Jelaskan kaidah penulisan kata sandang si dan sang dalam teks cerita fabel

tirto.id - Acuan penggunaan Bahasa Indonesia yang berlaku saat ini adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). PUEBI resmi menggantikan pedoman lama, yaitu Ejaan yang Disempurnakan (EYD) sejak tahun 2016.

Sebelumnya, PUEBI dikenal sebagai Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (PUEYD) edisi ketiga yang terbit pada 2009. Bisa dibilang, PUEBI merupakan versi terbaru dari EYD.

Tahun 2016, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI saat itu, Anies Baswedan, ditetapkan bahwa PUEYD diganti dengan nama PUEBI.

Ketetapan penggunaan PUEBI sendiri sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 yang masih berlaku hingga saat ini.

Peraturan itu menyebutkan bahwa PUEBI ditunjukkan untuk menyempurnakan penggunaan bahasa Indonesia, baik dalam ranah pemakaian lisan maupun penulisan.

Penggunaan PUEBI diperuntukkan bagi instansi pemerintahan, swasta, maupun masyarakat dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

PUEBI mengatur berbagai penggunaan kata dan ejaan dalam bahasa Indonesia, salah satunya penggunaan kata sandang "si" dan "sang."

Berikut ini cara penggunaan kata sandang "si" dan "sang" berdasarkan buku elektronik "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia" edisi keempat terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca juga:

  • Perbedaan Tanda Hubung & Pisah dalam Ejaan Bahasa Indonesia
  • Ketahui Cara Penggunaan Garis Miring Menurut PUEBI
  • Menggunakan Tanda Petik, Petik Tunggal & Apostrof Sesuai PUEBI

Penggunaan "Si" dan "Sang" dalam PUEBI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "si" sebagai kata sandang memiliki serangkaian makna kata. "Si" merupakan kata yang dipakai di depan nama diri, yang memiliki konotasi akrab atau kurang hormat.

Kata "si" juga merupakan kata untuk mengkhususkan orang yang melakukan atau terkena sesuatu.

Selain itu, kata "si" juga dipakai sebagai sebutan, pujian, panggilan, ejekan, dan dipakai dalam menyebutkan berbagai nama tumbuhan maupun binatang.

Sementara kata "sang" sebagai kata sandang menurut KBBI memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan kata "si."

Kata ini dipakai di depan nama orang, binatang, maupun benda yang dianggap hidup atau dimuliakan. "Sang" juga bisa digunakan di depan nama atau sebutan dengan konotasi ejekan.

Baca juga:

  • Cara Penulisan Huruf Kapital Menurut PUEBI dan Contohnya
  • Apa Itu PUEBI dan Perbedaannya dengan EYD?
  • Cara Menulis Nama, Gelar, dan Jabatan Menurut PUEBI

Dalam PUEBI, kata "si" dan "sang" ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, sebagai contoh:

  • Si pencuri tertangkap sebelum ia berhasil kabur.
  • Mereka memberikan penghargaan bagi si pemenang.
  • Ia menatap sendu nisan sang suami.

Kata yang mengikutinya harus ditulis dalam huruf kapital apabila berupa nama julukan, nama orang, atau tokoh dalam cerita, sebagai contoh:

  • Keledai berterimakasih pada sang Kancil.
  • Berkat kecerdikannya si Tudung Merah berhasil melarikan diri.
  • Si Buta berhasil menolong kekasihnya.

Kata "sang" harus ditulis dalam huruf kapital apabila diikuti dengan kata yang merupakan unsur nama Tuhan. Berikut ini contoh penggunaannya:

  • Kita harus berserah diri kepada Sang Pencipta.
  • Pura itu dibangun oleh umat Hindu untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa.

Baca juga:

  • Apa yang Dimaksud Unsur Intrinsik dalam Cerita dan Puisi?
  • Apa Itu Pantun, Syair dan Gurindam: Pengertian dan Ciri-cirinya?
  • Sejarah Hari Puisi Nasional 28 April untuk Peringati Chairil Anwar

Baca juga artikel terkait PUEBI atau tulisan menarik lainnya Yonada Nancy
(tirto.id - ynd/isw)


Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yonada Nancy

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Contoh: - Si Monmon diundang si Yamyam untuk berlayar ke pulau seberang. Apabila kalimat aktif berubah ke kalimat pasif dapat divisualisasikan seperti di bawah ini. Si Yamyan mengundang si Monmon untuk berlayar ke pulau seberang. kal. aktif S P O-penderita Ket. Si Monmon diundang si Yamyam untuk berlayar ke pulau seberang. kal. pasif S P O-pelaku Ket. Keterangan: 1. Subjek S pada kalimat aktif menjadi O-pelaku pada kalimat pasif. 2. Predikat P pada kalimat aktif imbuhan me- menjadi imbuhan di- pada kalimat pasif. 3. Objek O pada kalimat aktif berubah menjadi subjek S pada kalimat pasif.

2. Penggunaan Kata Sandang Si dan Sang

Kaidah penulisan si dan sang terpisah dengan kata yang diikutinya. Kata si dan sang ditulis dengan huruf kecil, bukan huruf kapital Kemendikbud 2014:10. Perhatikan contoh penggunaan dalam kalimat-kalimat tersebut. Bedakan dengan contoh berikut ini 1 “Bagaimana caranya agar si kecil rajin belajar?” tanya ibu. 2 Si Yamyam dan si Monmon namanya. 1 2 3 Kata kecil pada kalimat 1 ditulis dengan huruf kecil karena bukan merupakan nama. Pada kalimat 2 Yamyam dan Monmon ditulis dengan huruf Y dan M kapital karena dimaksudkan sebagai panggilan atau nama julukan. Penjelasan yang termuat di Kemendikbud 2014:10 dipertegas dengan pendapat Waridah 2014:32 yang mengungkapkan bahwa kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-katanya itu diperlakukan sebagai unsur nama diri. Jadi, penulisan si dan sang benar-benar perlu perhatian antara merujuk nama diri atau bukan.

3. Penggunaan Kata Keterangan Tempat dan Waktu

Dalam teks fabel biasanya mengikutsertakan kata keterangan tempat dan kata keterangan waktu untuk menghidupkan suasana. Keterangan tempat menunjukkan lokasi terjadinya peristiwa, kegiatan, atau keadaan Samsuri 1982:135. Frasa tempat sangat sederhana, yaitu terdiri atas preposisi di atau ke atau dari, diikuti FN frasa nomina seperti di tempat ini, ke kota itu, dan dari tepi pantai. Sementara itu, keterangan waktu menunjukkan jangka waktu atau lama kegiatan, proses, atau keadaan sesuatu, seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Kata-kata semacam itu biasanya didaului oleh numeralia sehingga terdapat frasa-frasa seperti: sepuluh detik, satu dekade, delapan windu, dan lain-lain.

4. Penggunaan Kata Hubung Lalu, Kemudian, dan Akhirnya

Suatu peristiwa atau keadaan dapat terjadi secara tahapan atau tingkatan urutan waktu sehingga terdapat permulaan, lanjutan, dan akhirnya. Urutan tingkatan atau tahapan itu tentu diakomodasikan oleh bahasa sehingga pemakai- pemakainya dapat menyatakan urutan tingkatan itu sesuai dengan kebiasaan tingkah laku pemakai-pemakai itu Samsuri 1982:385. Kata lalu dan kemudian memiliki makna yang sama. Kata itu digunakan sebagai penghubung antarkalimat dan intrakalimat. Kata akhirnya biasanya digunakan untuk menyimpulkan dan mengakhiri informasi dalam paragraf atau dalam teks. Contoh yang disediakan dalam teks. Monyet dan Ayam Pada suatu zaman, ada seekor ayam yang bersahabat dengan seekor monyet. Si Yamyam dan si Monmon namanya. Akan tetapi, persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena kelakuan si Monmon yang suka semena-mena dengan binatang lain. Hingga, pada suatu petang si Monmon mengajak Yamyam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang, si Monmon mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Yamyam dan mulai mencabuti bulunya. Yamyam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. judul ket. waktu kata kerja kata kerja transitif kata sandang kata hubung kata kerja intransitif “Lepaskan aku, mengapa kau ingin memakan sahabatmu?” teriak si Yamyam. Akhirnya, Yamyam dapat meloloskan diri. Ia lari sekuat tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman si kepiting. Si kepiting merupakan teman Yamyam dari bulu dan selalu baik padanya. Dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke lubang rumah si kepiting. Di sana ia disambut dengan gembira. Lalu Yamyam menceritakan semua kejadian yang dialaminya, termasuk pengkhianatan si Monmon. Mendengar hal itu akhirnya si kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Monmon. Ia berkata , “Mari kita beri pelajaran si Monmon yang tidak tahu persahabatan itu.” Lalu ia menyusun siasat untuk memperdayai si Monmon. Mereka akhirnya bersepakat akan mengundang si Monmon untuk pergi berlayar ke pulau buatan sendiri dari tanah liat. Kemudian si Yamyan mengundang si Monmon untuk berlayar ke pulau seberang. Dengan rakusnya si Monmon segera menyetujui ajakan itu karena ia berpikir akan mendapatkan banyak makanan dan buah- buahan di pulau seberang. Beberapa hari berselang, mulailah perjalanan mereka. Ketika perahu sampai di tengah laut, Yamyam dan kata kerja ket. tempat kata kerja transitif kata kerja intransitif kata hubung ket. tempat kata sandang kata kerja

2.2.3 Hakikat Kisah Teladan

Belajar kehidupan atau tingkah laku orang lain akan lebih mudah apabila melihat tindak tanduknya secara langsung dibandingkan mendengarkan apa yang dilakukan. Tidak jauh beda dengan cerita, bahwasannya anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat Koesoema 2007:214-215. Kata-kata itu memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati. Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru, yang dalam bahasa Jawa berarti digugu lan ditiru, sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu sendiri. kepiting berpantun. Si ayam berkokok, “Aku lubangi” Si kepiting menjawab, “Tunggu sampai dalam sekali.” Setiap kali berkata begitu maka si Yamyam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya, perahu mereka itu pun bocor dan tenggelam. Si kepiting dengan tangkasnya menyelam ke dasar laut sedangkan Si Yamyam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah si Monmon yang berteriak minta tolong karena tidak bisa berenang. Akhirnya, ia pun tenggelam bersama perahu tersebut. Sumber: Mendidik Anak Lewat Dongeng, 2010. kata kerja intransitif kata sandang kata hubung Koesoema mengindikasikan sebuah keteladanan dalam pendidikan karakter apabila terdapat model peran dalam diri insan pendidik guru, staf, karyawan, kepala sekolah, direktur, pengurus perpustakaan, dll.. Demikian juga dalam kelembagaan terdapat contoh-contoh dan kebijakan serta perilaku yang bisa diteladani oleh peserta didik. Apa yang peserta didik pahami tentang nilai-nilai itu memang bukan sesuatu yang jauh dari hidup mereka, melainkan ada dekat dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dan afirmasi dalam perilaku individu atau lembaga sebagai manifestasi nilai. Pendapat lain diungkapkan oleh Sulhan 2010:142 yang menyatakan bahwa kisah-kisah teladan memberikan kekuatan dalam pembentukan karakter anak. Banyak anak yang tidak suka dinasihati terapi dengan mendengarkan cerita anak, misalnya fabel mereka lebih tertarik. Artinya, anak tidak sekadar mendengar, tetapi anak diajak diskusi mengenai isi cerita. Menurut Puskurbuk dalam Narwanti 2011:54 mengungkapkan bahwa keteladanan adalah sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku atau sikap guru dan tenaga kependidikan serta peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi teman lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kisah teladan adalah cerita-cerita yang berisi kebaikan yang dapat ditiru kebaikannya oleh pembaca sehingga membentuk karakter pada dirinya. Kisah teladan sangat cocok untuk mendidik perserta didik sehingga akan terbentuk pola yang baru yang lebih baik. Contoh: Burung Peminum Air Dahulu kala ada seorang perempuan yang bertugas untuk memberi makan dan minum kuda. Karena pekerjaannya itu, ia sering merasa kelelahan. Apalagi jarak antara sungai dan kandang kuda sangat jauh, maka ia harus mengangkut ember-ember yang berisi air itu dan menempuh jarak yang jauh pula. Ketika ia capek, kadang-kadang ia harus berbohong kepada majikannya bahwa ia telah memberi makan dan minum kepada kuda-kudanya. Suatu hari, ia merasa sangat lelah karena seharian mengangkut air yang berember-ember jumlahnya. Saat itu adalah musim panas, selain untuk minum, air itu juga berfungsi untuk memandikan kuda-kuda majikannya. Karena itu air-air yang diangkutnya cepat habis. Majikannya lalu bertanya kepada perempuan itu. “Apakah persediaan air masih cukup?” tanyanya. “Masih, Tuan,” jawab perempuan itu berbohong. Lama-kelamaan perempuan itu jadi semakin malas mengambil air, ia sering berbohong kepada majikannya bahwa kuda-kudanya cukup minum air. Akhirnya, beberapa kuda tuannya mati karena kehausan sehingga perempuan itu diusir dari rumah itu. Karena kebohongannya itu, pada kehidupan berikutnya sang perempuan dihukum dengan menjadi seekor burung. Dari kepala sampai ekor burung tersebut berwarna merah. Demikian juga dengan dada dan perutnya, semuanya berwarna merah. Ketika burung tersebut minum air di sebuah sungai, ia terkejut melihat seluruh tubuhnya yang berwarna merah seperti terbakar oleh api. Karena ketakutan, ia pun pergi ke sungai atau telaga lainnya untuk minum, namun ia masih melihat tubuhnya yang berwarna merah menyala. Karenanya, sejak saat itu ia memutuskan tidak minum air dari sungai maupun telaga. Ia hanya minum air dari embun yang terkumpul di dedaunan atau di kelopak bunga. Akan tetapi, jika musim panas tiba dan air embun di dedaunan cepat sekali menguap ke udara, maka ia pun sering kebingungan. Ia sering terbang ke arah awan-awan di langit dan berteriak keras, “Kiik..Kikk..” seolah-olah meminta awan agar segera menurunkan hujan. Demikianlah, orang-orang Jepang akan selalu ingat, bila ada burung tersebut terbang ke udara dan berteriak nyaring, pertanda hujan akan segera tiba. Sumber: Buku “Tanabata” Kumpulan Cerita Rakyat Jepang Pilihan, 2007. Berdasarkan cerita di atas pembaca akan mendapat pesan moral yang dapat diambil hikmahnya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Cerita di atas berjudul asli Mizu-koi Tori Burung Peminum Air. Nilai-nilai moral yang dapat dipetik dari cerita ini adalah tentang pentingnya nilai sebuah kejujuran dan bekerja keras. Karena kedua hal tersebut akan memberikan dampak positif bagi kehidupan kita sekarang maupun di masa depan.

2.2.4 Hakikat Karakter

Karakter dikenal pula dengan sebutan watak. Karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein”, yang berarti barang atau alat untuk menggoreskan, yang di kemudian hari dipahami sebagai stempelcap. Jadi, watak itu sebuah stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada seseorang, Dumadi dalam Adisusilo, 2012:76. Karakter diwujudkan dalam bentuk nilai atau perilaku. Balitbang Kemendiknas merumuskan nilai-nilai pendidikan karakter yang sesuai dengan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan sekitar, dan dalam hubungannya sebagai warga negara dari suatu bangsa. Nilai-nilai yang berasal dari berbagai hubungan manusia tersebut kemudian dirumuskan menjadi delapan belas nilai pendidikan karakter. Berikut akan dijelaskan kedelapan belas nilai pendidikan karakter dengan konsep yang dimiliki oleh masing-masing nilai Balitbang Kemendiknas 2010:9. Tabel 2.3 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa No. Nilai Karakter Deskripsi 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. BersahabatKomun ikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam, sosial dan budaya, negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Berikut dipaparkan lebih mendalam untuk karakter jujur, yang meliputi 1 pengertian karakter jujur; 2 indikator memiliki karakter jujur; dan 3 manfaat memiliki karakter jujur.

2.2.4.1 Pengertian Karakter Jujur

Karakter jujur modal utama dalam memimpin, baik memimpin diri sendiri maupun orang lain. Apabila kita jujur akan mudah dipercaya orang lain. Jujur merujuk pada suatu karakter moral yang memunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti integritas, penuh kebenaran, dan lurus sekaligus tiadanya bohong, curang, ataupun mencuri. Sesuai pendapat Mustari 2011:13-19 yang menyatakan bahwa jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Menurut Kong Fu Tse dalam Mustari 2011:16 mengungkapkan bahwa tingkatan kejujuran dibagai menjadi tiga tingkatan yang meliputi: 1 Li, ingin nampak benar untuk keuntungan pribadi; 2 Yi, mengatakan apa yang benar atas dasar bahwa kita akan diperlakukan secara sama; 3 Ren, berdasarkan bentuk yang paling mulia dari empati terhadap yang lain yang berbeda dari kita baik secara umur, jenis kelamin, budaya, pengalaman, keluarga, dan sebagainya. Pendapat Mustari menegaskan bahwa sikap jujur tidak hanya berupa ucapan tetapi juga didukung oleh perbuatan yang mulia. Pendapat serupa diungkapkan oleh Salahudin 2013:42 yang mengungkapkan bahwa karakter jujur adalah nilai-nilai yang khas baik tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, menata kehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam perilaku. Salahudin menyatakan bahwa karakter jujur merupakan sifat khas yang dimiliki seseorang. Apa yang diungkapkan oleh Mustari dan Salahudin tidak jauh beda yang termuat dalam Kemendiknas dalam Salahudin 2013:54 bahwa jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Hal ini menegaskan bahwa orang jujur akan dipercaya dalam perkataannya, tindakan, dan pekerjaan yang ditekuninya. Senada yang diungkapkan oleh Nashir 2013:12 bahwa Trustworthiness atau kepercayaan seperti kejujuran, tidak menipu dan mencuri, terpercaya, melakukan apa yang ingin dikatakan atau konsisten, berani karena benar, membangun reputasi yang baik, dan kesetiaan dengan keluarga, teman, dan negara. Nashir lebih menjelaskan implementasi sikap jujur itu bagaimana untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakter jujur adalah 1 melakukan kebenaran sesuai dengan keinginan hatinya yang didasari iman yang mendalam dan 2 tidak menipu atau berbohong pada orang lain baik secara lisan maupun tindakan.

2.2.4.2 Indikator Karakter Jujur

Pendidikan kejujuran itu harus diterapkan sejak dini, di mana saja dan kapan saja. Di lingkungan rumah tangga, kita harus dapat mencontohkan kejujuran pada anak-anak. Kedisiplinan perlu di bangun apabila terjadi kebohongan pada anak di lingkungan rumah tangga keluarga. Misalnya, anak mengerjakan PR dengan jujur tetapi tidak bagus hasilnya. Ia perlu diapresiasi atas kejujurannya. Mustari 2011:19 mengungkapkan bahwa di lingkungan sekolah, peserta didik itu berbuat jujur apabila 1 menyampaikan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya; 2 bersedia mengakui kesalahan; 3 kekurangan atau pun keterbatasan diri; 4 tidak suka mencontek; 5 tidak suka berbohong; tidak memanipulasi faktainformasi; dan 6 berani mengakui kesalahan. Guna menegakkan kejujuran di sekolah, guru dapat membuat peraturan yang dapat mengurangi, bahkan meniadakan, ketidakjujuran. Disiplin sekolah menjadi penting di sini untuk mendukung pendidikan kejujuran.

2.2.4.3 Manfaat Karakter Jujur

Karakter jujur memiliki banyak manfaat, baik itu disadari secara langsung maupun tidak langsung oleh diri seseorang. Menurut Husna 2009:3-5, banyak keutamaan yang diperoleh dari sifat jujur di antaranya sebagai berikut. 1. Membawa kebaikan Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut. “Sesungguhnya shiddiq jujur itu membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan seseorang yang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiq orang yang benar, sedangkan kadzib dusta itu membawa pada kedurhakaan dan kedurhakaan itu membawa ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang suka berdusta sehingga dicatat di sisi Allah sebgai pendusta.” HR Bukhari dan Muslim 2. Memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. Allah Swt. telah menyebutkan dalam firman-Nya yang berbunyi, “dan barang siapa menaati Allah dan Rasul Muhammad maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang- orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik- baiknya.” QS An-Nisa’ [4]:69 3. Memperoleh ampunan dan pahala Disebutkan dalam firman Allah, “Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuannya yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” QS Al-Ahzab [33]:35 4. Membawa ketenangan batin Berkaitan dengan hal ini disebutkan dalam Al- Quran, “Wahai orang-orang yang beriman Taatilah Allah dan taatilah Rasul Muhammad, dan Ulil Amri pemegang kekuasaan di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah Al-Quran dan Rasul sunnahnya jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” QS An- Nisa’ [4]:59 5. Memperoleh surga Rasulullah Saw. juga bersabda, “Berjanjilah kepadaku enam hal dan aku akan menjanjikan engkau surga. Bicaralah jujur benar, tepati janjimu, penuhi kepercayaanmu, jaga kesucianmu, jangan melihat yang haram, dan hindarilah apa yang dilarang.” HR Bukhari, Muslim, dan Abu Daud 6. Merupakan ciri-ciri orang mukmin Shafwan bin Sulaim menuturkan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, “Mungkinkah seorang mukmin itu bersikap pengecut?” Beliau menjawab, “Ya, mungkin. “Beliau ditanya lagi, “Mungkinkankah seorang mukmin itu kikir?” Beliau menjawab, “Ya, mungkin.” Beliau ditanya lagi, “Mungkinkah seorang mukmin pendusta?” Beliau menjawab, “Tidak.”

2.2.5 Pendekatan Saintifik

Dalam subbagian ini dipaparkan beberapa teori pendekatan saintifik yang meliputi konsep, kriteria, dan langkah-langkah pendekatakan saintifik.

2.2.5.1 Konsep Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik bertujuan memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa materi yang diperoleh di bangku sekolah dapat diperoleh di mana pun dan kapan pun tanpa harus bergantung dengan guru secara terus menerus. Proses pemahaman materi dapat menerapkan pendekatan saintifikilmiah dalam setiap pembelajaran di sekolah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dari berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” Daryanto 2014:51. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifikilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran ini sering disebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut. Banyak ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengonstruksi pengetahuan dan keterampilannya juga dapat mendorong peserta didik untuk melakukan penyelidikan. Penyelidikan ini guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran peserta didik dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, tidak diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berpikir logis, runtut dan sistematis, dengan menggunakan kapasitas berpikir tingkat tinggi High Order ThingkingHOT. Daryanto 2014:53 memberi penjelasan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut. 1 Berpusat pada siswa, 2 melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, 3 melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, dan 4 dapat mengembangkan karakter siswa. sikap tahu mengapa keterampilan tahu mengapa produktif inovatif kreatif afektif pengetahuan tahu apa Sumber: Buku Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013 Tahun 2014 Bagan 2.2 Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi Kurikulum 2013 memuat aspek sikap sikap religius dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum ini mencoba menyeimbangkan antara kemampuan berpikir peserta didik dengan kekuatan spiritualnya. Peserta didik yang akan tumbuh menjadi generasi muda diharapkan tidak hanya pandai dari segi pemikirannya tetapi juga pandai dalam bertingkah laku mampu menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada.

2.2.5.2 Kriteria Pendekatan Saintifik

Tujuh kriteria sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik. 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata; 2. penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis; 3. mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran; 4. mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran; 5. mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola pikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran; 6. berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan; dan 7. tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

2.2.5.3 Langkah-langkah Pembelajaran pada Pendekatan Saintifik

Berdasarkan Permendikbud RI Nomor 81A Tahun 2013 tentang implementasi kurikulum dan pedoman umum pembelajaran, proses pembelajaran pada pendekatan saintifik terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu a mengamati; b menanya; c mengumpulkan informasi; d mengasosiasi; dan e mengomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat diperinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut. Tabel 2.4 Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat tanpa atau dengan alat Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu diamati dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Mengumpulkan informasieksperi men Melakukan eksperimen, membaca sumber lain, selain buku teks, mengamati objekkejadian, aktivitas, dan wawancara dengan narasumber Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan mengolah informasi Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkanekperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambahkan keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Mengomunikasi- kan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Sumber: Permendikbud RI No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Berikut adalah penjelasan lima kegiatan pokok pembelajaran yang sesuai dengan Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013 Kemendikbud 2013.

1. Mengamati