggi. 

Tantangan terbesar dari produk ukiran berbahan kayu adalah tingkat ketahanannya terhadap air dan serangan rayap atau ngengat. Satu hal yang menjadikan kualitas ukiran Jepara menjadi salah satu yang terbaik adalah kandungan minyak alami yang membuat produk ukiran Jepara seperti mebel atau furniture tahan air dan serangan rayap. 

Dan, hal yang terpenting di samping mutu yang baik, kualitas ukiran Jepara memiliki permukaan yang rata dan tidak bergelombang pada mebel atau furnitur sebagai hasil produksinya. Hal ini akan memberikan kesan mewah pada ruangan dan menjadikannya cocok untuk semua gaya dekorasi apakah itu sentuhan minimalis, klasik atau neo-klasik modern, ukiran Jepara akan tetap terlihat anggun sebagai satu sentuhan bergaya tradisional yang mengesankan. (K-SB)

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id