Berikut ini yang merupakan pencetus surat perintah sebelas maret adalah

Berikut ini yang merupakan pencetus surat perintah sebelas maret adalah

Berikut ini yang merupakan pencetus surat perintah sebelas maret adalah
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Salinan 2 versi Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret 1966.

KOMPAS.com - Supersemar adalah surat yang mengawali peralihan kepemimpinan nasional dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru.

Lewat surat yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966 ini, terjadi penyerahan mandat kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Soeharto, yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat.

Supersemar dikeluarkan dengan tujuan mengatasi konflik dalam negeri saat itu, yang salah satunya dipicu peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.

Namun, hingga saat ini, Supersemar masih menjadi kontroversi karena naskah aslinya tidak pernah ditemukan.

Baca juga: Latar Belakang Supersemar

Latar belakang lahirnya Supersemar

Supersemar adalah singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret 1966. Supersemar terjadi karena gejolak di dalam negeri usai peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.

Dalam peristiwa itu, tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang di balik pembunuhan tujuh jenderal.

Hal ini kemudian memicu amarah para pemuda anti komunis, yang selanjutnya membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Oktober 1965.

Selain itu, ada juga Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), KABI, KASI, KAWI, dan KAGI, yang semuanya tergabung Front Pancasila yang dilindungi tentara.

Mereka kemudian menyuarakan protes kepada Soekarno, yang dianggap tidak mengusut G30S dan buruknya perekonomian di masa pemerintahannya.

Aksi unjuk rasa semakin kencang saat inflasi pada awal 1966 telah mencapai 600 persen lebih dan Soekarno masih bergeming.

Peristiwa G30S pada 1 Oktober 1965 memunculkan gejolak politik dan ekonomi di dalam negeri. Pada akhir Oktober 1965 para mahasiswa yang tergabung dalam Front Pancasila memprotes buruknya keadaan perekonomian Indonesia saat itu, serta menuntut adanya tindak lanjut Soekarno terhadap Peristiwa G30S.

Pada tahun 1966 Indonesia mengalami inflasi hingga lebih dari 600 persen. Aksi unjuk rasa semakin kencang. Pada 12 Januari 1996, Front Pancasila melakukan aksi unjuk rasa di halaman gedung DPR-GR dan mengajukan tiga tuntutan yang berisi:

  • pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI);
  • pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S;
  • serta penurunan harga.

Puncak demonstrasi terjadi pada 11 Maret 1966. Mahasiswa melakukan aksi demo besar-besaran di depan Istana Negara. Menteri/Panglima Angkatan Darat Soeharto meminta supaya Presiden Soekarno memberi surat perintah untuk mengatasi konflik yang terjadi apabila diizinkan. Permintaan tersebut disampaikan Soeharto melalui tiga Jenderal AD yang menemui Soekarno di Istana Bogor di hari yang sama. Ketiga Jenderal tersebut adalah Jenderal Basuki Rahmat, Jenderal M. Jusuf, dan Jenderal Amir Machmud.

Permintaan Soeharto disetujui Soekarno. Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) yang isinya adalah instruksi presiden kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan pada saat itu. Selang 24 jam dari keluarnya Supersemar, Soeharto membubarkan PKI, dan mengumumkan PKI sebagai partai terlarang. Langkah tersebut diputuskan Soeharto melalui SK Presiden Nomor 1/3/1966 (12 Maret 1966) yang dibuatnya atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR. Pada saat itu, Soeharto juga mengontrol media massa dibawah Pusat Penerangan AD.

Soekarno kecewa dengan sikap Soeharto. Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 13 Maret (Supertasmar) untuk menganulir Supersemar. Berdasarkan penjelasan AM Hanafi, mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Kuba, Supertasmar berisi pengumuman bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik. Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden. Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan, Soekarno berusaha menyebarkan isi Supertasmar ke publik. Namun, upaya tersebut gagal. Supertasmar tidak pernah digubris oleh Soeharto.

Langkah Soeharto dilanjutkan dengan mengeluarkan SK Presiden Nomor 5 (18 Maret 1966). SK yang dibuatnya tersebut berisi perintah penangkapan 15 orang menteri yang dianggap terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965. Menteri-menteri tersebut tidak lain adalah orang terdekat Soekarno. Puncaknya, Soeharto ditunjuk menjabat sebagai presiden melalui Sidang MPRS. Soeharto resmi menjabat sebagai presiden pada 27 Maret 1968.

Naskah Supersemar saat ini disimpan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). ANRI menyimpan tiga versi Supersemar, yaitu versi Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, versi Akademi Kebangsaan, dan versi Sekretariat Negara yang terdiri dari dua lembar. Berdasarkan keterangan Mantan Kepala ANRI M Asichin, ketiga naskah Supersemar tersebut tidak autentik. Asvi Warman Adam, peneliti sejarah LIPI menyampaikan jika keberadaan Supersemar yang autentik belum diketahui. Begitu pula dengan keberadaan Supertasmar, tidak diketahui hingga saat ini.

Sumber

  • Laman lipi.go.id
  • Laman kompas.com

Kontributor
Muhammad Taufik Al Asy’ari
Satria Dhaniswara Rahsa Wijaya

Jakarta -

Supersemar merupakan singkatan dari Surat Perintah 11 Maret. Surat ini dikeluarkan pada 1966 namun hingga saat ini naskah autentiknya belum juga ditemukan.

Supersemar dikeluarkan langsung oleh Presiden Pertama RI Soekarno kepada Letjen Soeharto. Surat tersebut berisi instruksi presiden agar Letjen Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat, mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan dan stabilitas negara.

Lalu bagaimana sejarah Supersemar yang merupakan singkatan dari Surat Perintah 11 Maret? detikcom merangkum informasinya sebagai berikut.

Dilansir laman resmi Pemkab Buleleng dan Buku berjudul Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966 terbitkan Kemdikbud, Supersemar merupakan singkatan dari Surat Perintah 11 Maret 1966. Sejarah lahirnya Supersemar berlatarbelakang kondisi Indonesia pasca peristiwa G30S PKI pada tahun sebelumnya.

Pada 11 Maret 1966 itu, Soekarno mengadakan reshuffle kabinet yang hasilnya disebut dengan "Kabinet Dwikora yang Disempurnakan". Para mahasiswa dan pelajar berada di sekitar Istana untuk menggagalkan sidang kabinet.

Di tengah sidang, Panglima Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa, Brigadir Jenderal ada laporan dari intel Cakrabirawa ada pasukan tanpa tanda pengenal yang mengepung Istana. Akibatnya sidang diskors dan Presiden Soekarno bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh dan Brigjen Sabut menaiki helikopter yang diparkir di halaman Istana Merdeka dan terbang ke Bogor.

Setelah masa skorsing sidang berakhir, sidang kabinet dibuka oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena. Leimena hanya berbicara singkat untuk menutup sidang dan kemudian menyusul ke Bogor.

Pembuatan Supersemar

Peristiwa yang terjadi di Istana kemudian dilaporkan kepada Jenderal Soeharto oleh 3 orang perwira tinggi AD yaitu Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Kala itu Soeharto tengah terbaring sakit di kediamannya.

Ketiga perwira itu meminta izin untuk berangkat ke Bogor menemui Presiden. Soeharto pun memberikan petunjuk bahwa hal pokok yang diutamakan adalah menyelamatkan konstitusi. Dirinya juga bersedia memikul tanggung jawab jika kewenangan untuk itu diberikan kepadanya. Itulah pesan yang disampaikan Soeharto kepada Presiden.

Presiden Soekarno merespon dengan menanyakan bagaimana bentuk konkret pemberian kepercayaan itu. Para perwira mengusulkan agar dituangkan dalam dokumen tertulis dan resmi yang dikenal sebagai Supersemar.

Lihat juga video 'Aktivis '98 Bicara Demokrasi Kita':

Supersemar merupakan singkatan dari Surat Perintah 11 Maret. Apa saja isinya? Simak di halaman selanjutnya.

(izt/imk)

Surat Perintah 11 Maret atau disingkat Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Dikeluarkannya surat ini menjadi rujukan untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Lantas, bagaimana sejarah Supersemar ini?

Surat Perintah 11 Maret merupakan salah satu peristiwa penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Surat yang ditandatangani pada 11 Maret 1966 ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil tindakan atas situasi keamanan yang buruk pasca gerakan 30 September 1965 atau dikenal G30/S PKI.

Dengan lahirnya Supersemar, maka terjadilah peralihan dari pemerintahan Orde Lama oleh Presiden Soekarno menuju pemerintahan Orde Baru oleh Presiden Soeharto.

Sejarah SUPERSEMAR

Sejarah Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar diawali dengan munculnya peristwa 30 September 1965. Dimana, kelompok yang menamakan dirinya Gerakan 30 September telah membunuh enam jenderal senior angkatan darat dan merebut kendali sementara di beberapa bagian pusat Jakarta juga mengeluarkan sejumlah keputusan atas Radio Republik Indonesia.

Berlarutnya penanganan kasus ini juga berbuntut pada posisi formal Soekarno sebagai presiden negara yang mulai menurun. Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) dan angkatan bersenjata dalam beberapa bulan berikutnya mengambil inisiatif untuk menindaklanjuti kasus besar ini.

Gelombang demontrasi juga mulai merebak saat pemerintah melakukan rapat kabinet. Demonstrasi mahasiswa yang dilindungi tentara yang belakangan diketahui bahwa ini dari Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat mengepung istana presiden di Jakarta. Atas situasi ini, Soekarno disarankan untuk meninggalkan pertemuan menuju ke Istana Bogor, dengan helikopter.

Baca juga: Sejarah Serangan Umum 1 Maret

Di Istana Bogor, presiden Soeharto menerima tiga jenderal TNI, Mayjen TNI Basuki Rahmat, Menteri Urusan Veteran, Brigjen TNI Jenderal M. Jusuf, Menteri Perindustrian Dasar, dan Brigjen TNI Amirmachmud, Panglima Komando Daerah Militer V/Jaya. Dari pertemuan tersebut, Soekarno menandatangani Surat perintah tersebut dan meminta para Jenderal yang datang untuk menyampaikan surat tersebut kepada Soeharto.

Dengan Supersemar yang diterimanya, keesokan harinya Soeharto menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya untuk melarang PKI, dan pada tanggal 18 Maret, lima belas menteri loyalis Soekarno ditangkap. Soeharto mengubah komposisi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan setahun kemudian, pada Maret 1967, MPRS memilih untuk mencabut kekuasaan Soekarno dan menunjuk penjabat presiden Soeharto.

Pada tahun 1968, MPRS menghapus kata ‘penjabat’ dan lebih dari dua tahun setelah peristiwa September 1965 Soeharto menjadi presiden Indonesia. Proses pengalihan kursi kepresidenan dari Soekarno ke Soeharto memakan waktu selama dua tahun. Soeharto tetap berkuasa sebagai presiden sampai dia mengundurkan diri selama krisis politik di Indonesia pada Mei 1998.

Isi SUPERSEMAR

Surat Perintah 11 Maret atau SUPERSEMAR memiliki beberapa versi, yakni Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg) dan Akademi Kebangsaan. Dari ketiga versi tersebut tidak satupun merupakan versi asli. Namun berikut isi supersemar yang diakui oleh pemerintahan Orde Baru.

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Tujuan SUPERSEMAR

Supersemar memiliki tujuan untuk mengatasi situasi yang ada pada saat itu. Presiden Soeharto mengambil sejumlah keputusan melalui SK Presiden Nomor 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR. Keputusan tersebut berisi tujuan Supersemar, diantaranya:

  1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
  2. Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau pun mendukung G30S/PKI
  3. Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.