Jelaskan penelitian fosil manusia purba antara tahun 1931 sampai 1941

MANUSA purba disebut juga dengan 'Pre-historic people' atau manusia prasejarah yang sekarang dikenal dengan nama manusia praaksara. Sesuai dengan namanya, manusia praaksara merupakan jenis manusia purba yang hidup pada zaman belum mengenal tulisan.

Keberadaan manusia purba banyak ditemukan oleh para arkeolog di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Berbagai bukti autentik yang dapat menguatkan keberadaan manusia purba di Indonesia adalah ditemukannya fosil, ukiran, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil temuan bukti-bukti tersebut, para ahli dapat mengidentifikasi jenis-jenis manusia purba yang ada di Indonesia. 

Baca juga: Tiga Teori Asal Usul Nenek Moyang Indonesia

Tidak hanya itu, para peneliti bahkan dapat membuat semacam tingkatan perkembangan dari manusia purba yang tertua hingga yang lebih muda berdasarkan indikator-indikator tertentu.

Para arkeolog lantas membagi manusia purba Indonesia ke dalam 8 jenis sebagai berikut, mengutip Ruang Guru.

1. Meganthropus Paleojavanicus

Manusia purba ini dianggap manusia besar tertua dari Jawa. Diambil dari kata Mega yang artinya besar, sedangkan Anthropus yang berarti manusia, Paleo yang artinya tua, dan Javanicus yang artinya Jawa.

Dinamakan Javanicus karena kerangka ini ditemukannya di Sangiran, Jawa Tengah oleh G H R von Koenigswald pada 1936 hingga 1941.

2. Pithecanthropus Mojokertensis

Pithecanthropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Diambil dari kata Pithecos yang artinya kera dan Anthropus yang artinya manusia.

Karena ditemukannya di Mojokerto, Jawa Timur, jadilah dinamakan Mojokertensis. 

Berbeda dengan Meganthropus yang lebih tinggi dan mencapai lebih dari 2 meter. Maka Mojokertensis kisaran tingginya hanya mencapai 165 hingga 180 meter.

Fosil manusia purba ini juga ditemukannya oleh von Koenigswald, pada 1936. Menurut para ahli, fosil Pithecanthropus Mojokertensis ini dipercaya sebagai manusia tertua pada zamannya.

3. Pithecanthropus Erectus

Masih kategori Pithecanthropus, namun dengan jenis Erectus, yang artinya manusia kera berbadan tegak. Diambil dari kata Erectus yang berarti tegak. Ditemukannya oleh Eugene Dubois pada 1891 di Lembah Bengawan Solo, Jawa Tengah.

4. Pithecanthropus Soloensis

Pertama kali ditemukan oleh von Koenigswald bersama para rekannya pada 1931 di Desa Ngandong, Jawa Tengah. Pithecanthropus Soloensis adalah manusia kera berbadan tegak dari Solo.

5. Homo Wajakensis

Kata Homo artinya manusia, sehingga manusia purba tidak disebut sebagai kera melainkan manusia. Homo Wajakensis diartikan sebagai manusia dari Wajak. Ini karena fosil ditemukan di Desa Wajak, Jawa Timur oleh van Rietschoten pada 1889.

Fakta menariknya, Homo Wajakensis ini jadi fosil pertama yang ditemukan di daerah Asia.

6. Homo Floresiensis

Adapun homo kedua, yakni Homo Floresiensis yang berarti manusia dari Flores. Ini karena fosilnya ditemukan di Pulau Flores, Nusa Tenggara oleh Peter Brown pada 2002.

Penemuan fosil ini sempat jadi perbincangan oleh para ahli, karena diduga Homo Floresiensis ini merupakan nenek moyang pribumi Indonesia.

Fakta uniknya, karena tingginya hanya sekitar 1 meter beberapa ahli lantas menyebutnya sebagai manusia 'Hobbit'.

7. Homo Soloensis

Homo Soloensis artinya manusia dari Solo. Fosil ini juga ditemukan oleh von Koenigswald dan para rekannya pada 1931 di Sangiran, Jawa Tengah.

Sebagai catatan, meski serupa dengan fosil Pithecanthropus Soloensis karena sama-sama ditemukan di solo, namun lokasi penemuan fosil dan cirinya jelas berbeda.

8. Homo Sapiens

Homo Sapiens sering disebut sebagai manusia cerdas atau bijaksana. Sapiens berarti bijaksana, dan ditemukan oleh von Koenigswald bersama para rekannya periode tahun 1931 hingga 1934.

Perlu diingat homo sapiens adalah kategori umum, sehingga Homo Soloensis, Wajakensis, dan Floresiensis termasuk di dalam kategori homo sapiens, meskipun ciri dan khasnya jelas berbeda. (OL-1)

Jelaskan penelitian fosil manusia purba antara tahun 1931 sampai 1941

Jelaskan penelitian fosil manusia purba antara tahun 1931 sampai 1941

Penelitian mengenai manusia purba baru dimulai pada abad ke 19. Penelitian paleoantropologi terbagi dalam tiga tahap yaitu 1889 – 1909; 1931 – 1941; dan 1952 hingga sekarang. Penelitian paleoantropologi baru dimulai oleh Eugine Dubois tepatnya pada tahun 1889. Ia menemukan adanya tengkorak manusia di Wajak, Tulungagung, Kediri dan diakhiri dengan penemuan manusia purba di Kedungbrubus dan Trinil. Temuan pertama Dubois yaitu berupa fosil atap tengkorak Pithecantropus Erectus dari Trinil pada tahun 1891. Temuan ini dianggap sangat penting dalam sejarah palaeoantropologi. Kemudian dilakukan lagi penggalian beregu yang dipimpin oleh Selenka di Trinil pada tahun 1907 sampai 1908 namun hanya menemukan fosil hewan saja.

Penemuan fosil manusia purba ditemukan oleh ter Haar, Oppenoorth serta von Koeningswald antara tahun 1931 hingga 1933 dengan hasil ditemukannya tengkorak serta tulang kering Pithecanthropus Soloensis di daerah Ngandong, Blora. Penemuan ini dianggap penting karena menghasilkan satu seri tengkorak dengan jumlah besar di satu tempat yang tidak luas.

Pada tahun 1926, Tjokrohandoyo dibawah pimpinan Duyfjes menemukan fosil anak – anak di Perning, utara Mojokerto. Penemuan ini juga dianggap penting karena pada penemuan inilah ditemukan fosil tengkorak anak – anak yang berada pada lapisan pleistosen bawah.

Pada tahun 1936 hingga 1941, von Koeningswald menemukan in-situ fosil rahang, gigi serta tengkorak manusia, disamping banyak fosil hewan di daerah Sangiran, Surakarta. Pentingnya temuan ini adalah bahwa penemuan fosil manusia purba ini ditemukan di lapisan pleistosen tengah maupun pleistosen bawah di satu tempat, serta memperlihatkan variasi morfologis yang menurut banyak ahli berbeda tingkat rasial, spesies ataupun genus, varian – varian itu berasal dari suatu masa. Fragmen rahang serta gigi manusia purba ini ditemukan dengan ukuran besar. von Koeningswald kemudian menggolongkan temuan manusia purba ini ke dalam Meganthropus palaeojavanicus.

Semua penelitian tahap pertama tersimpan di Leiden dan sebagian temuan dari tahapan kedua tersimpan di Frankfurt, Jerman Barat. Tahapan ketiga bersamaan dengan perang dunia yang mengendurkan penelitian paleoantropologi. Pada penelitian tahap ketiga dilakukan ketika Indonesia merdeka, sehingga temuan – temuan fosil tetap tersimpan di Indonesia.

Penemuan tahap akhir sebagian besar ditemukan di Sangiran. Penemuan ini dianggap penting karena fosil yang ditemukan adalah bagian tubuh Pithecanthropus yang tidak ditemukan sebelumnya, seperti tulang muka, dasar tengkorak, serta pinggul. Pada tahap akhir juga ditemukan fosil tengkorak di tempat baru yaitu Sambungmacan, Sragen. Pada tahap ini terdapat kemajuan di bidang paleoantropologi berupa penanggalan radiometrik. Penelitian pada tahap akhir dilakukan dengan pendekatan interdisipliner atau dengan berbagai pendekatan sehingga dapat menyingkap hal – hal baru walaupun memerlukan waktu panjang. Untuk pertama kali tenaga – tenaga dari Indonesia dipekerjakan dalam penelitian.

Sumber : Notosusanto, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 

Kompas.com, 28 Juni 2021, 09:00 WIB

Jelaskan penelitian fosil manusia purba antara tahun 1931 sampai 1941

Jelaskan penelitian fosil manusia purba antara tahun 1931 sampai 1941
Lihat Foto

Tropenmuseum

Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald meneliti fosil tengkorak anak-anak yang ditemukannya di Jawa pada tahun 1938.

KOMPAS.com - Penelitian manusia purba di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19.

Penelitian terhadap fosil manusia purba di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Eugene Dubois.

Keberhasilannya menemukan fosil tengkorak di Trinil pada 1890 menjadi bagian penting dalam sejarah paleoantropologi.

Peristiwa ini sekaligus mengawali serangkaian penelitian fosil manusia purba di Indonesia.

Berikut ini akan dijabarkan tentang tokoh peneliti, lokasi, dan penemuan manusia purba di Indonesia.

1. Eugene Dubois

Penelitian manusia purba di Indonesia dipelopori oleh Eugene Dubois, seorang paleoantropologi berkebangsaan Belanda.

Eugene Dubois bertolak ke Indonesia pada pertengahan 1880-an untuk mengejar obsesinya dalam mencari fosil manusia purba.

Pada 1889, ia mendapat kiriman sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di Wajak, Tulung Agung, dari B.D Van Reitschotten.

Fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois dan dinamai Homo wajakensis.

Halaman Selanjutnya

Setelah itu, Eugene Dubois melanjutkan…