Pangan tradisional adalah pangan (makanan dan minuman) yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Produk-produk pangan tradisional merupakan bagian penting dari budaya, identitas dan warisan nenek moyang yang berkontribusi pada perkembangan dan keberlangsungan dari suatu daerah dan menyediakan variasi pilihan pangan pada konsumen. Produk ini biasanya memiliki karakteristik sensorik tertentu yang khas dan biasanya dihubungkan konsumen dengan identitas daerah asalnya. Indonesia merupakan negara multi pulau dan multi etnis. Keberagaman kondisi lingkungan dan budaya secara tidak langsung mempengaruhi karakteristik produk pangan masyarakatnya dan kondisi tersebut melahirkan banyak produk pangan tradisional khas daerah. Ada banyak jenis pangan tradisional dan salah satunya adalah dari jenis pangan fermentasi. Artikel berikut akan membahas mengenai produk pangan fermentasi khas Indonesia. Fermentasi Pangan Sejarah produk pangan fermentasi telah berlangsung panjang, sama panjangnya dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Seperti halnya pangan tradisional lainnya, metode dan pengetahuan yang terkait dengan pengolahan pangan fermentasi lokal diwariskan ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Tentu saja, proses fermentasi yang dilakukan di masa lalu tidak berdasarkan pada kajian ilmiah peran mikroba dalam merubah karakteristik pangan, tetapi didasarkan pada tradisi bahwa teknik penyimpanan dan penanganan bahan pangan dengan cara tertentu ternyata menghasilkan produk pangan baru yang berbeda dari pangan asalnya. Produk pangan fermentasi dihasilkan dengan melibatkan aktivitas mikroba dalam produksinya. Selama fermentasi terjadi aktivitas pemecahan komponen pangan karena aktivitas enzimatis mikroba terutama enzim amilase, protease dan lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi komponen-komponen sederhana seperti asam, alkohol, karbon dioksida, peptida, asam amino, asam lemak dan komponen-komponen lainnya. Asam, alkohol dan karbon dioksida berperan penting dalam menekan pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen. Secara bersama-sama, komponen-komponen tersebut juga menyebabkan modifikasi tekstur, aroma dan rasa sehingga dihasilkan karakteristik produk yang unik dan berbeda dengan produk asalnya. Tujuan fermentasi pangan awalnya adalah untuk mengawetkan pangan yang bersifat musiman dan mudah rusak. Sejalan dengan perkembangan alternatif pengawetan pangan maka pengembangan produk pangan fermentasi saat ini lebih karena tekstur, aroma dan rasanya yang unik. Dampak positif dari produk fermentasi terhadap kesehatan konsumen juga menjadi alasan pengembngan produk fermentasi sekarang ini. Pemecahan komponen yang kompleks menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana menyebabkan produk fermentasi lebih mudah dicerna daripada produk pangan asalnya. Pada beberapa produk fermentasi, dilaporkan pula adanya peningkatan kandungan beberapa vitamin, antioksidan, dan senyawa lain yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, ketika produk diproduksi sebagai produk probiotik, maka keberadaan “mikroba baik” yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dapat membantu menjaga kesehatan saluran cerna dan, tergantung dari jenis bakterinya, juga dapat mencegah munculnya penyakit-penyakit degeneratif. Mengenal Produk Fermentasi Yang Khas Indonesia Jenis produk fermentasi sangat beragam. Jika dilihat dari mekanisme kerja mikrobanya, maka produk fermentasi khas Indonesia secara umum dapat dimasukkan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
Masalah Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengembangan Produk Produk fermentasi tradisional umumnya dibuat oleh unit usaha kecil. Teknologi fermentasi yang digunakan berkembang melalui pengalaman bertahun-tahun dan bukan karena inovasi ilmiah. Pengembangan industri ke skala yang lebih besar, perlu memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut: Tampilan produk. Kebersihan dan sanitasi. Masalah skala produksi. Mungkin masih ada kendala lain yang menyebabkan pangan fermentasi tradisional kita tidak populer di negeri sendiri (apalagi di negeri orang), tetapi paling tidak tiga masalah diatas mutlak dibenahi. Citra pangan fermentasi tradisional juga perlu diangkat dengan promosi yang dilakukan secara terus-menerus, baik mengenai citarasanya, manfaat kesehatannya maupun hal-hal menarik lain terkait dengan produk tersebut. Acara-acara wisata kuliner yang marak di media massa sekarang ini, adalah salah satu contoh promosi pangan tradisional yang sangat baik. Tetapi, promosi saja tidaklah cukup. Produk juga harus tampil bersih, cantik dan seksi sehingga mengundang konsumen untuk membeli. Juga perlu kerjasama antara pelaku industri dan peneliti yang dimediasi oleh pemerintah untuk mengembangkan perbaikan dan modernisasi proses pengolahan produk fermentasi tradisional, sehingga diperoleh produk yang tetap memiliki ciri khas asalnya dengan kualitas yang baik dan kuantitas produksi yang tinggi. Pustaka: Guerrero, L., M.D. Gua`rdia, J. Xicola, W. Verbeke, F. Vanhonacker, S. Zakowska-Biemans, M. Sajdakowska, C. Sulmont-Rosse´, S. Issanchou, M. Contel, M.L. Scalvedi, B.S. Granli, M. Hersleth. 2009. Consumer-driven definition of traditional food products and innovation in traditional foods. A qualitative cross-cultural study. Appetite 52:345–354. Kuswanto, K.R. 2004. The Industry of Fermented Food in Indonesia: present status and development. Di dalam: Proceedings of the International Seminar on Developing Agricultural Technology for Value-added Food Production in Asia. Japan. Leisnera, J.J., B. Vancanneyt, G. Rusul, B. Pot, K. Lefebvre, A. Fresi, L.K. Tee. 2001. Identification of lactic acid bacteria constituting the predominating microflora in an acid-fermented condiment (tempoyak) popular in Malaysia. International Journal of Food Microbiology 63:149 –157. Steinkraus, K.H. 1985. Indigenous fermented-food technologies for small-scale industries. Food and Nutrition Bulletin 7(2). Japan. Penulis: Elvira Syamsir (ilmupangan.blogspot.com) |