Di tujukan kemana surat aduan wanita pns istri kedua

“Ketentuan Poligami Secara Umum”

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah diatur bahwa jika seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, maka si suami wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Pengadilan hanya akan memberikan izin kepada si suami untuk beristeri lebih dari satu jika :

  1. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
  2. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain hal-hal di atas, si suami dalam mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk beristeri lebih dari satu orang, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
  2. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
  3. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Persetujuan isteri/isteri-isterinya tidak diperlukan jika isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Jadi secara umum, jika suami ingin bepoligami harus memenuhi beberapa persyaratan salah satunya persetujuan isteri. Tetapi bagi PNS, ada peraturan khusus lagi yang mengatur mengenai poligami.

“Ketentuan Poligami Bagi PNS”

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Ketentuan khusus yang mengatur tentang izin perkawinan PNS untuk beristri lebih dari satu (poligami) terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil khususnya dalam Pasal 4 PP 45/1990 yang berbunyi:

  1. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat;
  2. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat;
  3. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis;
  4. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.

Lebih lanjut mengenai pejabat yang dimintakan izin, dapat disimak dalam artikel Aturan Hukum Jika PNS Ingin Berpoligami.

“Jika PNS Tidak Melaporkan” Perkawinan Poligami.

Menurut Pasal 15 Ayat (1) jo. Pasal 4 Ayat (1) PP 45/1990, PNS yang tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak perkawinan tersebut dilangsungkan atau tidak memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat untuk beristri lebih dari seorang, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tetapi PP 30/1980 tersebut sudah dicabut oleh  Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Hukuman disiplin berat tersebut dapat berupa:

  1. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
  2. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
  3. pembebasan dari jabatan;
  4. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
  5. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

“Kemana Melaporkan PNS yang Diam-Diam Berpoligami?”

Jadi PNS yang melakukan poligami diam-diam atau tanpa persetujuan istrinya dan tanpa izin pejabat yang berwenang bisa dikenakan sanksi hukuman disiplin berat sebagaimana yang diatur dalam PP 53/2010. Lalu, kepada siapa laporan ditujukan jika PNS berpoligami tanpa izin?

PNS yang melakukan pelanggaran disiplin (dalam konteks ini adalah PNS yang berpoligami tanpa izin) dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum. Apabila tidak terdapat pejabat yang berwenang menghukum, maka kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin menjadi kewenangan pejabat yang lebih tinggi.

Jadi, PNS yang berpoligami tanpa izin dapat dihukum dengan hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang.

Sebagai contoh, dalam artikel “Tidak Terima, Istri PNS Laporkan Suami Berpoligami Siri”, sebagaimana yang telah di akses dari situs berita Republika, istri seorang pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Jembrana, Bali, melaporkan suaminya yang telah berpoligami secara siri kepada pihak Inspektorat setempat. Kepala Kantor Inspektorat Pemkab Jembrana, Ketut Arimbawa, menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti laporan atas dugaan poligami yang dilakukan PNS berinisial HN.

Demikian.

Oleh: Rd. Anggi Triana Ismail, S.H.

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
  4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.

Referensi:

Menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) atau yang lebih dikenal saat ini, dengan sebutan aparatur sipil negara (ASN), sangat berbeda dengan pegawai-pegawai pada perusahaan swasta, terutama berkaitan dengan masalah perkawinan dan perceraian. Salah satu contohnya, jika pegawai swasta “bebas” menentukan dirinya sendiri untuk kawin lagi tanpa melibatkan sang atasannya, namun bagi seorang aparatur sipil negara justeru sebaliknya.      

Perlu diketahui, ketika seorang aparatur negara ingin melakukan perkawinan bahkan sampai ke perceraian, mereka telah diikat oleh sebuah aturan kepegawaian, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 serta Surat Edaran kepala BKN Nomor 08/SE/1983 tentang izin Perkawian dan Perceraian Bagi PNS.

Selama ini, sebagian besar aparatur sipil negara masih tidak memahami bahkan ada yang tidak mengetahui peraturan bagi seorang aparatur sipil negara ketika akan melaksanakan perkawinan, termasuk didalamnya ketika akan mengakhiri sebuah perkawinan. Akan tetapi, ada juga sebagian yang telah tahu dan mengerti, namun sangat disayangkan mereka tetap saja melakukan pelanggaran. 

Kendati begitu, apa pun yang terjadi seperti yang disebutkan di atas, izinkan penulis menyampaikan sedikit ulasan masalah perkawinan dan perceraian bagi aparatur sipil negara. Ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan wawasan dan pengetahuan terkini bagi yang merasa berstatus pegawai negeri. Bagi pegawai negeri, harus memperhatikan betul bahwa perkawinan memiliki azas dan prinsip.

 Dijelaskan, pegawai negeri yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara tertulis kepada pejabat selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan berlangsung, begitu juga bagi pegawai negeri yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Maksudnya, harus ada pemberitahuan perkawinan berkaitan dengan masalah gaji dan dibuatkan kartu suami dan kartu isteri.

Dalam hal ini, patut diketahui aparatur sipil negara pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari atasan atau pejabat yang berwenang. Untuk aparatur sipil negara wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat. Kemudian, aparatur sipil negara dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri di luar ikatan perkawinan yang sah.

Begitu pula dengan PNS/ASN yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Misalnya, kalau dia sebagai Pejabat Eselon II maka yang memberikan izin adalah Pejabat Eselon I, dan diajukan secara tertulis serta dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian. Bagi PNS/ASN yang akan melakukan perceraian harus mencantumkan alasan-alasan yang jelas.

Selanjutnya, bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai tergugat harus memperoleh izin dari atasan. Dalam surat permintaan izin perceraian harus disebutkan alasan-alasan yang lengkap dan mendasar,  sebagai berikut: 1) Salah satu pihak berbuat zina; 2) Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan; 3) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah; 4) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung; 5) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Berikutnya, ada prosedur dan tata cara pemberian izin perceraian yang juga harus diketahui dan dipahami, yaitu: 1) bahwa PNS harus mengajukan permohonan perceraian disertai alasan-alasan dan ditujukan kepada kepala SKPD; 2) Kepala SKPD memerintahkan atasan dari PNS/ASN tersebut untuk melakukan mediasi, pemeriksaan, memberikan pembinaan, penasihatan, dan dibuatkan BAP; 3) apabila kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perceraian maka akan diterbitkan izin perceraian dari atasan atau pejabat yang berwenang dan atasan atau pejabat berwenang yang menandatangani Keputusan tentang izin perceraian tersebut, disesuaikan dengan pangkat/golongan dan jabatan PNS/ASN yang mengajukan perceraian tersebut. Hal di atas berdasarkan Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/888/BKD/2014 tentang Pendelegasian Wewenang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Harus diperhatikan juga bahwa PNS/ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat berwenang apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif, yaitu: 1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya; 2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan; Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Selain syarat alternatif, ada juga syarat kumulatif, yaitu: 1) Ada persetujuan tertulis dari isteri; 2) PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya; 3) Ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan kepada Pejabat apabila: 1) Bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang dianut PNS tersebut; 2) Tidak memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif; 3) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; 5) Ada kemungkinan menggangu pelaksanaan tugas kedinasan.

Pembagian Gaji Akibat Perceraian

Gaji adalah seluruh penghasilan yang diterima selaku PNS dan tidak terbatas pada besaran gaji pada saat perceraian. Sebuah perceraian bagi PNS/ASN akan berdampak pada beberapa hal, satu diantaranya adalah gaji. Perlu diketahui, PNS/ASN pria wajib menyerahkan sebagian gajinya apabila: 1) Perceraian tersebut merupakan kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sebagain gajinya untuk penghidupan bekas usteri dan anak-anaknya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatarbelakangi perbuatan negatif suaminya, misalnya suami berzinah, isteri dimadu, suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat lahir maupun batin, dan lain—lainnya. Namun, PNS/ASN pria tidak wajib menyerahkan sebagian gaji jika: 1) PNS/ASN pria yang menggugat, tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya, misalnya isteri berzinah, isteri menjadi pemabuk, pemadat dan lain-lainnya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya.

Berikut ini, pembagian gaji akibat dari perceraian, yaitu: 1) Pembagian gaji akibat perceraian apabila ada anak maka mendapatkan 1/3 Suami, 1/3 mantan isteri dan 1/3 Anak. Hal ini tidak tergantung pada jumlah anak; 2) Pembagian gaji akibat perceraian apabila tidak ada anak maka mendapatkan ½ suami dan ½ mantan isteri; 3) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut mantan isteri maka mendapatkan  suami 1/3 dan  mantan istri 1/3 , anak 1/3; 4) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut suami, maka mendapatkan Suami 1/3, Anak 1/3 dan mantan istri 1/3.

Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa mantan isteri tidak berhak lagi menerima bagian gaji tersebut, apabila telah menikah lagi. Ingat !!!....PNS/ASN pria yang menolak memberikan gaji dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat. Bendaharawan dapat menyerahkan bagian gaji yang menjadi hak mantan isteri.

Sanksi Tidak Mematuhi PP/10 TAHUN 1983 Jo PP/ 45 TAHUN 1990

Apabila PNS melakukan pelanggaran terhadap PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45 Tahun 1990, maka akan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010, apabila: 1) Tidak memberitahukan perkawinan pertama dalam jangka waktu 1 tahun setelah perkawinan; 2) Cerai tanpa izin / surat keterangan dari atasan atau Pejabat yang berwenang; 3) Beristeri lebih dari seorang tanpa izin atasan atau pejabat yang berwenang; 4) Hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah; 5) Tidak melaporkan perceraian dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan setelah perceraian; 6) PNS pria tidak melaporkan perkawinan kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan.

PNS/ASN Wanita tidak diizinkan menjadi isteri Kedua/Ketiga/keempat. Apabila melanggar, maka akan dijatuhi hukuman disiplin Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS.


Page 2

Menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) atau yang lebih dikenal saat ini, dengan sebutan aparatur sipil negara (ASN), sangat berbeda dengan pegawai-pegawai pada perusahaan swasta, terutama berkaitan dengan masalah perkawinan dan perceraian. Salah satu contohnya, jika pegawai swasta “bebas” menentukan dirinya sendiri untuk kawin lagi tanpa melibatkan sang atasannya, namun bagi seorang aparatur sipil negara justeru sebaliknya.      

Perlu diketahui, ketika seorang aparatur negara ingin melakukan perkawinan bahkan sampai ke perceraian, mereka telah diikat oleh sebuah aturan kepegawaian, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 serta Surat Edaran kepala BKN Nomor 08/SE/1983 tentang izin Perkawian dan Perceraian Bagi PNS.

Selama ini, sebagian besar aparatur sipil negara masih tidak memahami bahkan ada yang tidak mengetahui peraturan bagi seorang aparatur sipil negara ketika akan melaksanakan perkawinan, termasuk didalamnya ketika akan mengakhiri sebuah perkawinan. Akan tetapi, ada juga sebagian yang telah tahu dan mengerti, namun sangat disayangkan mereka tetap saja melakukan pelanggaran. 

Kendati begitu, apa pun yang terjadi seperti yang disebutkan di atas, izinkan penulis menyampaikan sedikit ulasan masalah perkawinan dan perceraian bagi aparatur sipil negara. Ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan wawasan dan pengetahuan terkini bagi yang merasa berstatus pegawai negeri. Bagi pegawai negeri, harus memperhatikan betul bahwa perkawinan memiliki azas dan prinsip.

 Dijelaskan, pegawai negeri yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara tertulis kepada pejabat selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan berlangsung, begitu juga bagi pegawai negeri yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Maksudnya, harus ada pemberitahuan perkawinan berkaitan dengan masalah gaji dan dibuatkan kartu suami dan kartu isteri.

Dalam hal ini, patut diketahui aparatur sipil negara pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari atasan atau pejabat yang berwenang. Untuk aparatur sipil negara wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat. Kemudian, aparatur sipil negara dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri di luar ikatan perkawinan yang sah.

Begitu pula dengan PNS/ASN yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Misalnya, kalau dia sebagai Pejabat Eselon II maka yang memberikan izin adalah Pejabat Eselon I, dan diajukan secara tertulis serta dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian. Bagi PNS/ASN yang akan melakukan perceraian harus mencantumkan alasan-alasan yang jelas.

Selanjutnya, bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai tergugat harus memperoleh izin dari atasan. Dalam surat permintaan izin perceraian harus disebutkan alasan-alasan yang lengkap dan mendasar,  sebagai berikut: 1) Salah satu pihak berbuat zina; 2) Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan; 3) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah; 4) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung; 5) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Berikutnya, ada prosedur dan tata cara pemberian izin perceraian yang juga harus diketahui dan dipahami, yaitu: 1) bahwa PNS harus mengajukan permohonan perceraian disertai alasan-alasan dan ditujukan kepada kepala SKPD; 2) Kepala SKPD memerintahkan atasan dari PNS/ASN tersebut untuk melakukan mediasi, pemeriksaan, memberikan pembinaan, penasihatan, dan dibuatkan BAP; 3) apabila kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perceraian maka akan diterbitkan izin perceraian dari atasan atau pejabat yang berwenang dan atasan atau pejabat berwenang yang menandatangani Keputusan tentang izin perceraian tersebut, disesuaikan dengan pangkat/golongan dan jabatan PNS/ASN yang mengajukan perceraian tersebut. Hal di atas berdasarkan Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/888/BKD/2014 tentang Pendelegasian Wewenang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Harus diperhatikan juga bahwa PNS/ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat berwenang apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif, yaitu: 1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya; 2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan; Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Selain syarat alternatif, ada juga syarat kumulatif, yaitu: 1) Ada persetujuan tertulis dari isteri; 2) PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya; 3) Ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan kepada Pejabat apabila: 1) Bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang dianut PNS tersebut; 2) Tidak memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif; 3) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; 5) Ada kemungkinan menggangu pelaksanaan tugas kedinasan.

Pembagian Gaji Akibat Perceraian

Gaji adalah seluruh penghasilan yang diterima selaku PNS dan tidak terbatas pada besaran gaji pada saat perceraian. Sebuah perceraian bagi PNS/ASN akan berdampak pada beberapa hal, satu diantaranya adalah gaji. Perlu diketahui, PNS/ASN pria wajib menyerahkan sebagian gajinya apabila: 1) Perceraian tersebut merupakan kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sebagain gajinya untuk penghidupan bekas usteri dan anak-anaknya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatarbelakangi perbuatan negatif suaminya, misalnya suami berzinah, isteri dimadu, suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat lahir maupun batin, dan lain—lainnya. Namun, PNS/ASN pria tidak wajib menyerahkan sebagian gaji jika: 1) PNS/ASN pria yang menggugat, tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya, misalnya isteri berzinah, isteri menjadi pemabuk, pemadat dan lain-lainnya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya.

Berikut ini, pembagian gaji akibat dari perceraian, yaitu: 1) Pembagian gaji akibat perceraian apabila ada anak maka mendapatkan 1/3 Suami, 1/3 mantan isteri dan 1/3 Anak. Hal ini tidak tergantung pada jumlah anak; 2) Pembagian gaji akibat perceraian apabila tidak ada anak maka mendapatkan ½ suami dan ½ mantan isteri; 3) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut mantan isteri maka mendapatkan  suami 1/3 dan  mantan istri 1/3 , anak 1/3; 4) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut suami, maka mendapatkan Suami 1/3, Anak 1/3 dan mantan istri 1/3.

Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa mantan isteri tidak berhak lagi menerima bagian gaji tersebut, apabila telah menikah lagi. Ingat !!!....PNS/ASN pria yang menolak memberikan gaji dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat. Bendaharawan dapat menyerahkan bagian gaji yang menjadi hak mantan isteri.

Sanksi Tidak Mematuhi PP/10 TAHUN 1983 Jo PP/ 45 TAHUN 1990

Apabila PNS melakukan pelanggaran terhadap PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45 Tahun 1990, maka akan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010, apabila: 1) Tidak memberitahukan perkawinan pertama dalam jangka waktu 1 tahun setelah perkawinan; 2) Cerai tanpa izin / surat keterangan dari atasan atau Pejabat yang berwenang; 3) Beristeri lebih dari seorang tanpa izin atasan atau pejabat yang berwenang; 4) Hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah; 5) Tidak melaporkan perceraian dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan setelah perceraian; 6) PNS pria tidak melaporkan perkawinan kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan.

PNS/ASN Wanita tidak diizinkan menjadi isteri Kedua/Ketiga/keempat. Apabila melanggar, maka akan dijatuhi hukuman disiplin Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS.


Page 3

Menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS) atau yang lebih dikenal saat ini, dengan sebutan aparatur sipil negara (ASN), sangat berbeda dengan pegawai-pegawai pada perusahaan swasta, terutama berkaitan dengan masalah perkawinan dan perceraian. Salah satu contohnya, jika pegawai swasta “bebas” menentukan dirinya sendiri untuk kawin lagi tanpa melibatkan sang atasannya, namun bagi seorang aparatur sipil negara justeru sebaliknya.      

Perlu diketahui, ketika seorang aparatur negara ingin melakukan perkawinan bahkan sampai ke perceraian, mereka telah diikat oleh sebuah aturan kepegawaian, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 serta Surat Edaran kepala BKN Nomor 08/SE/1983 tentang izin Perkawian dan Perceraian Bagi PNS.

Selama ini, sebagian besar aparatur sipil negara masih tidak memahami bahkan ada yang tidak mengetahui peraturan bagi seorang aparatur sipil negara ketika akan melaksanakan perkawinan, termasuk didalamnya ketika akan mengakhiri sebuah perkawinan. Akan tetapi, ada juga sebagian yang telah tahu dan mengerti, namun sangat disayangkan mereka tetap saja melakukan pelanggaran. 

Kendati begitu, apa pun yang terjadi seperti yang disebutkan di atas, izinkan penulis menyampaikan sedikit ulasan masalah perkawinan dan perceraian bagi aparatur sipil negara. Ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan wawasan dan pengetahuan terkini bagi yang merasa berstatus pegawai negeri. Bagi pegawai negeri, harus memperhatikan betul bahwa perkawinan memiliki azas dan prinsip.

 Dijelaskan, pegawai negeri yang melangsungkan perkawinan pertama wajib memberitahukan secara tertulis kepada pejabat selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan berlangsung, begitu juga bagi pegawai negeri yang telah menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi. Maksudnya, harus ada pemberitahuan perkawinan berkaitan dengan masalah gaji dan dibuatkan kartu suami dan kartu isteri.

Dalam hal ini, patut diketahui aparatur sipil negara pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari atasan atau pejabat yang berwenang. Untuk aparatur sipil negara wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat. Kemudian, aparatur sipil negara dilarang hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami isteri di luar ikatan perkawinan yang sah.

Begitu pula dengan PNS/ASN yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Misalnya, kalau dia sebagai Pejabat Eselon II maka yang memberikan izin adalah Pejabat Eselon I, dan diajukan secara tertulis serta dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian. Bagi PNS/ASN yang akan melakukan perceraian harus mencantumkan alasan-alasan yang jelas.

Selanjutnya, bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi PNS/ASN yang berkedudukan sebagai tergugat harus memperoleh izin dari atasan. Dalam surat permintaan izin perceraian harus disebutkan alasan-alasan yang lengkap dan mendasar,  sebagai berikut: 1) Salah satu pihak berbuat zina; 2) Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat atau penjudi yang sukar disembuhkan; 3) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah; 4) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung; 5) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Berikutnya, ada prosedur dan tata cara pemberian izin perceraian yang juga harus diketahui dan dipahami, yaitu: 1) bahwa PNS harus mengajukan permohonan perceraian disertai alasan-alasan dan ditujukan kepada kepala SKPD; 2) Kepala SKPD memerintahkan atasan dari PNS/ASN tersebut untuk melakukan mediasi, pemeriksaan, memberikan pembinaan, penasihatan, dan dibuatkan BAP; 3) apabila kedua belah pihak sepakat untuk melakukan perceraian maka akan diterbitkan izin perceraian dari atasan atau pejabat yang berwenang dan atasan atau pejabat berwenang yang menandatangani Keputusan tentang izin perceraian tersebut, disesuaikan dengan pangkat/golongan dan jabatan PNS/ASN yang mengajukan perceraian tersebut. Hal di atas berdasarkan Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 188.44/888/BKD/2014 tentang Pendelegasian Wewenang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Harus diperhatikan juga bahwa PNS/ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat berwenang apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif, yaitu: 1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya; 2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan; Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Selain syarat alternatif, ada juga syarat kumulatif, yaitu: 1) Ada persetujuan tertulis dari isteri; 2) PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya; 3) Ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan kepada Pejabat apabila: 1) Bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang dianut PNS tersebut; 2) Tidak memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif; 3) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; 5) Ada kemungkinan menggangu pelaksanaan tugas kedinasan.

Pembagian Gaji Akibat Perceraian

Gaji adalah seluruh penghasilan yang diterima selaku PNS dan tidak terbatas pada besaran gaji pada saat perceraian. Sebuah perceraian bagi PNS/ASN akan berdampak pada beberapa hal, satu diantaranya adalah gaji. Perlu diketahui, PNS/ASN pria wajib menyerahkan sebagian gajinya apabila: 1) Perceraian tersebut merupakan kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sebagain gajinya untuk penghidupan bekas usteri dan anak-anaknya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatarbelakangi perbuatan negatif suaminya, misalnya suami berzinah, isteri dimadu, suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat lahir maupun batin, dan lain—lainnya. Namun, PNS/ASN pria tidak wajib menyerahkan sebagian gaji jika: 1) PNS/ASN pria yang menggugat, tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya, misalnya isteri berzinah, isteri menjadi pemabuk, pemadat dan lain-lainnya; 2) Isteri yang menggugat tetapi dilatar belakangi perbuatan negatif isterinya.

Berikut ini, pembagian gaji akibat dari perceraian, yaitu: 1) Pembagian gaji akibat perceraian apabila ada anak maka mendapatkan 1/3 Suami, 1/3 mantan isteri dan 1/3 Anak. Hal ini tidak tergantung pada jumlah anak; 2) Pembagian gaji akibat perceraian apabila tidak ada anak maka mendapatkan ½ suami dan ½ mantan isteri; 3) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut mantan isteri maka mendapatkan  suami 1/3 dan  mantan istri 1/3 , anak 1/3; 4) Pembagian gaji akibat perceraian apabila anak ikut suami, maka mendapatkan Suami 1/3, Anak 1/3 dan mantan istri 1/3.

Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa mantan isteri tidak berhak lagi menerima bagian gaji tersebut, apabila telah menikah lagi. Ingat !!!....PNS/ASN pria yang menolak memberikan gaji dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat. Bendaharawan dapat menyerahkan bagian gaji yang menjadi hak mantan isteri.

Sanksi Tidak Mematuhi PP/10 TAHUN 1983 Jo PP/ 45 TAHUN 1990

Apabila PNS melakukan pelanggaran terhadap PP Nomor 10 Tahun 1983 Jo PP Nomor 45 Tahun 1990, maka akan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010, apabila: 1) Tidak memberitahukan perkawinan pertama dalam jangka waktu 1 tahun setelah perkawinan; 2) Cerai tanpa izin / surat keterangan dari atasan atau Pejabat yang berwenang; 3) Beristeri lebih dari seorang tanpa izin atasan atau pejabat yang berwenang; 4) Hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah; 5) Tidak melaporkan perceraian dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan setelah perceraian; 6) PNS pria tidak melaporkan perkawinan kedua/ketiga/keempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 tahun setelah perkawinan.

PNS/ASN Wanita tidak diizinkan menjadi isteri Kedua/Ketiga/keempat. Apabila melanggar, maka akan dijatuhi hukuman disiplin Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Sebagai PNS.