Dalam akad syirkah musaqah muzaraah benih tanaman berasal dari

Dalam akad syirkah musaqah muzaraah benih tanaman berasal dari
Ilustrasi sawah. ©2018 Merdeka.com

JATENG | 24 April 2021 10:20 Reporter : Ayu Isti Prabandari

Merdeka.com - Seperti diketahui, hukum dalam agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana umat muslim beribadah kepada Allah, melainkan juga mengatur berbagai hal lain dalam kehidupan. Mulai dari aturan bagaimana manusia bermasyarakat, mengatur perilaku terhadap binatang atau alam, hingga dalam urusan politik dan ekonomi yang ada di masyarakat. Dalam hal ini, berbagai aturan yang ada dalam Islam bertujuan untuk memudahkan umat melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan syariat Islam.

Salah satu hal yang turut diatur dalam Islam yaitu mukhabarah. Mukhabaran adalah akad dalam pengelolaan tanah dengan sistem kerja sama yang diterapkan antara pemilik tanah dan penggarap tanah. Ini menjadi salah satu hukum yang diatur dalam Islam, sebab cocok tanam merupakan kegiatan yang dekat dan banyak dilakukan di masyarakat, baik zaman dahulu hingga saat ini.

Biasanya istilah mukhabarah tidak berdiri sendiri, melainkan sering digabung dengan muzara’ah. Meskipun begitu, mukhabarah dan muzara’ah mempunyai perbedaan arti, yaitu berdasarkan pihak pemilik benih dalam kerja sama penggarapan tanah tersebut. Selain mengetahui artinya, berbagai hukum mengenai akad mukhabarah adalah hal penting yang perlu diperhatikan.

Dalam hal ini, terdapat beberapa batasan hukum yang mengatur pelaksanaan praktik pengelolaan tanah. Beberapa batasan hukum dalam mukhabarah dan muzara’ah ini tidak lain agar praktik kerja sama yang dilakukan bersifat adil bagi semua pihak yang terlibat. Dilansir dari NU Online, kamu merangkum berbagai informasi mengenai mukhabarah adalah sebagai berikut.

2 dari 5 halaman

Dalam akad syirkah musaqah muzaraah benih tanaman berasal dari

©2018 Merdeka.com

Hal pertama yang perlu dipahami adalah pengertian dari mukhabarah. Mukhabarah adalah akad dalam pengelolaan tanah dengan sistem kerja sama yang diterapkan antara pemilik tanah dan penggarap tanah. Dalam hal ini, sebenarnya akad mukhabarah hampir sama dengan akad muzara’ah. Meskipun hampir sama, namun kedua akad ini mempunyai pengertian yang berbeda yaitu berdasarkan asal sumber benihnya.

Akad mukhabarah adalah akad pengelolaan tanah dengan sumber benih yang berasal dari pemilik tanah atau lahan. Sedangkan akad muzara’ah adalah pengelolaan tanah yang sumber benihnya berasal dari petani penggarap (amil/muzari’). Meskipun memiliki perbedaan, namun kedua akad ini termasuk sebagai akad syirkah (kerja sama), tidak lain adalah kerja sama yang dilakukan antara pemilik lahan dengan pentane penggarap dalam ha; pengelolaan tanah.

3 dari 5 halaman

Setelah mengetahui pengertian, berikutnya, terdapat beberapa hukum batasan dalam akad mukhabarah dan muzara’ah yang perlu diperhatikan. Beberapa hukum batasan ini bisa menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan apakah suatu akad mukhabarah dan muzara’ah benar sesuai syariat atau tidak. Berikut beberapa batasan dalam akad muzara’ah dan mukhabarah adalah sebagai berikut :

  • Tanah tidak boleh disewa dengan nisbah tertentu dari hasil produksi atau hasil panen.
  • Menyewa tanah dengan nisbah hasil produksi tanaman berarti sama dengan menyewa tanah dengan harga yang tidak diketahui (majhul).
  • Muzara’ah boleh dilakukan pada lahan yang sudah ada tanaman pokok lainnya. Namun boleh juga dilakukan pada lahan yang belum ditanami atau belum terdapat tanaman pokoknya.
  • Akad bagi hasil dengan mukhabarah atau muzara’ah boleh dilakukan selagi tidak ada nash syariat yang melarang.

4 dari 5 halaman

Dalam akad syirkah musaqah muzaraah benih tanaman berasal dari
©2018 Merdeka.com

Setelah mengetahui pengertian umum dan beberapa hukum batasannya, perlu juga diketahui bahwa terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan akad mukhabarah atau muzara’ah tidak dapat diterima. Beberapa faktor alasan ini perlu diperhatikan dengan baik ketika Anda ingin melakukan akad mukhabarah atau muzara’ah dalam hal pengelolaan tanah. Beberapa alasan tidak diterimanya akad muzara’ah mukhabarah adalah sebagai berikut :

  • Tidak bisa dipilah antara kalkulasi kerja mukhabir, sehingga modal yang digunakan atau diikutsertakan tidak bisa ditaksir atau diprediksi.
  • Kerja mukhabir yang tidak dapat diprediksi, menyebabkan amal mukhabir menjadi masuk sebagai kelompok ijarah fasidah. Hal ini karena tidak diketahui upah (ujrah) dalam pengelolaan tanaman substitusi, meskipun diberi nisbah hasil panen.
  • Tanpa upah yang dapat diprediksi, maka penentuan nisbah bagi hasil menjadi rusak, khususnya jika dilihat dari pandangan syirkah inan.

5 dari 5 halaman

Setelah mengetahui pengertian, batasan hukum, dan alasan batalnya akad, terdapat beberapa jenis akad pengelolaan tanah lain yang juga sering diterapkan oleh masyarakat. Dua jenis akad pengelolaan tanah selain muzara’ah dan mukhabarah adalah sebagai berikut:

1. Akad Ijarah

Akad Ijarah ini meruapakan akad sewa menyewa atau pengupahan. Dalam hal ini, akad ijarah dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan menyewakan tanah kepada pihak lain. Dengan begitu pemilik tanah akan menerima bayaran sesuai harga sewa yang ditentukan. Sementara penyewa memiliki hak untuk mengelola tanah sampai batas waktu yang ditentukan. Kedua, yaitu dengan cara menyuruh orang mengelola dan merawat tanaman dengan cara digaji atau diberi upah. Dalam hal ini, pihak yang merawat tanaman dan mengolah tanah memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan sesuai dengan yang diminta tuan tanah.

2. Akad Musaqah

Akah berikutnya dalam pengelolaan tanah adalah akad musaqah. Akad ini melibatkan kerja sama dengan orang lain yang berlaku sebagai pihak yang merawat tanaman. Perawatan tersebut berupa penyiraman tanaman dan pengelolaan tanah. Dalam akad ini juga berlaku bagi hasil atas buah yang dipanen.

(mdk/ayi)

Jakarta -

Islam telah mengatur berbagai bentuk kerja sama yang dilakukan dalam kegiatan pertanian. Salah satunya musaqah.

Dikutip dari buku Hukum Sistem Ekonomi Islam oleh Dr. Mardani, penduduk Madinah menyebut musaqah sebagai muamalah. Musaqah berasal dari kata saqa yang artinya menyirami. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Ar-Raad ayat 4 sebagai berikut:

وَفِى ٱلْأَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجَٰوِرَٰتٌ وَجَنَّٰتٌ مِّنْ أَعْنَٰبٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَىٰ بِمَآءٍ وَٰحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَىٰ بَعْضٍ فِى ٱلْأُكُلِ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Arab-latin: wa fil-arḍi qiṭa'um mutajāwirātuw wa jannātum min a'nābiw wa zar'uw wa nakhīlun ṣinwānuw wa gairu ṣinwāniy yusqā bimā`iw wāḥidiw wa nufaḍḍilu ba'ḍahā 'alā ba'ḍin fil-ukul, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy ya'qilụn

Artinya: "Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir."

Musaqah juga diartikan sebagai bentuk lebih sederhana dari muzara'ah. Di mana penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan tanaman. Sebagai imbalannya, penggarap berhak mendapatkan nisbah tertentu dari hasil panen.

Secara umum musaqah adalah salah satu bentuk kerja sama antara pemilik lahan dan penggarap di mana penggarap bertugas untuk merawat tanaman saja. Adapun keduanya tetap melakukan bagi hasil sesuai kesepakatan dalam akad.

Para ulama fiqih seperti Abdurrahman al-Jaziri sebagaimana dikutip dari buku Fiqih Muamalat karya Abd. Rahman Ghazaly mendefinisikan musaqah sebagai akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian), dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu.

Sementara itu, ulama Syafi'iyah mengatakan musaqah adalah mempekerjakan petani penggarap untuk menggarap kurma atau pohon anggur saja dengan cara mengairi dan merawatnya. Hasil kurma atau anggur itu dibagi bersama antara pemilik dan petani yang menggarap.

Kerja sama dalam bentuk musaqah ini berbeda dengan mempekerjakan tukang kebun untuk merawat tanaman. Hal ini karena hasil yang diterima berupa upah dengan ukuran yang telah pasti.

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa musaqah hukumnya boleh atau mubah. Hal ini mengacu pada salah satu hadits nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian: mereka akan memperoleh dari penghasilannya, baik dari buah-buahan maupun hasil tanamannya (HR. Muslim).

Klik halaman selanjutnya