Dibawah ini yang termasuk contoh perbuatan bidah adalah

Ilustrasi Bertanya tentang Pengertian Bid'ah. Sumber: Marcel S. Unsplash.com

Bid’ah adaalah sebuah kata yang tak asing bagi umat muslim, tapi belum semua paham tentang pengertian yang sebenarnya dari kata tersebut. Tak jarang, kondisi ini justru menjebak kita dalam perselisihan yang tidak perlu. Simak informasi mengenai pengertian bid’ah, hukum, dan juga jenisnya pada pembahasan di bawah ini.

Pengertian Bid’ah dan Hukumnya

Ibnu Manzur (2009: 6) dalam bukunya, Lisan al Arab, menjelaskan bahwa akar kata bid’ah adalah bada’a yang memiliki beragam bentuk kata lain. Misalnya bid’un (kata kerjanya idtada’a) yang berarti membuat dan memulai sesuatu yang baru. Bentuk lainnya adalah al-bid’atu yang berarti sesuatu yang baru. Kata ini ada dalam Al-Quran, diantaranya dalam Surat Al Baqarah ayat 117,

Badiiu’ as-samaawaati wal ardi (Allah Pencinpta langit dan bumi). Maksudnya adalah Allah menciptakan tanpa ada contoh atau hal yang sama sebelumnya. Ia adalah pengada yang belum pernah ada.

Pada pengertian dan konsep di atas, bid’ah adalah segala hal yang tidak didahului contoh sebelumnya. Artinya secara kebahasaan, tidak ada batasan urusan bid’ah, bisa hal umum sampai yang berkaitan dengan agama.

Sementara menurut syariat, dalam kitab Risalah Ahlu al-Sunnah Wa al-Jalamaah, KH Hasyim Asyari mendefinisikan bid’ah sebagai pembaruan yang khusus dalam perkara agama, seakan hal itu merupakan jenis ibadah baru dan bagian dari agama, padahal secara hakikat maupun bentuk tidak. Bid’ah diharamkan dalam Islam. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW,

Barang siapa yang membuat suatu perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak ada asalnya, maka perbuatannya akan tertolak". (HR. Bukhari dan Muslim)

Jenis-Jenis Bid’ah dan Contohnya

Ada beragam jenis bid’ah dalam hal ibadah, diantaranya adalah:

1. Bid’ah terkait pokok ibadah

Bid’ah ini adalah bentuknya mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam Islam, dibentuk sendiri oleh manusia atau budaya di sekitarnya. Contoh bid'ah dalam pokok ibadah adalah mengadakan shalat yang tidak ada dalilnya, atau merayakan ulang tahun atau hari besar seakan bernilai pahala.

2. Bid’ah dengan menambah-nambah ibadah

Agama Islam sudah memiliki aturan baku mengenai tata cara mengerjakan suatu ibadah. Terkadang ada manusia yang sengaja memodifikasi aturan tersebut dengan niat agar pahalanya bertambah. Contohnya, menambah jumlah rakaat shalat wajib, atau melakukan puasa sunnah diluar waktu yang ditetapkan. Bid’ah jenis ini dilarang dan diharamkan.

4. Bid’ah terhadap sifat ibadah

Bid’ah ini berupa menunaikan ibadah yang sifatnya tidak pernah disyariatkan Rasulullah SAW. Contohnya adalah melakukan dzikir dengan suara lantang, dilakukan berjamaah, dengan jumlah ribuan kali hingga terkesan menzalimi diri sendiri. Dzikir memang diperintahkan, namun apabila dilakukan tanpa dasar yang jelas, maka termasuk bid’ah.

5. Bid’ah mengkhususkan ibadah

Contoh bid’ah jenis ini adalah mengkhususkan berpuasa di hari Jumat, karena merupakan hari baik dalam Islam. Pelaksanaan ini tentu dilarang, karena tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW. Mengkhususkan ibadah memerlukan dalil, baik dalam Alquran maupun hadist.

Wallahualam bissawab. Segala kebenaran hanya milik Allah SWT. (AA)

Ilustrasi bidah. Foto: iStock

Bidah adalah apa yang diada-adakan dalam agama dan lainnya. Jadi, setiap hal yang diada-adakan dalam urusan dunia maupun agama tanpa ada contoh sebelumnya adalah bidah.

Pengertian bidah yang lain disampaikan oleh Penyusun kamus al-Qaamuus, “Bidah adalah membuat hal baru dalam agama setelah sempurnanya agama. Atau, sesuatu yang diada-adakan setelah Nabi SAW, baik berasal dari hawa nafsu maupun amal perbuatan.”

Mengutip buku Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali oleh M. Abdul Mujieb dkk, bidah juga dapat diartikan dengan suatu praktik atau cara baru dalam agama yang belum pernah dilakukan, baik oleh Rasulullah SAW maupun oleh para sahabat. Bidah merupakan hukum syariat dalam ibadah secara berlebihan yang tidak ada dasar nash-nya, baik di dalam Al Quran maupun hadits.

Meski termasuk perbuatan yang dilarang agama, hukum bidah berbeda-beda, ada yang haram, makruh, sunnah, wajib, dan mubah. Hukum bidah tersebut bergantung pada jenis bidah yang dilakukan. Apa saja jenis-jenis bidah dan contohnya? Simak informasi selengkapnya berikut.

Menurut Umar r.a, bidah terbagi menjadi dua macam, yaitu bidah hasanah (bidah baik) dan bidah sayyiah (bidah buruk).

Ilustrasi bidah hasanah. Foto: Pixabay

Bidah hasanah adalah bidah yang tidak menyimpan dari nash, artinya masih sejalan dengan Al Quran, hadits, ijma’, dan qiyas. Di dalamnya ada nilai ketaatan terhadap Allah SWT yang dapat memperbaiki amal ibadah umat Muslim.

Contoh bidah hasanah adalah menambah jumlah rakaat sholat tarawih. Seperti yang diketahui, sholat tarawih dilaksanakan dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda. Ada yang mengerjakannya sebanyak 8 rakaat maupun 20 rakaat.

Meskipun Rasulullah mengerjakan sholat tarawih 8 rakaat, Umar bin Kaab mengatakan pada masa Umar r.a, sholat tarawih umumnya dilakukan sebanyak 20 rakaat. Selain itu, pada zaman ini sholat tarawih dilakukan secara berjamaah.

Sebelummya, tidak ada aturan mengenai tata cara sholat tarawih, apakah dilakukan sendiri atau berjamaah. Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, beliau berkata tentang sholat tarawih yang mana ia berijtihad untuk melaksanakannya di Masjid Nabawi dan menugaskan Ubay bin Ka’b untuk menjadi imam.

Kemudian, al-Faruk r.a mengumpulkan orang-orang tersebut dalam satu qari’ dan satu imam. Saat melihat kesatuan jamaah yang padu dan barisan yang rapat di belakang seorang imam, Umar berkata, “Ini adalah sebaik-baik bid’ah.”

Jika bidah hasanah adalah bidah yang baik, bidah sayyiah adalah kebalikannya. Bidah sayiah merupakan bidah yang menyimpang dari nash atau dalil-dalil syariat Islam. Bidah inilah yang termasuk dalam sabda Rasulullah SAW, “Setiap bidah adalah sesat.”

Bidah ini yang akan merusak agama akibat perbuatan menambah atau mengurangi dasar hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Misalnya mengikuti aliran-aliran sesat yang menyimpang dari syariat agama, terutama terkait aqidah, seperti membolehkan sholat dengan bahasa Indonesia, menyatakan Allah punya tangan, kaki, dan dapat berjalan atau duduk.