Jelaskan arti haul dalam zakat barang perdagangan

Zakat Perdagangan atau zakat perniagaan (dalam hukum islam dinamakan dengan zakat tijarah) adalah zakat yang dikeluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual-beli. Zakat ini dikenakan kepada perniagaan yang diusahakan baik secara perorangan maupun perserikatan (CV, PT, Koperasi dan sebagainya).

Hadits yang mendasari kewajiban menunaikan zakat ini adalah:

"Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." (HR. Abu Dawud)

Berikut adalah ketentuan terkait tipe zakat ini:

  1. Berjalan 1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.
  2. Nishab zakat perdagangan sama dengan nishab emas yaitu 20 Dinar atau senilai 85 gr emas
  3. Kadarnya zakat sebesar 2,5 %
  4. Dapat dibayar dengan uang atau barang
  5. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
  6. Pada badan usaha yang berbentuk serikat (kerjasama), maka jika semua anggota serikat tersebut beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang berserikat. Tetapi jika anggota serikat terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota serikat muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nisab).

Perhitungan besaran zakat perniagaan dalam rumus sederhana adalah sebagai berikut:

Besar zakat = [(Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian)] x 2,5 %

Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nisabnya adalah 20 dinar emas (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 75.000,- = Rp 6.375.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % Contoh: Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb:

  • Sofa atau Mebel belum terjual 5 set Rp 10.000.000
  • Uang tunai Rp 15.000.000
  • Piutang Rp 2.000.000
  • Jumlah Rp 27.000.000
  • Utang & Pajak Rp 7.000.000
  • Saldo Rp 20.000.000
  • Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-

Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang).

Untuk usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, penyewaan mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, terdapat dua cara perhitungan zakat:

  • Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti taksi, kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
  • Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
  • (Indonesia) Panduan Zakat Pos Keadilan Peduli Ummat Diarsipkan 2006-02-01 di Wayback Machine.
  • (Indonesia) Panduan Zakat Perdagangan Rumah Zakat Indonesia[pranala nonaktif permanen]
  • (Indonesia) Syariah Online, tanya jawab seputar zakat perusahaan

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Zakat_harta_perniagaan&oldid=18780328"

Jakarta -

Nisab zakat perdagangan sama dengan 85 gram emas, seperti dikutip dari situs BAZNAS. Nisab yang dimaksud adalah batas paling rendah kepemilikan harta yang menjadi standar dikeluarkannya zakat.

Bagi umat muslim yang memiliki harta perdagangan yang jumlahnya mencapai satu tahun atau haul, sebaiknya menilai harganya pada akhir tahun dan mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari nilai tersebut.

Sayyid Sabiq dalam buku berjudul Fiqih Sunnah 2 juga menyebutkan bahwa barang perdagangan atau perniagaan tidak dianggap haul jika tidak mencapai nisab. Artinya, perhitungan haul baru dimulai saat hartanya mencapai nisab. Sementara waktu sebelumnya tidak masuk dalam hitungan tahun.

"Bila harta perdagangan nilainya kurang dari hisab, kemudian pada pertengahan tahun nilainya meningkat karena kenaikan harga atau memimiliki barang perniagaan lain yang membuat miliknya mencapai hisab, maka perhitungan haul dimulai ketika itu," tulis Sayyid Sabiq.

Ada perbedaan pendapat di antara mazhab Hanafi dan Hambali mengenai harta perdagangan yang berkurang dari nisab pada pertengahan tahun.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa perhitungan haul tidak terputus meskipun di awal dan di akhir tahun haul mencapai hisab. Sementara itu, mazhab Hambali mengatakan sebaliknya. Perhitungan haul dimulai lagi ketika akhir tahun tersebut.

Cara Menghitung Zakat Perdagangan

Menurut BAZNAS, zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta niaga. Sedangkan harta niaga adalah harta atau aset yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan.

Harta perdagangan yang dikenakan zakat dihitung dari aset lancar usaha dikurangi hutang yang berjangka pendek (hutang yang jatuh tempo hanya satu tahun). Jika selisih dari aset lancar dan hutang tersebut sudah mencapai nisab, maka wajib dibayarkan zakatnya.

Cara menghitung zakat perdagangan adalah 2,5% X (aset lancar - utang jangka pendek). Misalnya, jika memiliki aset usaha Rp 200 juta dan utang jangka pendek Rp 50 juta, maka selisihnya sudah lebih dari nisab 85 gram emas yang setara uang Rp 52.870.000.

Oleh karena itu dihitunglah zakatnya menjadi 2,5% X (Rp 200 juta - Rp 50 juta) = Rp 3,75 juta.

Syarat Zakat Perdagangan

Setelah memahami nisab zakat perdagangan dan cara menghitungnya, perlu juga dipahami syarat yang menetapkan suatu barang disebut sebagai barang perdagangan. Melansir dari situs BAZNAS Kabupaten Banyuasin, berikut syarat-syarat lengkapnya.

  • Barang dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang mubah baik lewat jalan cari untung (mu'awadhot) seperti jual beli dan sewa atau secara cuma-cuma (tabaru'at) seperti hadiah dan wasiat
  • Barang yang sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan karena setiap amalan tergantung niatnya. Dan tijaroh (perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya
  • Barang bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak. Sebab, tidak boleh ada dua wajib zakat dalam satu harta berdasarkan kesepakatan para ulama
  • Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu nisab zakat perdagangan yang sama dengan 85 gram emas atau perak dan telah mencapai haul

Mengeluarkan zakat perdagangan saat telah mencapai nishab dan haul ini telah dijelaskan dalam firman Allah SWT surat At Taubah ayat 103. Dalam surat tersebut dijelaskan tujuan dari mengeluarkan zakat untuk membersihkan dan mensucikan harta perniagaan yang dimiliki.

Selain itu zakat perdagangan dikeluarkan demi menciptakan kemaslahatan umum antara orang-orang fakir dan orang-orang yang mampu.

Nah, semoga informasi mengenai besaran nisab zakat perdagangan, cara perhitungan, beserta dengan syaratnya dapat dimengerti ya, detikers! Selamat membaca.

Simak Video "Presiden Jokowi Tunaikan Zakat di Istana Negara"



(rah/erd)

Barang dagangan (‘urudhudh tijaroh) yang dimaksud di sini adalah yang diperjualbelikan untuk mencari untung.

Dalil akan wajibnya zakat perdagangan adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267). Imam Bukhari meletakkan Bab dalam kitab Zakat dalam kitab shahihnya, di mana beliau berkata,

باب صَدَقَةِ الْكَسْبِ وَالتِّجَارَةِ

“Bab: Zakat hasil usaha dan tijaroh (perdagangan)”, setelah itu beliau rahimahullah membawakan ayat di atas.

Kata Ibnul ‘Arobi,

{ مَا كَسَبْتُمْ } يَعْنِي : التِّجَارَةَ

“Yang dimaksud ‘hasil usaha kalian’ adalah perdagangan”.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Para ulama empat madzhab dan ulama lainnya –kecuali yang keliru dalam hal ini- berpendapat wajibnya zakat barang dagangan, baik pedagang adalah seorang yang bermukim atau musafir. Begitu pula tetap terkena kewajiban zakat walau si pedagang bertujuan dengan membeli barang ketika harga murah dan menjualnya kembali ketika harganya melonjak. … ”

Syarat zakat barang dagangan

  1. Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang mubah baik lewat jalan cari untung (mu’awadhot) seperti jual beli dan sewa atau  secara cuma-cuma (tabaru’at) seperti hadiah dan wasiat.
  2. Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak. Karena tidak boleh ada dua wajib zakat dalam satu harta berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan zakat pada emas dan perak –misalnya- itu lebih kuat dari zakat perdagangan, karena zakat tersebut disepakati oleh para ulama. Kecuali jika zakat tersebut di bawah nishob, maka bisa saja terkena zakat tijaroh.
  3. Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan karena setiap amalan tergantung niatnya.  Dan tijaroh (perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.
  4. Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu nishob dari emas atau perak, mana yang paling hati-hati dan lebih membahagiakan miskin. Sebagaimana dijelaskan bahwa nishob perak itulah yang lebih rendah dan nantinya yang jadi patokan dalam nishob.
  5. Telah mencapai haul (melalui masa satu tahun hijriyah). Jika barang dagangan saat pembelian menggunakan mata uang yang telah mencapai nishob, atau harganya telah melampaui nishob emas atau perak, maka haul dihitung dari waktu pembelian tersebut.

Kapan nishob teranggap pada zakat barang dagangan?

  1. Haul baru dihitung setelah nilai barang dagangan mencapai nishob.
  2. Menurut jumhur (mayoritas ulama), nishob yang teranggap adalah pada keseluruhan haul (selama satu tahun). Jika nilai barang dagangan di pertengahan haul kurang dari nishob, lalu bertambah lagi, maka perhitungan haul dimulai lagi dari awal saat nilainya mencapai nishob. Adapun jika pedagang tidak mengetahui kalau nilai barang dagangannya turun dari nishob di tengah-tengah haul, maka asalnya dianggap bahwa nilai barang dagangan masih mencapai nishob.

Apakah mengeluarkan zakat barang dagangan dengan barangnya atau nilainya?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa wajib mengeluarkan zakat barang dagangan dengan nilainya karena nishob barang dagangan adalah dengan nilainya. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dalam salah satu pendapatnya berpandangan bahwa pedagang boleh memilih dikeluarkan dari barang dagangan ataukah dari nilainya. Adapun Ibnu Taimiyah memilih manakah yang lebih maslahat bagi golongan penerima zakat.

Perhitungan zakat barang dagangan

Dalam perdagangan yang dimaksud dengan harta perdagangan adalah sebagai berikut:

  1. Kekayaan dalam bentuk barang (stok barang yang diperjualbelikan).
  2. Uang tunai (berupa modal dan keuntungan), baik kas maupun bank.
  3. Piutang

Menurut jumhur (mayoritas) ulama, zakat perdagangan itu disyariatkan dalam Islam Caranya, yaitu dengan menghitung nilai jumlah ketiga bentuk harta tersebut diatas dikurangi pengeluaran atau kewajiban seperti biaya operasional, utang, pajak, dan lain-lain. Apabila mencapai nishab (senilai 85 gram emas) dan berlalu satu tahun Hijriyah (haul), maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari Jumlah Tersebut. Zakat harta perdagangan bisa dibayarkan dengan mata uang yang berlaku atau juga dalam bentuk barang yang diperdagangkan.

Perhitungan zakat barang dagangan = Kekayaan dalam bentuk barang (stok barang yang diperjualbelikan) + Uang Tunai yang ada (berupa modal dan keuntungan), baik kas maupun bank + PIUTANG – Kewajiban ( operasional, hutang, pajak, dan lain-lain)

*Contoh Kasus:

Pak Ade mulai membuka toko dengan modal 100 juta pada bulan Muharram 1432 H. Pada bulan Muharram 1433 H, perincian zakat barang dagangan Pak Ade sebagai berikut:

– Nilai barang dagangan       = Rp.40.000.000

– Uang yang ada                        = Rp.10.000.000

– Piutang                                      = Rp.10.000.000

– Kewajiban (Utang)                = Rp.20.000.000 (yang jatuh tempo tahun 1433 H)

Perhitungan Zakat

= (Rp.40.000.000 + Rp.10.000.000 + Rp.10.000.000 – Rp.20.000.000) 

= 40.000.000 Total Harta Perdagangan

*Harga emas per gram saat ini (misalnya) = Rp 400.000,-

Nishab 85 gram emas = 85 x Rp 400.000 = Rp 34.000.000,-

(Dalam contoh kasus ini, Rp 34 juta adalah batas nisab zakat perniagaan)

Karena harta perdagangan yang dimiliki Pak Ade sebesar Rp 40 Juta dan telah mencapai nisab zakat, maka besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah:

= Rp.40.000.000 x 2,5%

= Rp.1.000.000 Total yang harus dikeluarkan zakatnya.

*contoh kasus lain

Jika seseorang membeli mobil dan berniat sejak awal untuk diperdagangkan, maka ada kewajiban zakat jika qimah-nya (harga mobil) telah mencapai nishob. Namun jika niatan membeli mobil hanya untuk kepentingan pribadi, lalu suatu saat ia jual, maka tidak ada zakat. Karena mobil tersebut sejak awal tidak diniatkan untuk diperdagangkan namun hanya untuk digunakan untuk kepentingan pribadi.

Jika awal pembelian diniatkan untuk penggunaan pribadi, namun di tengah jalan, mobil tersebut ingin didagangkan atau disewakan (dijadikan ro’sul maal atau pokok harta jual beli), maka tetap terkena wajib zakat jika telah melampaui haul dan nilainya di atas nishob. Karena setiap amalan tergantung pada niatnya.

Sumber : //www.sinergifoundation.org/bayar/zakat-perdagangan/20

  • dagang zakat
  • Zakat Dagang
  • Zakat Perdagangan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA