Berikut ini kitab yang diturunkan kepada kaum bani israil ….pilih 2 jawaban yang benar

OLEH HASANUL RIZQA

Tak sedikit ayat Alquran yang membicarakan tentang Bani Israil. Israil sendiri adalah nama lain dari Nabi Ya'qub AS, yakni putra Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim AS.Dengan demikian, Bani Israil berarti keturunan Nabi Ya'qub AS.

Mereka pada mulanya sempat menghuni Mesir. Kisahnya berawal dari Nabi Yusuf, seorang putra Nabi Ya'qub. Setelah melalui berbagai cobaan, sosok yang terkenal rupawan itu akhirnya menduduki jabatan penting di Mesir. Sesudah itu, ia kembali berjumpa dengan ayahnya tercinta. Begitu pula saudara-saudara yang dahulu menjerumuskannya ke dalam bahaya --tetapi kemudian Yusuf memaafkannya.

Zaman berganti. Bani Israil akhirnya menjadi kaum yang tersingkir di Mesir. Mereka bahkan dipekerjakan bak budak oleh penguasa setempat. Allah SWT mengutus Nabi Musa untuk meneguhkan tauhid dan membebaskan Bani Israil dari penindasan Fir'aun.

Akan tetapi, kaum Nabi Musa itu memiliki suatu watak yang buruk, yakni enggan bersyukur. Padahal, berkali-kali Allah SWT menganugerahkan nikmat dan perlindungan kepada mereka melalui Nabi Musa AS. Bukannya semakin taat, tak sedikit dari mereka yang malahan membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.

Kaum Nabi Musa itu memiliki suatu watak yang buruk, yakni enggan bersyukur.

Puncaknya, mereka minta kepada Nabi Musa agar dibuatkan patung sapi. Rupanya, mereka tak bisa lepas dari kebiasaan masyarakat Mesir yang gemar menyembah berhala. Ketika Nabi Musa sedang bermunajat di Thur Sina selama 40 hari, kaumnya yang durhaka justru berpesta pora sembari memuja patung anak sapi.

Mereka mengabaikan nasihat Nabi Harun, saudara Nabi Musa yang kepadanya amanat kepemimpinan dititipkan untuk sementara. Alhasil, begitu sang kalimullah itu kembali, ia mendapati kaumnya telah jauh dalam kesesatan. Saking kesalnya, Nabi Musa membanting batu yang dibawanya dari hasil bermunajat kepada Allah di gunung tersebut.

Musyrik merupakan suatu dosa yang amat besar. Bagaimanapun, perbuatan itu justru tak menjadi pengingat bagi mereka. Tampaklah satu watak lagi yang ditunjukkan Bani Israil yakni lupa diri.

Suatu ketika, Allah SWT menyuruh Nabi Musa AS untuk mengajak kaumnya agar bertolak menuju Yerusalem. Daerah itu disebut sebagai tanah yang dijanjikan Rabb semesta alam bagi mereka. Waktu itu, Yerusalem sedang diduduki suatu bangsa yang terkenal kuat dan tangguh.

Jawaban Bani Israil atas seruan Nabi Musa AS diabadikan dalam Alquran, surah al-Maidah ayat 24. Artinya, "Mereka berkata, 'Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja'."

Terhadap kekurangajaran kaumnya itu, Nabi Musa lantas bermohon kepada Allah. "Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu." (QS al-Maidah: 25).

Allah Ta'ala kemudian menghukum Bani Israil. Mereka dibiarkan tersesat, berputar-putar tanpa arah di Gurun Sinai selama 40 tahun. Mereka tak bisa kembali ke Mesir, tidak pula keluar menuju Yerusalem. Dalam periode itu pula, generasi lama digantikan yang baru. Dengan pimpinan generasi yang lebih muda itulah, mereka akhirnya bisa keluar dari padang pasir tersebut.

Mereka dibiarkan tersesat, berputar-putar tanpa arah di Gurun Sinai selama 40 tahun.

Selain melawan langsung (perintah) nabi, sifat lainnya dari Bani Israil ialah gemar bertanya yang menyulitkan diri mereka sendiri. Contohnya, suatu ketika mereka diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih seekor sapi betina. Bukannya langsung melaksanakan perintah, mereka justru bertanya lebih lanjut tentang ciri-ciri sapi tersebut.

Maka, disampaikanlah bahwa usia sapi tidak boleh terlalu tua atau terlalu muda. Pertanyaan kembali mereka ajukan, kali ini tentang warna sapi. Disampaikanlah bahwa warnanya kuning tua, dan tidak pernah dipakai tenaganya untuk membajak.

Nabi Musa menyuruh mereka untuk segera melaksanakan apa yang telah diperintahkan. Alhasil, karena banyak bertanya mereka merasa kesulitan mencari jenis sapi yang dimaksud. Allah menghendaki kemudahan, tetapi mereka sendiri mempersulit keadaan. Itulah sifat Bani Israil yang diabadikan dalam surah al-Baqarah ayat 67-71.

Masih ada lagi berbagai karakteristik Bani Israil yang patut menjadi pelajaran orang-orang beriman. Alquran menyebut mereka sering mengingkari ayat-ayat-Nya. Para tokoh mereka mengubah ketentuan yang telah digariskan-Nya. Yang halal dikatakan haram. Yang haram dibilang sebagai halal. Ayat-ayat Allah SWT dipermainkan seturut hawa nafsu mereka.

Yang halal dikatakan haram. Yang haram dibilang sebagai halal.

Lebih buruk lagi, mereka pun terbiasa membunuh para nabi Allah yang mulia hanya karena syiarnya tak sesuai dengan kebiasaan hidupnya (QS Ali Imran: 112). Dalam sejarah, nabi yang menjadi korban keganasan kaum ini antara lain adalah Nabi Zakaria dan Nabi Yahya.

Nabi Isa AS pun sempat menjadi target kekejian mereka. Akan tetapi, Allah SWT mengangkat putra Maryam itu ke langit. Yang berhasil mereka bunuh hanyalah orang yang penampakannya diserupakan oleh Allah seperti Nabi Isa. Rasul yang termasuk ulul azmi itu tidak dibunuh dan tidak pula disalib oleh mereka (QS an-Nisa: 157-158).

Allah menyebutkan, letak kemuliaan dan keunggulan Bani Israil atas umat-umat yang lainnya, ketika taat pada Allah dan ajaran para nabi 

Hidayatullah.com | SAMPAI hari ini, orang  Yahudi percaya bahwa dirinya percaya jika secara genetik bangsa Yahudi paling unggul, dengan mengklaim memiliki tingkat kecerdasan intelektual atau IQ (intelligence quotient) sangat tinggi, dibandingkan bangsa lain di dunia. Tidak heran kalau orang Yahudi menyebut suku bangsa lain sebagai goyim (bahasa Ibrani) yang artinya bangsa-bangsa lain diciptakan Tuhan Allah hanya untuk melayani kepentingan Yahudi belaka.

Goyim atau gentiles adalah sebutan bangsa Yahudi untuk orang non-Yahudi. Dalam Kitab Talmud–kitab suci orang Yahudi sebagai perubahan Kitab Taurat–telah disebutkan bahwa perbedaan antara Yahudi dengan Goyim ibarat ketidaksamaan antara manusia dengan binatang.

Tafsir An-Najah kali ini akan membahas Surat Al-Baqarah ayat 47, yang membahas nikmat Allah yang diberikan pada Bani Israel namun mereka berkhianat.

يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتِيَ ٱلَّتِيٓ أَنۡعَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ وَأَنِّي فَضَّلۡتُكُمۡ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِين

“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS: al-Baqarah {2} : 47).

Beberapa Pelajaran dari ayat di atas:

Pelajaran Pertama: Allah memperingatkan nikmat yang diberikan pada Bani Israel

Pada ayat di atas Allah Subhanahu wa ta’ala mengingatkan untuk kesekian kalinya kepada Bani Israil, terutama yang hidup pada Zaman Nabi Muhammad ﷺbegitu juga kepada generasi sesudahnya, akan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa ta’ala yang diberikan kepada nenek moyang mereka.

Hal itu karena nikmat nenek moyang merupakan nikmat anak keturunan mereka juga, kejayaan nenek moyang merupakan kejayaan anak keturunan mereka juga.

Kemudian timbul suatu pertanyaan: mengapa Allah Subhanahu wa ta’ala secara terus menerus mengingatkan Bani Israil akan nikmat-nikmat-Nya yang diberikan kepada mereka? Padahal pada ayat-ayat sebelumnya Allah juga telah mengingatkan hal itu?

Jawabannya adalah:

(a). Nikmat yang diingatkan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Bani Israil pada ayat-ayat sebelumnya adalah nikmat yang masih umum, maka perlu diingatkan kepada mereka akan nikmat yang lebih terperinci lagi.

(b). Semakin banyak seseorang atau sekelompok orang mengingat nikmat Allah, semakin pula mendorong mereka untuk segera melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya, karena seseorang yang masih mempunyai hati bersih tentunya akan berusaha membalas jasa-jasa, paling tidak berterima kasih kepada siapa saja yang pernah berbuat baik kepadanya.

Tentunya balasan terima kasih itu akan besar dan luar biasa manakala yang dibalas dan disyukuri itu adalah Dzat Yang menciptakannya, menghidupkannya, merawatnya, memberikan rezeki kepadanya, melindunginya dari segala marabahaya, memberikannya anak, jabatan, kesehatan dan yang paling penting: memberikan kepadanya Hidayah dan Taufik sehingga menjadi Orang Islam yang patuh terhadap perintah-perintah-Nya.

(c). Nikmat ini terus saja diulang-ulang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala agar mereka terpacu dan terdorong untuk segera beriman kepada Nabi Muhammad ﷺdan beriman kepada apa yang dibawanya, yaitu al-Qur’an.

(d).  Nikmat ini diulang-ulang agar mereka senantiasa mengingatnya dan diharapkan bisa mensyukurinya, dan tidak dengki dan iri kepada nikmat yang diberikan kepada  Bangsa Arab dengan diutusnya Nabi akhir zaman bukan dari mereka.

Point ini sangat penting untuk diungkap, karena banyak dari kita yang terus menerus merasa iri, bahkan tidak sedikit yang dengki dengan nikmat yang didapatkan oleh saudaranya atau tetangganya, atau teman kerjanya. Padahal, kalau dia mau melihat dan merenungi nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, seperti kesehatan, kecukupan dalam harta, istri yang shalihah, anak yang sehat dan sempurna, tentunya dia tidak akan merasa iri apalagi dengki dengan nikmat yang didapat oleh saudaranya.

(e). Jika seseorang semakin sering mengingat nikmat yang diberikan kepadanya niscaya akan membuatnya untuk mencintai Sang Pemberi nikmat, sebagaimana yang ditulis oleh Mansyur al-Waraq dalam salah satu Syairnya :

تعصي الإله وأنت تُظهر حبَّه … هذا لَعمري في القياس بديعُ

لو كان حُبّك صادقاً لأطعته … إن المحِب لمن يُحب مُطيع

“Engkau selalu bermaksiat kepada Allah, tetapi tetap saja engkau berpura-pura mencintai-Nya,

Perbuatan seperti ini sungguh tidak sesuai dengan qiyas.

Seandainya cintamu benar, pasti engkau akan mentaati-Nya,

Karena sesungguhnya orang yang cinta itu pasti mentaati sesuatu yang dicintainya.”

Pelajaran Kedua:  Kemuliaan Bani Israel saat taat kepada Allah

Salah satu nikmat agung yang diberikan kepada Bani Israil adalah Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan mereka umat yang mempunyai derajat yang tinggi di atas umat-umat yang lainnya. Tetapi perlu diketahui bahwa nikmat ini hanya diberikan kepada nenek moyang mereka, yaitu Para Pengikut Nabi Musa Alaihi as-Salam yang masih taat dengan perintah Allah dan perintah Nabi Musa Alaihi as Salam, begitu juga Para Pengikut Nabi-Nabi Bani Israel sesudah Nabi Musa Alaihi as Salam.

Sebagaimana yang disebutkan Allah sendiri dalam salah satu firman-Nya :

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنبِيَاء وَجَعَلَكُم مُّلُوكًا وَآتَاكُم مَّا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِّن الْعَالَمِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain.”  (QS: al-Maidah {5} : 20).

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman :

وَلَقَدِ اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka (Bani Israil) dengan pengetahuan (Kami) atas umat-umat lain.” (QS: ad-Dukhan {44} : 32).

Mulia saat berpegang ajaran Nabi

Dari ayat di atas, bisa kita ketahui bahwa letak kemuliaan dan keunggulan Bani Israil atas umat-umat yang lainnya, karena mereka mempunyai Nabi-nabi dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Para Nabi tersebut. Dan ketika mereka tidak taat lagi dengan Para Nabi, maka keutamaan dan keunggulan tersebut dengan sendirinya telah hilang dari diri mereka, termasuk dari diri Bani Israil yang hidup pada Zaman Nabi Muhammad ﷺ.

Mengapa begitu?

Karena Para Nabi Bani Israil seperti Nabi Musa dan Nabi Isa telah memberitahukan kepada umatnya sebagaimana yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil bahwa akan datang Nabi Akhir Zaman yang berasal dari Bangsa Arab sebagai penerus dan penutup Para Nabi yang berasal dari Bani Israil, maka hendaknya seluruh Bani Israil yang menemui Nabi tersebut untuk beriman kepada-nya. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS: al-A’raf {7} : 187)

Dalam Surat as-Shaff disebutkan juga :

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُم مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِن بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءهُم بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ

“Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”  (QS:. as-Shaff {61} : 6)

Bahkan dalam Injil Barnabas disebutkan: “Maka Allah menutup hijabnya dan diusir keduanya oleh Mikail dari Surga Firdaus. Kemudian Adam menengok dan melihat di atas pintu ada tertulis ‘Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasullullah.” (41:29-30).

Dalam Injil Lukas tertulis : “Puji Tuhan (Allah) di tempat yang tinggi dan di bumi keselamatan (Islam) dan bagi manusia ‘Ahmad’.” (2:14).* (BERSAMBUNG) <<<Allah tetapkan Muslim sebagai umat Terbaik>>>

Rep: Admin Hidcom
Editor: Bambang S