Berikut ini komoditas perdagangan bebas yang diikuti oleh indonesia yaitu

Profil Menteri

Tentang Kami

Struktur Organisasi

AKIP

Kinerja

Lembar Informasi

Perwakilan

Pasar bebas untungkan Indonesia

Berikut ini komoditas perdagangan bebas yang diikuti oleh indonesia yaitu
Berikut ini komoditas perdagangan bebas yang diikuti oleh indonesia yaitu

Keterangan gambar,

Pengusaha lokal khawatirkan produk Cina ambil alih pasar

Upaya mengkampanyekan pemberlakuan pasar bebas ASEAN-Cina terus dilakukan pemerintah Indonesia.

Meski mengajukan permintaan untuk merundingkan kembali sejumlah pasal kesepakatan perjanjian perdagangan non-tarif, pemerintah mengatakan pasar terbuka ASEAN-Cina tetap berlaku.

Menteri Perdagangan Mari Pangestu kepada berbagai media di Jakarta menegaskan, pelaksanaan pasar bebas ini akan menguntungkan ekspor dan investasi di Indonesia.

"Kita jangan hanya melihat bilateral trade balance-nya. Yang terjadi adalah kita mengimpor bahan baku dari Cina, profil impor kita dari Cina itu banyak bahan baku. Diolah disini untuk pasar dalam negeri dan untuk ekspor, dan ekspornya belum tentu ke Cina, melayani juga kawasan ASEAN," jelas Mari Pangestu.

Menurut Mari disini Indonesia bisa berperan memperluas produk dan pasar ekspornya.

Pasar bebas ASEAN-Cina yang mulai berlaku sejak 1 Januari lalu, menurut Menteri Perdagangan, juga akan membuat Indonesia menarik bagi investasi Cina karena perluasan pasar meliputi seluruh negara ASEAN ditambah Cina.

Mari mencontohkan produk ekspor seperti olahan kelapa sawit (CPO), kakao, hasil industri manufaktur serta pakaian jadi, sebagai jenis komoditas tanpa tarif yang akan membuat Indonesia memetik keuntungan lebih terkait pemberlakuan pasar bebas ini.

Kajian menguntungkan

Sebuah kajian yang dilakukan lembaga peneliti ekonomi Danareksa Research Institute menunjukan, Indonesia akan lebih diuntungkan bila ikut perdagangan bebas ASEAN-Cina dibanding bila menangguhkan perjanjian tersebut.

Ekonom Kepala Danareksa Yudi Sadewa mengatakan kajian didasarkan pada simulasi yang meletakkan Indonesia pada posisi pasar terbuka dengan ASEAN-Cina, pasar terbuka dengan ASEAN saja, serta tidak ikut pasar terbuka dengan ASEAN maupun Cina.

Kesimpulannya, menurut Yudi Indonesia diuntungkan dalam dua skenario simulasi pertama, namun tanpa pasar terbuka dengan Cina keuntungan Indonesia lebih sedikit.

"Kita akan rugi di pasar Cina karena barang kita kesana dikenakan tarif, sementara dari negara tetangga lain yang barangnya bersaing head to head dengan barang kita bebas tarif," kata Yudi Sadewa.

Menurut hitungan Danareksa, kerugian itu bisa mencapai 435 juta dollar As dalam bentuk penurunan ekspor Indonesia ke Cina.

Sebaliknya bila pasar bebas baik dengan ASEAN maupun Cina diikuti, menurut Yudi Sadewa, Indonesia berpeluang memperoleh kenaikan nilai ekspor lebih dari US$1, 3 miliar.

Runding Ulang

Menjawab berbagai kritik terhadap pasar bebas yang dinilai belum siap dihadapi Indonesia, Mendag Mari Pangestu menyatakan pemerintah akan mengambil berbagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing serta pengamanan pasar dan produk Indonesia.

Berikut ini komoditas perdagangan bebas yang diikuti oleh indonesia yaitu
Berikut ini komoditas perdagangan bebas yang diikuti oleh indonesia yaitu

Keterangan gambar,

Indonesia tawarkan tarif nol persen untuk sepeda motor Cina

Pemerintah antara lain, sebagaimana diumumkan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, akan merundingkan kembali pelaksanaan perdagangan tanpa tarif dengan Cina menyangkut 228 komoditas yang dikhawatirkan akan melemahkan industri dalam negeri.

Namun permintaan runding ulang tidak bsia diajukan begitu saja ditengah kesepakatan yang sudah berjalan.

Sebagai imbalannya, pemerintah antara lain berniat menawarkan dimasukkannya komoditas sepeda motor asal Cina dalam daftar tarif nol persen.

Sepeda motor sebenarnya belum masuk daftar sekitar tujuh ribu komoditas tanpa bea yang disepakati Cina-Indonesia.

Pasar bebas sepeda motor baru dirancang berlaku efektif tahun 2020.

Sebutkan organisasi-organisasi dunia yang diikuti Indonesia di era pasar bebas saat ini!

Perjanjian perdagangan tersebut memungkinkan Indonesia untuk memperoleh manfaat dari pemberlakuan tarif preferensi, misalnya untuk menekan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing industri.

Peradaban semakin berkembang di setiap lini kehidupan. Hal ini juga seakan menuntut proses adaptif agar bisa menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Begitu pun dengan dunia perekonomian. Seperti diketahui, Indonesia telah melakukan perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan sejumlah negara.

Perjanjian perdagangan tersebut memungkinkan Indonesia untuk memperoleh manfaat dari pemberlakuan tarif preferensi, misalnya untuk menekan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing industri.

Dikutip dari situs resmi Bea Cukai Indonesia, tarif preferensi merupakan tarif bea masuk (BM) berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai penetapan tarif BM berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Besaran tarif preferensi dapat berbeda dari tarif BM yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN), seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 14 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia N0 229/PMK 04/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional. 

Dikutip dari Pasal 2 ayat 2 PMK tersebut, FTA yang diikuti oleh Indonesia adalah sebagai berikut.

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA)
  2. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA)
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)
  5. ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA)
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA)
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA)
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)

Barang Impor yang Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi

Tarif preferensi dapat diberikan terhadap:

  1. Impor barang untuk dipakai
  2. Impor barang untuk dipakai dari tempat penimbunan berikat (TPB), yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan tarif preferensi
  3. Impor barang untuk dipakai dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke pusat logistik berikat (PLB) telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan tarif preferensi; atau
  4. Pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebaske tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP), sepanjang:
  1. Bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar daerah pabean;
  2. Pada saat pemasukan barang ke kawasan bebas telah mendapat persetujuan penggunaan tarif preferensi, dan
  3. Dilakukan oleh pengusaha di kawasan bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan tarif preferensi.

Importir yang Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi

Tarif preferensi dapat diberikan kepada:

  1. Importir perseorangan atau badan hukum
  2. Penyelenggara/pengusaha TPB
  3. Penyelenggara/pengusaha PLB, atau
  4. Pengusaha di kawasan bebas

Tarif preferensi yang diberikan masing-masing FTA dapat diihat pada PMK berikut ini:

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement(ATIGA): PMK Nomor 25/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN Trade in Goods Agreement
  2. ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA): PMK Nomor 26/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area( AKFTA): PMK Nomor 24/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-KOREA Free Trade Area
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA): PMK Nomor 30/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi dan PMK Nomor 31/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan Skema User Specific Duty Free Scheme dalam Rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi
  5. ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA): PMK Nomor 27/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-India Free Trade Area
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA): PMK Nomor 28/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA): PMK Nomor 29/PMK.010/2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP): belum ada PMK Tarif untuk AJCEP

Syarat agar Barang Impor Bisa Mendapatkan Tarif Preferensi

Agar dapat diberikan tarif preferensi, barang yang diimpor harus memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin) yang dibuktikan dengan Certificate of Origin pada saat importasi.

Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA (IPSKA) yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam SKA dimaksud dapat diberikan tarif preferensi.

Selain SKA yang diterbitkan oleh IPSKA, ketentuan asal barang dapat pula dibuktikan dengan:

  1. Invoice Declaration yang diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter) yang telah disertifikasi oleh IPSKA untuk menjalankan skema Self Certification (Sertifikasi Mandiri). Dengan Sertifikasi Mandiri, Eksportir Bersertifikat dapat menerbitkan invoice yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam invoice dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi.
  2. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D (e-Form D) yang merupakan SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar-Negara Anggota ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW) sesuai dengan ketentuan mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi sebagaimana diatur dalam e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline.
  3. Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin) atau Movement Certificate yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.

Ketentuan asal barang (Rules of Origin) merupakan ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Ketentuan asal barang (Rules of Origin) yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tarif preferensi, yaitu:

  1. Kriteria asal barang (origin criteria)
  2. Kriteria pengiriman (consignment criteria), dan
  3. Ketentuan prosedural (procedural provisions).

Syarat Suatu Barang untuk Mendapatkan Status Originating/Memenuhi Kriteria Origin

Kriteria asal barang yang harus dipenuhi agar dapat diberikan tarif preferensi meliputi:

  1. Barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu negara anggota (wholly obtained atau wholly produced); atau
  2. Barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu negara anggota (not wholly obtained atau not wholly produced) yang mencakup:
  • Barang yang diproduksi di negara anggota dengan hanya menggunakan bahan originating yang berasal dari satu atau lebih negara anggota;
  • Barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating dengan hasil akhir memiliki kandungan regional atau bilateral yang mencapai sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase; atau kandungan bahan non-originating yang tidak melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase
  • Barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating dan seluruh bahan non-originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi (Change in Tariff Classification/CTC) yang meliputi Change in Chapter(CC); Change in Tariff Heading(CTH); atau Change in Tariff Sub Heading(CTSH); dan/atau
  • Barang yang termasuk dalam daftar Product Specific Rules (PSR) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.

Barang yang Dikategorikan sebagai Wholly Obtained/Produced

  1. Tanaman dan produk tanaman
  2. Binatang hidup yang lahir dan dibesarkan di satu negara anggota pengekspor
  3. Produk yang diperoleh dari binatang hidup di satu negara anggota pengekspor
  4. Hasil perburuan, perangkap, pemancingan, pertanian dan peternakan, budidaya air, pengumpulan atau penangkapan yang dilakukan di satu negara anggota pengekspor
  5. Mineral dan produk alam lainnya
  6. Hasil penangkapan ikan di laut yang diambil oleh kapal yang terdaftar di satu negara anggota dan berbendera negara tersebut, dan produk lain yang diambil dari perairan, dasar laut, atau di bawahnya di luar wilayah perairan teritorial (misal Zona Ekonomi Eksklusif) negara anggota, sepanjang negara anggota memiliki hak untuk mengeksploitasi perairan, dasar laut dan di bawahnya tersebut sesuai dengan hukum internasional;
  7. Hasil penangkapan ikan di laut dan produk laut lainnya dari laut lepas oleh kapal yang terdaftar di satu negara anggota dan berbendera negara anggota tersebut
  8. Produk yang diproses dan/atau dibuat di kapal pengolahan hasil laut (factory ship) yang terdaftar di satu negara anggota dan berbendera negara anggota, hanya dari produk sebagaimana dimaksud pada huruf g
  9. Barang yang dikumpulkan, tidak dapat lagi berfungsi sesuai fungsinya semula, tidak dapat dikembalikan kepada fungsi semula atau tidak dapat diperbaiki dan hanya cocok untuk dibuang atau digunakan sebagai bahan baku, atau untuk tujuan daur ulang
  10. Sisa dan scrap yang berasal dari proses produksi di satu negara anggota pengekspor; atau barang bekas yang dikumpulkan di satu negara anggota pengekspor, asalkan barang tersebut hanya cocok untuk diambil bahan mentah; dan
  11. Barang yang diproduksi atau diperoleh di satu negara anggota pengekspor dari produk sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai huruf  j.

Apabila transit/transhipment barang dimaksud dilakukan semata-mata untuk alasan geografis atau pertimbangan khusus terkait persyaratan pengangkutan; barang tersebut tidak diperdagangkan atau dikonsumsi di negara tujuan transit dan/atau transshipment; atau tidak mengalami proses produksi selain bongkar muat dan tindakan lain yang diperlukan untuk menjaga agar barang tetap dalam kondisi baik, maka untuk memenuhi kriteria pengiriman agar SKA-nya dapat diterima dan diberikan tarif preferensi, maka importir harus menyerahkan dokumen yang membuktikan bahwa barang yang diimpor telah memenuhi kriteria pengiriman (consignment criteria) kepada Pejabat Bea dan Cukai.

Surat Keterangan Asal diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA (IPSKA). Dalam hal SKA berupa invoice declaration, yang menerbitkannya adalah Eksportir Bersertifikat yang telah disertifikasi IPSKA.

Form SKA yang digunakan di masing-masing FTA yang diikuti Indonesia

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA): Form D atau e-Form D
  2. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA): Form E
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA): Form AK
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA): Form IJEPA/JIEPA
  5. ASEAN-India Free Trade Area (AIFTA): Form AI
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA): Form AANZ
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA): Form IP
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership(AJCEP): Form AJ

Cara Meng-klaim Tarif Preferensi untuk Barang Impor

Agar bisa mendapatkan tarif preferensi, importir wajib:

  1. Menyerahkan lembar asli SKA atau Invoice Declaration
  2. Mencantumkan kode fasilitas secara benar, sesuai dengan skema perjanjian atau kesepakatan internasional yang digunakan; dan
  3. Mencantumkan nomor dan tanggal SKA atau Invoice Declaration pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dengan benar.

Adapun jangka waktu penyerahan lembar asli SKA atau Invoice Declaration bagi importir adalah sebagai berikut:

  1. Importir jalur kuning atau jalur merah: paling lambat pada pukul 12.00 pada hari (untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu atau hari kerja berikutnya untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu, terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).
  2. Importir jalur hijau: paling lambat 3 (tiga) hari (untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu) atau 3 (tiga) hari kerja berikutnya (untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu), terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
  3. Importir yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO): paling lambat 5 (lima) hari (untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu) atau 5 (lima) hari kerja berikutnya (untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu), terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).
  4. Penyelenggara/Pengusaha TPB: paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) atau paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha TPB telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atauAuthorized Economic Operator(AEO).
  5. Penyelenggara/Pengusaha PLB: paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) atau paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dalam hal Penyelenggara/Pengusaha PLB telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan atauAuthorized Economic Operator (AEO).
  6. Pengusaha di Kawasan Bebas: paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

Untuk importasi yang menggunakan skema e-Form D, wajib mencantumkan kode fasilitas secara benar serta nomor dan tanggal e-Form D pada:

  1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
  2. Pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di TPB
  3. Pemberitahuan pabean impor untuk ditimbun di PLB; atau
  4. PPFTZ-01pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean.

Apabila terjadi gangguan atau kegagalan sistem, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta hasil cetak atau pindaian e-Form D kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, atau pengusaha di Kawasan Bebas yang wajib disampaikan paling lambat pada pukul 12.00 pada hari (untuk Kantor Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu atau hari kerja berikutnya untuk Kantor Pabean yang belum ditetapkan sebagai Kantor Pabean yang memberikan pelayanan kepabeanan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu.

Berbagai singkatan :

Berikut ini komoditas perdagangan bebas yang diikuti oleh indonesia yaitu
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1562135443_Capture.JPG" />

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id