Jelaskan mengapa tokoh bangsa Indonesia menerima setiap hasil PERJANJIAN dengan Belanda

Merdeka.com - Linggarjati bukan hanya nama sebuah daerah di Jawa Barat, tetapi juga nama yang diberikan untuk sebuah perjanjian. Ya, mendengar nama Linggarjati banyak orang akan langsung teringat dengan Perjanjian Linggarjati.

Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian politik yang ditandatangani pada 15 November 1946 oleh pemerintah Belanda dan Republik Indonesia. Dalam perjanjian ini, pihak Belanda diwakili oleh Hubertus van Mook, sedangkan pihak Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

Perjanjian Linggarjati ini merupakan upaya diplomatik pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan wilayah kesatuan Republik Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda.

Melansir dari laman insanpelajar.com, terdapat 2 alasan khusus yang melatarbelakangi terjadinya perundingan di Linggarjati. Pertama, karena keinginan Belanda untuk berkuasa kembali di tanah Indonesia, dan kedua untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda yang berkepanjangan.

Menurut ketentuan perjanjian, Belanda setuju untuk mengakui kekuasaan Indonesia atas Jawa, Sumatera dan Madura. Indonesia kemudian akan menjadi negara bagian dari Republik Indonesia Serikat, yang akan didirikan selambat-lambatnya 1 Januari 1949 dan membentuk Uni Belanda-Indonesia bersama-sama dengan Belanda, Suriname, dan Antillen Belanda, dengan Ratu Belanda yang akan menjadi kepala resmi Persatuan ini.

2 dari 4 halaman

Setelah sekian lama merasakan penjajahan, Indonesia akhirnya menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, euforia kemerdekaan tidak bertahan lama, karena ancaman dari pihak asing kembali muncul, yaitu dari bangsa Belanda.

Pasukan Belanda yang tergabung dalam NICA (Netherlands-Indies Civiele Administration), datang ke Indonesia. Namun, mereka tidak sendiri. Karena NICA turut membonceng pasukan sekutu serta AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dengan tujuan untuk melucuti pasukan Jepang yang telah kalah.

Namun kecurigaan mulai muncul, bahwa pihak Belanda ingin mencoba menguasai Indonesia kembali. Kecurigaan dari pemerintah dan rakyat Indonesia ini pun terbukti dengan pertempuran yang terjadi. Contohnya pertempuran yang pada 10 November di Surabaya, Pertempuran di Ambarawa, dan yang lainnya.

Karena konflik yang berkepanjangan, membuat pihak Belanda dan Indonesia sepakat untuk melakukan kontak diplomasi pertama mereka dalam sejarah kedua negara, dengan Pemerintah Inggris yang selaku mediator penanggung jawabnya.

Perundingan pun dilakukan. Indonesia dan Belanda diajak untuk melakukan perundingan di Hoge Veluwe pada tanggal 14-15 April 1946. Tetapi, perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatra dan Madura, sementara Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

3 dari 4 halaman

Usai kegagalan dalam perundingan pertama, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Perundingan pun dilanjutkan pada 7 Oktober 1946 di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn.

Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

Jelaskan mengapa tokoh bangsa Indonesia menerima setiap hasil PERJANJIAN dengan Belanda
dbnl.org

Setelah pemilihan umum Belanda pada tahun 1946, koalisi pemerintahan yang baru terbentuk memutuskan untuk mendirikan "Komisi Jenderal" untuk memulai negosiasi dengan Indonesia yang tujuan untuk mengatur konstitusi Hindia Belanda pada pasca-Perang Dunia II tanpa memerdekakan koloninya. Pemimpin dari komisi ini adalah Wim Schermerhorn.

Dalam perundingan ini, Wim Schermerhorn beserta komisinya dan Hubertus van Mook mewakili Belanda, sementara Indonesia diwakili oleh Soetan Sjahrir mewakili, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, serta Mohammad Roem. Kemudian dari Inggris diwakili oleh Lord Killearn, yang bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

4 dari 4 halaman

Jelaskan mengapa tokoh bangsa Indonesia menerima setiap hasil PERJANJIAN dengan Belanda
isgeschiedenis.nl

Hasil perundingan di Linggarjati ini ditandatangani pada 15 November 1946 di Istana Merdeka, dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.

Melansir dari kanal Good News From Indonesia, isi dari Perjanjian Linggarjati adalah sebagai berikut:

  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia
  • Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Dengan adanya perjanjian Linggarjati ini, secara politis Republik Indonesia diuntungkan karena ada pengakuan secara de facto. Perjanjian ini kemudian secara resmi ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Bijswijk (Istana Merdeka) Jakarta

Halo Sobat SMP! Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Belanda masih belum bisa mengakui kedaulatan Indonesia. Bahkan, Belanda masih kekeh untuk menguasai Indonesia kembali dengan memboncengi tentara Sekutu.

Kedatangan Belanda dan tentara sekutu ke Tanah Air tidak disambut baik oleh masyarakat karena tujuan mereka datang adalah menaklukkan kembali tanah jajahannya. Benar saja, pertempuran antara para pejuang dengan tentara Sekutu tak terelakkan. Banyak bentrokan  terjadi, sebut saja Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Surabaya, Bandung Lautan Api, dan masih banyak lagi.

Karena tidak ingin terjadi banyak pertumpahan darah, pihak Indonesia dan pihak Belanda melakukan sejumlah perjanjian-perjanjian untuk mencapai kesepakatan. Indonesia sendiri pun terus berusaha untuk mendapatkan kedaulatan NKRI dari mata dunia melalui diplomasi-diplomasi. Berikut ini merupakan beberapa diplomasi penting yang dilakukan oleh Indonesia dalam rangka meraih kedaulatan negara:

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Belanda masih belum mengakui kedaulatan NKRI secara de facto. Oleh karena itu, diadakan sebuah perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas hal tersebut. Perundingan tersebut adalah Perjanjian Linggajati yang dilakukan di Kuningan, Jawa Barat pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947. Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. 

Perundingan di Linggajati ini mencapai beberapa persetujuan, antara lain Belanda mengakui RI secara de facto yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Selain itu akan dibentuk negara federal yang dinamakan Republik Indonesia Serikat (di mana RI menjadi salah satu negara bagiannya). Terakhir akan dibentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni. 

Usai peristiwa di Linggajati, Belanda melanggar perjanjian tersebut dengan melakukan Agresi Militer Belanda I secara serentak pada 21 Juli 1947 terhadap kota-kota besar wilayah RI di Jawa dan Sumatera. Tindakan ini mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional. Oleh karena itu, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Australia sebagai perwakilan Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai perwakilan Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah (Prof. Dr. Frank Graham) untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Maka dari itu, dilakukanlah sebuah perundingan di atas kapal milik Amerika Serikat yang bernama USS Renville pada 17 Januari 1948. Kala itu, kapal USS Renville sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok.Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda menempatkan seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketuanya. Hasil yang dituai dari perjanjian ini adalah Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS, RI sejajar kedudukannya dengan Belanda, RI menjadi bagian dari RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS, serta tentara Indonesia di daerah Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke wilayah RI.

Baca Juga  Menjadi Guru Pembelajar dengan Lesson Study

Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II. Hal ini menyebabkan Indonesia terpaksa mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatra Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara.

Setelah mendapatkan kecaman dari dunia internasional, barulah Belanda mau mengadakan perundingan kembali dengan Indonesia. Perundingan Dalam perundingan ini dinamakan dengan Perundingan Roem-Royen, digelar di Jakarta pada 7 Mei 1949. Mr. Moh. Roem sebagai ketua delegasi mewakili Indonesia dan Dr. J.H Van Royen sebagai ketua delegasi Belanda. Sedangkan, sebagai mediator perundingan adalah Merle Cochran dari UNCI.

Hasil dari perundingan ini adalah menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama dalam memelihara ketertiban dan keamanan. Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

  • Konferensi Inter-Indonesia

Sebelum pelaksanaan Konferensi Meja Bundar diadakan Konferensi Inter-Indonesia yaitu Republik Indonesia dengan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal. Mula-mula diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949, kemudian dilanjutkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1949. Keputusan penting antara lain negara yang akan dibentuk nanti dinamakan RIS, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan perang nasional, dan TNI menjadi inti APRIS.

Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Delegasi Belanda dipimpin oleh van Maarseveen. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh. Hatta, untuk delegasi BFO (forum permusyawaratan federal yang terdiri atas Negara-negara boneka buatan Belanda) dipimpin oleh Sultan Hamid II. Sidang berlangsung pada tanggal 23 Agustus sd 2 November 1949. KMB menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949. Selain itu, Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda. Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda. Namun, permasalahan Irian Barat masih merupakan daerah perselisihan dan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Meskipun tidak memuaskan banyak pihak, tetapi itulah hasil optimal yang dapat diperoleh. Akhirnya, pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada RIS. Bangsa Indonesia melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi memaksa Belanda untuk mengakui kedaulatan negara Republik Indonesia dan mendesak keluar dari wilayah RI yang ditandai dengan upacara pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan KMB antara Indonesia-Belanda.

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi: Modul PJJ IPS Kelas IX Semester Genap terbitan Direktorat SMP tahun 2020