Jelaskan beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Demak

tirto.id - Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada abad ke-16 Masehi. Sejarah Kerjaan Demak beriringan dengan meredupnya Majapahit. Raden Patah sendiri adalah putra Raja Majapahit dari permaisuri asal Champa yang beragama Islam.

Masa kepemimpinan Raden Patah berakhir tahun 1518. Lalu, dilanjutkan oleh menantunya yang bernama Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor sebagai Sultan Demak kedua.

Dalam Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries: The Malay Annals of Semarang and Cerbon, Ricklefs menjelaskan bahwa Adipati Unus gugur ketika menyerbu Portugis di Malaka pada 1521.

Namun belakangan kerajaan ini mengalami keruntuhan karena perselisihan antara anggota keluarga kerajaan.

Penyebab dan Latar Belakang Keruntuhan Kerajaan Demak

Kematian Adipati Unus ternyata menjadi awal dari perselisihan keluarga kerajaan. Berdasarkan catatan Alik Al Adhim dalam Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Trenggana dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin dinobatkan menjadi pemimpin Demak setelah kematian Pangeran Sabrang Lor pada 1521.

Akan tetapi, diceritakan juga bahwa Sultan Trenggana membunuh Pangeran Sekar menjadi kandidat kedua raja Demak sebelum pelantikan tersebut. Pangeran Sekar ini belakangan disebut sebagai Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, karena ia meninggal di tepi sungai.

Dalam jurnal Konflik Politik Kerajaan Demak Setelah Wafatnya Sultan Trenggono Tahun 1546-1549, Muhammad Yusuf, Sumarno, dan Sri Handayani, menyebutkan, Pangeran Sekar dibunuh melalui tangan Sultan Prawoto, anak Sultan Trenggana, yang menitahkan seorang utusan.

Kendati Sultan Trenggana berhasil menjadi Sultan Demak yang ketiga, dendam dari anak Pangeran Sekar tidak dapat dihapuskan. Masih dalam jurnal tersebut, diungkapkan Arya Panangsang, putra dari Pangeran Sekar, berusaha menuntut balas kematian orangtuanya dengan dibantu Sunan Kudus sebagai gurunya.

Berita kematian Sultan Trenggana tersiar pada 1546 M. Menurut H.J. de Graaf dan T.H. Pigeaud dalam Kerajaan Islam Pertama di Jawa (2001:89), Trenggana meninggal karena ditusuk anak umur 10 tahun. Kejadian sebenarnya, bocah tersebut sedang menguping rapat perang dan mendapat teguran dari Raja Demak. Akan tetapi, bocah itu malah menusuk dada Trenggana dengan pisau hingga tewas.

Sultan Prawoto sebagai ahli waris raja ketiga, kini menempati posisinya sebagai pemimpin keempat Kesultanan Demak. Melalui catatannya, Manuel Pinto yang berasal dari Portugis mengungkapkan, kepala Demak baru ini berniat menyebarkan agama Islam ke seluruh Jawa.

Dari cita-citanya ini, akhirnya ia lebih terlihat seperti seorang pemuka agama dibanding pemimpin sebuah kerajaan. Bahkan, hal tersebut menyebabkan beberapa wilayah kuasa Demak melepaskan diri dan menjalankan pemerintahan secara independen.

Krina Bayu Adji dalam Ensiklopedia Raja-Raja Jawa Dari Klinga Hingga Kasultanan Yogyakarta: Mendedah Kisah dan Biografi Para Raja Berdasar Fakta Sejarah, mengungkapkan, Arya Panangsang diperintah Sunan Kudus untuk membunuh Sultan Prawoto dan mendapatkan kembali tahta Raja Demak.

Dalam menjalankan aksinya, Sunan Kudus merekomendasikan Rangkud kepada Arya Panangsang. Pada 1547, Rangkud berhasil membunuh Prawoto beserta istrinya. Akan tetapi, pembunuh tersebut juga mati di tempat kejadian perkara.

Akhir Keruntuhan Kerajaan Demak

Dendam dari Arya Panangsang akhirnya sudah terbalaskan dan ia resmi menjadi Sultan Demak kelima. Namun, anak Prawoto yang bernama Arya Panggiri malah melanjutkan tali dendam tersebut karena kedua orangtuanya mati dibunuh Arya Panangsang.

Kasus ini semakin rumit ketika pembunuhan bukan hanya dilakukan pada Prawoto. Namun, juga Raja Jepara yang meninggalkan istri bernama Ratu Kalinyamat, yang masih termasuk saudara raja keempat Demak.

Dari kejadian yang dinilai kejam ini, akhirnya beberapa kerajaan di bawah kuasa Demak memutuskan untuk memberontak pada 1554. Seorang tokoh yang terkenal bernama Hadiwijaya atau Jaka Tingkir dari Kerajaan Pajang.

Ternyata, sebelumnya Ratu Kalinyamat meminta bantuan juga kepada Hadiwijaya untuk membalaskan dendam. Pada akhirnya, Arya Panangsang menemui ajal karena ditusuk Sutawijaya, anak (angkat) Hadiwijaya, ketika pemberontakan itu.

Menurut Ahwan Mukarrom dalam Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia, umur Kesultanan Demak juga berakhir saat itu, lalu wilayah kuasanya diambil alih Kerajaan Pajang yang dipimpin Hadiwijaya.

Baca juga: Sejarah Perang Paregreg: Awal Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Baca juga artikel terkait SEJARAH KERAJAAN DEMAK atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/agu)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Agung DH
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Penyebab Kemunduran Runtuhnya Kerajaan Demak – Berdasarkan literatur dalam Babad Tanah Jawi, Sultan Trenggana memiliki 6 orang anak. Anak pertama atau sulung ialah seorang putri yang menikah dengan Pangeran Langgar, putra Ki Ageng Sampang yang berasal dari Madura.

Lalu untuk Putra ke 2 adalah seorang pria. Putra kedua ini bernama Pangeran Prawata yang menggantikan ayahnya sebagai Sultan Demak ke 3.

Sedangkan untuk anak ke 3 adalah seorang putri yang menikah dengan Pangeran Kalinyamat. Begitupula dengan yang ke 4 adalah putri yang menikah dengan kerajaan besar yaitu pangeran dari Kasultanan Cirebon.

Anak yang ke 5 adalah putri menikah dengan orang pandai bersilat yaitu Raden Jaka Tingkir yang kelak menjadi Sultan Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya.

Sedangkan untuk putra bungsu ialah Pangeran Timur, yang masih sangat muda saat ayahnya wafat. Sehingga penjelasan ini, Sultan Trenggana memiliki 2 anak berjenis kelamin laki-laki dan 4 putri.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Demak

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi runtuhnya kerajaan demak. Pada awalnya, sepeningaan dari Raja Kedua yaitu Pati Unus, terjadi perebutan tahta kerajaan.

Dampak-dampak ini berakibat besar terhadap kerajaan demak, sebab terjadi peperangan panjang hingga diakhiri dengan kehancuran kerajaan. Perebutan kekuasaan terjadi antara keturunan Pangeran Sekar dengan Pangeran Trenggana.

Diketahui dua keturunan pangeran ini, memang berhak menduduki tahta Kesultanan Demak. Namun, ketika melihat dari usia kerajaan Sekar lebih tua sehingga dapat dikatakan lebih berhak atas pangeran trenggana. Walaupun demikian, ternyata Pangeran Sekar hanya lahir dari istri ke 3 Raden Patah dengan nama putri Adipati Jipang.

Sedangkan untuk Pangeran Trenggana ternyata lahir dari istri 1, yakni dari putri Sunan Ampel. Maka dari itu, Pangeran Trenggana merasa lebih berhak untuk menduduki tahta Kesultanan Demak.

Pangeran Prawata, putra Pangeran Trenggana, membunuh Pangeran Sekar yang dianggap sebagai penghalang bagi Pangeran Trenggana untuk mewarisi tahta Kesultanan Demak.

Diketahui pembunuhan terjadi di jembatan sungai, hal itu terjadi saat Pangeran Sekar diketahui berada dalam perjalanan pulang salat Jum’at. Oleh karena itulah, namanya dikenal dengan Pangeran Sekar Seda Lepen.

Berdasarkan tradisi lisan yang terdapat daerah Demak, pembunuhan itu terjadi tidak jauh dari tepi Sungai Tuntang, sedangkan apabila merujuk pada tradisi Blora Pangeran Sekar dibunuh di dekat Sungai Gelis.

Dalam insiden pembunan ini, menjadi malapetaka atau pangkal persengketaan yang terjadi di kalangan Kerajaan Demak.

Raden Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar berusaha menuntut balas atas kematian ayahnya, sehingga ia pula melakukan untuk menumpas keturunan Sultan Trenggana. Apalagi ternyata ia mendapat dukungan secara penuh dari gurunya. Sunan Kudus.

Suksesi pergantian kepemimpinan pasca wafatnya Sultan Trenggono tidak dapat berjalan lancar, yang disebabkan konflik di Kerajaan Demak Bintoro.

Inilah yang menjadi penyebab adalah konflik internal dan faktor ekternal yaitu berupa perbedaan pandangan dari para wali sembilan tentang calon pengganti Sultan Trenggono.

Terdapat perbedaan pendapat di antara para Wali. Jika menyimak dari pendapat Sunan Kalijaga bahwa yang sebenarnya pantas untuk menjadi raja adalah menantu Sultan Trenggono yaitu Hadiwijaya Adipati Pajang.

Walaupun bukan dari keturunan langsung Raden Patah, akan tetapi landasan argumen dari Sunan Kalijaga didasari bahwa Hadiwijaya Adipati Pajang memiliki darah Raja Majapahit.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga mengingatkan bahwa para Wali pernah mengangkat Pati Unus sebagai Sultan Demak, padahal Pati Unus tidak mempunyai darah Raja Majapahit.

Tidak hanya itu, sikap pencalonan Sunan Kalijaga terhadap Pangeran Hadiwijaya disertai dengan alasan bahwa ketika yang tampil Pangeran Hadiwijaya.

Maka pusat kesultanan Demak Bintoro akan dapat dipindahkan ke Pajang, sebab ketika masih berada di Demak, agama Islam tidak dapat berkembang pesat, akan tetapi sebaliknya ketika dipindahkan maka dapat berkembang pesat apabila pusat kesultanan itu berada di Pedalaman (di Pajang).

Sikap dan pendapat yang disampaikan oleh Sunan Kalijaga ini mendapat pertentangan dari Sunan Kudus. Landasan Sunan Kudus tidak dapat dianggap enteng, sebab ketika pusat Kerajaan Dipindahkan ke pedalaman (Pajang) maka menurut Sunan Kudus dikhawatirkan ajaran Islam dapat bercampur dengan mistik.

Dari pendapat ini menunjukkan bahwa Sunan Kudus tidak setuju dengan sikap dan pendapat Sunan Kalijaga yang mencalonkan Hadiwijaya sebagai pengganti dari Sultan Trenggono.

Sunan Kudus berpendapat bahwa Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan, putra Pangeran Bagus Surawiyata/ Raden Kikin yang terbunuh yang berhak menjabat Sultan Demak.

Hal ini lantaran Arya Penangsang ialah pewaris (keturunan) langsung yang berada di Sultan Demak dari garis laki-laki yang tertua, kecuali itu Arya Penangsang ialah orang yang memiliki sikap kepribadian yang teguh dan pemberani.

Sunan Kudus meyakinkan bahwa Arya Penangsang mempunyai kemampuan dalam tata negara dan pemimpin kharismatik.

Sunan Giri mengutarakan bahwa Sunan Prawata, putra Sultan Trenggono yang berhak untuk jabatan Sultan. Demikian ini didasarkan dari adat dan hukum. Akhirnya Sunan Prawata diangkat menjadi Sultan.

Konflik internal Kerajaan Demak terjadi disebabkan semata-mata rasa dendam dalam perebutan kekuasaan dari keturunan Pangeran Sedo Ing Lepen yang dibunuh oleh Sunan Prawata atau Putera dari Sulung Sultan Trenggono ternyata menjadi biang yang meninggalkan duri dalam hati keturunan Pangeran Sekar Sedo Ing Lepen, puteranya yang bernama Arya Penangsang merasa lebih berhak menduduki tahta kerajaan.

Jelaskan beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Demak
Penyebab Kemunduran Runtuhnya Kerajaan Demak (Foto: Artikelsiana.com)

Menurutnya bahwa yang menduduki kursi mahkota ialah ayahnya, bukan Sultan Trenggono lantaran Pangeran Sekar adalah kakak dari Sultan Trenggono dan adik dari Patih Unus atau Pangeran Sabrang Lor (Sultan Syah Alam Akbar II) yang memerintah dari tahun 1518 hingga 1521 M.

Landasan ini yang membuat bagi Arya Penangsang berusaha dalam merebut dan menduduki tahta kerajaan Demak. Sedangkan untuk faktor eksternal ialah tindakan atau aksi saling mendukung dari para wali yang mempunyai calon-calon pengganti dari Sultan Trenggono turut mewarnai situasi politik di dalam kerajaan.

Situasi politik semakin bergulir panas membuat Arya Penangsang mengambil tindakan, karena merasa dialah yang lebih memiliki hak atas kedudukan untuk tahta kerajaan Demak Bintoro.

Hal itu sehingga ia bergerak cepat terlebih dahulu untuk menyingkirkan Sunan Prawata dengan pertimbangan, Sunan Prawata lah yang membunuh ayahnya, kedua dialah yang menjadi saingan berat terjadinya perebutan kekuasaan itu,

Akhirnya Sunan Prawata mati terbunuh beserta isterinya oleh budak suruhan Arya Penangsang atau “Soreng Pati” yang bernama “Rungkut”, pada tahun 1546. Setelah Sunan Prawata wafat, ia selanjutnya membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat.

Pangeran Hadiri berhasil dibunuh oleh pengikut Arya Penangsang dalam perjalanan pulang dari Kudus, mengantarkan istrinya dalam rangka minta keadilan dari Sunan Kudus atas dibunuhnya Sultan Prawata oleh Arya Penangsang.

Namun Sunan Kudus tidak dapat menerima tuntutan Ratu Kalinyamat karena ternyata ia memihak Arya Penangsang. Berdasarkan pendapat Sunan Kudus, Sultan Prawata memang berhutang nyawa kepada Arya Penangsang yang harus dibayar dengan nyawanya. Arya Penangsang juga mencoba membunuh Adipati Pajang Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggana.

Kematian Sunan Prawata dan Pangeran Hadiri tampaknya membuat selangkah lagi bagi Arya Penangsang untuk menduduki tahta Demak. Walaupun pembunuhan terhadap Sunan Prawata dan Pangeran Hadiri telah berjalan mulus,

Namun Sunan Kudus merasa belum puas ketika Arya Penangsang belum menduduki tahta raja, karena masih terdapat penghalangnya ialah Hadiwijaya.

Setelah dinasehati oleh Sunan Kudus, Arya Penangsang berencana untuk melakukan aksi pembunahan terhadap Hadiwijaya akan tetapi mengalami kegagalan. Kegagalan membuat pecahnya perang antara Jipang dengan Pajang.

Di luar dugaan pihak Sunan Kudus dan Arya Penangsang, ternyata Ratu Kalinyamat tampil memainkan peranan penting dalam menghadapi Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat minta kepada Hadiwijaya untuk membunuh Arya Penangsang.

Didorong oleh naluri kewanitaannya yang sakit hati karena kehilangan suami dan saudara, ia telah memakai wewenang politiknya selaku pewaris dari penguasa Kalinyamat dan penerus keturunan Sultan Trenggana.

Ratu Kalinyamat mempunyai sifat yang keras hati dan tidak mudah menyerah pada nasib. Menurut kisah yang dituturkan dalam Babad Tanah Jawi, ia mertapa awewuda wonten ing redi Danaraja, kang minangka tapih remanipun kaore (bertapa dengan telanjang di gunung Danaraja, yang dijadikan kain adalah rambutnya yang diurai).

Tindakan ini dilakukan untuk mohon keadilan kepada Tuhan dengan cara menyepi di Gunung Danaraja. Ia mempunyai sesanti, baru akan mengakhiri pertapaanya ketika Arya Penangsang telah terbunuh.

Peperangan antara Pajang dan Jipang tidak dapat terelakkan. Dalam perang, Arya Penangsang memimpin pasukan Jipang dengan mengendarai kuda jantan dengan nama Gagak Rimang yang dikawal oleh prajurit Soreng. Adapun pasukan Pajang dipimpin oleh Ki Gede Pemahanan, Ki Penjawi, Ki Juru Mertani.

Pasukan Pajang juga dibantu oleh sebagian prajurit Demak dan tamtama dari Butuh, pengging. Dalam peperangan itu Arya Penangsang terbunuh.

Banyaknya peristiwa pembunuhan para kerabat raja Demak membuat perang antara Pajang melawan Jipang itu dalam sumber tradisi terjadi pada tahun 1549. Hal itu sehingga anti klimaks dari sejarah dinasti Demak.

4 Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Demak

Adapun 4 faktor dari penyebab runtuhnya kerajaan demak ialah:

1. Konflik Kekuasaan

Setelah Dipati Unus meninggal, kerajaan Demak tidak mempunyai sosok penerus yang tidak kompeten misalnya saja Adipati Unus dan banyak dari para keturunannya ingin melakukan perebutan kekuasaan.

Hal ini telihat misalnya perselisihan antara Trenggono dan Pangeran Seda Lepen yang selanjutnya jatuh ke tangan Trenggono. Setelah Trenggono meninggal, perebutan kekuasaan semakin terus berlanjut.

2. Wilayah Kekuasaan

Pada masa pemerintahan kerajaan Demak yang disebut sebagai kerajaan yang terletak di kawasan maratim berdampak pada daerah pedalaman yang berada di kekuasaan kerajaan Demak menjadi pecah.

3. Pemberontakan Karena Sistem Pemerintahan

Pemberontakan ini terjadi disebabkan terdapat masalah politik yang timbul di antara para pemimpin kerajaan Demak yang dimana setelah kerajaan Majapahit tidak ingin tunduk kepada pemerintahan Demak baru yang dimana para pemimpinnya memegang agama Islam yang beraliran Syiah.

4. Pusat Pemerintahan Pindah Ke Pajang

Setelah meninggalnya Sultan Trengono, banyak terjadi konflik yang terjadi demi melakukan perebutan kekuasaan. Hal ini dimenangkan oleh Jaka Tingkir yang dimana melakukan pemindahan ibukota Demak ke daerah Pajang.

Demikianlah informasi mengenai Penyebab Kemunduran Runtuhnya Kerajaan Demak. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih. Salam berbagi teman-teman.