Jelaskan efektivitas PENANGGULANGAN KEMISKINAN di Indonesia selama ini

MEMAHAMI KEMBALI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Oleh: Trimo Yulianto

Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berjalannya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Britha Mikelsen, 2003). Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh orang miskin tersebut, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya (Soegijanto Soegijoko, 1997).

Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan. Penyebab timbulnya kemiskinan berasal dari dalam dan dari luar penduduk miskin. Penyebab dari dalam diantaranya rendahnya kualitas sumber daya manusia dan sikap individu tersebut. Sedangkan penyebab dari luar adalah keterbatasan sumber daya alam, tatanan sosial dan kelembagaan dalam masyarakat, kebijakan pembangunan, kesempatan kerja yang terbatas dan persaingan yang menyebabkan terpinggirnya penduduk miskin.

Jenis kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan pola waktunya yaitu: (1) persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi; (2) cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. (4) accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.

Kemiskinan juga dapat dibedakan melalui perbandingan dengan suatu ukuran tertentu atau dengan anggota/kelompok masyarakat lainnya. Ukuran kemiskinan absolut dengan menggunakan garis kemiskinan atau kondisi kondisi tertentu yang mencerminkan situasi kemiskinan. Sedangkan ukuran kemiskinan relatif dengan membandingkan dengan jumlah keseluruhan kelompok dan dapat digambarkan melalui Kurva Lorentz dan menggunakan Gini Ratio untuk mengetahui besarnya kesenjangan.

Strategi pengentasan kemiskinan yang dikemukakan oleh Bank Dunia, bahwa setiap dekade strategi pengentasan kemiskinan mengalami perkembangan mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengembangan kesehatan dan pendidikan, perlindungan sampai dengan pemberdayaan kaum miskin. 

Strategi memerangi kemiskinan yang dikemukakan oleh Gunnar Adler Karlsson yang dikutip Andre Bayo Ala (1981) meliputi: (1) strategi dalam jangka pendek yaitu memindahkan sumberdaya-sumberdaya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai. Perbaikan keadaan kemiskinan dalam jangka pendek diantaranya menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusinya; (2) Strategi jangka panjang dengan menumbuhkan swadaya setempat. Perbaikan dalam jangka panjang dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individual dan sosial yang bermartabat.

Strategi Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dapat dibagi menjadi dua bagian besar, pertama melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara, dan kedua membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: (1) penyediaan kebutuhan pokok; 2) pengembangan sistem jaminan sosial; dan 3) pengembangan budaya usaha. Selain itu penduduk miskin mempunyai strategi sendiri untuk menanggulangi kemiskinannya. Strategi yang ditempuh yaitu dengan pinjam dari lembaga informal, menambah jam kerja, anggota keluarga ikut bekerja, merantau atau berhemat. 

Konsep kebijakan yang digunakan pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan tradisi dan pendekatan perencanaan yang melandasinya. Tradisi perencanaan menurut John Friedmann setidaknya terdiri empat tipe yaitu: (1) perencanaan sebagai reformasi sosial (social reform), bahwa negara menyusun dan merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan untuk diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat; (2) perencanaan sebagai analisis kebijakan (policy analysis), bahwa para penentu kebijakan (pemerintah dan pihak terkait lainnya) berdasarkan analisis data yang ilmiah menyusun dan merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat; (3) perencanaan sebagai pembelajaran sosial (social learning), bahwa pengetahuan perencanaan diperoleh lewat pengalaman dan disempurnakan lewat praktik (learning by

doing), perencanaan serta pelaksanaan pembangunan dijalankan bersama-sama dengan masyarakat dengan bimbingan dari ahli; dan (4) perencanaan sebagai mobilisasi sosial (social mobilization), bahwa perencanaan pembangunan harus dilaksanakan oleh masyarakat dan digerakkan dengan berbagai konsep/ideologi yang sudah tertanam di dalam jiwa dan kebudayaan mereka.

Sedangkan jenis-jenis program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah dapat dilihat berdasarkan model pembangunan yang mendasari program-program tersebut untuk melihat titik berat strategi yang dijalankan program tersebut. Model pembangunan yang dianut negara berkembang secara garis besar terbagi dalam empat model pembangunan. Model pembangunan I menitik beratkan pada pertumbuhan pendapatan nasional. Model pembangunan II menitikberatkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok/dasar. Model pembangunan III berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam menentukan kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan. Sedangkan

model pembangunan IV menitikberatkan pada peningkatan daya saing untuk menghadapi era globalisasi dan era otonomi daerah.

Evaluasi terhadap program pengentasan kemiskinan diantaranya dapat dilakukan terhadap pendekatan perencanaan, model pembangunan yang digunakan dan pelaksanaan program tersebut. Kriteria yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pengentasan kemiskinan meliputi: penentuan sasaran dan data yang digunakan untuk menentukan sasaran; peranan pemerintah daerah, masyarakat umum dan penerima sasaran program; dan implementasi program di tingkat pemerintah dan masyarakat.

*) Trimo Yulianto

Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Poso

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah

Disclaimer:

Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak merepresentasikan sikap atau pendapat tempat penulis bekerja

Oleh: K.H Ma’ruf Amin

Wakil Presiden RI/ Ketua Dewan Pembina PP MES

Penanggulangan kemiskinan selalu menjadi fokus utama dalam pembangunan. Indonesia sendiri berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dari kisaran 40 persen pertengahan 1970-an hingga 9,22 persen di 2019. Selama kurun waktu tersebut, tingkat kemiskinan sempat mengalami peningkatan terutama saat krisis 1997-1998 dan 2006-2007.

Hal sama terjadi saat pandemi Covid-19, di mana tingkat kemiskinan meningkat menjadi 9,78 persen pada Maret 2020 dan 10,19 persen pada September 2020. Tren penurunan angka kemiskinan empat dekade terakhir yang disertai peningkatan kemiskinan pada beberapa periode “krisis” menunjukkan bahwa masalah kemiskinan dan kesejahteraan sangat dinamis. Selain itu, isu kemiskinan juga bersifat multidimensi, yakni bukan semata terkait keterbatasan ekonomi, tetapi juga kurangnya akses ke pendidikan serta kesehatan, dan dimensi lain.

Karenanya penanganan kemiskinan harus multisektoral. Ini alasan utama dibentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sejak 2010, yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden dengan para menteri lintas sektor sebagai anggotanya.

Mengukur kemiskinan

Kemiskinan diukur dengan membandingkan nilai konsumsi kebutuhan makanan dan non-makanan per kapita dengan garis kemiskinan. Jika konsumsi per kapita suatu rumah tangga lebih rendah dari garis kemiskinan, maka ia masuk kategori miskin. Indonesia melakukan perhitungan kemiskinan dengan pendekatan biaya kebutuhan dasar (cost of basic needs) makanan dan non-makanan.

Penghitungan kebutuhan makanan disetarakan dengan asupan gizi minimal 2.100 kilokalori/kapita/hari. Sedangkan, pengeluaran non-makanan mencakup pengeluaran untuk perumahan, sumber energi, transportasi, pendidikan, kesehatan, dan sejumlah kebutuhan lainnya.

Secara global, penghitungan garis kemiskinan bersandar pada konsep paritas daya beli (PPP) yang dapat terbandingkan antar negara, sehingga nilai tukar yang digunakan bukan nilai tukar yang berlaku di pasar. Perhitungan dan perbandingan tingkat kemiskinan global ini menggunakan definisi kemiskinan ekstrem sesuai standar Bank Dunia dan PBB yang setara 1,9 dollar AS PPP. Penggunaan konsep PPP ini untuk memperoleh garis kemiskinan yang setara (welfare consistent) baik antar negara maupun antar waktu.

Garis kemiskinan ekstrem ini lebih rendah dari garis kemiskinan nasional kita yang pada 2020 setara 2,5 dollar AS PPP. Tingkat kemiskinan Indonesia bila menggunakan standar Bank Dunia 1,9 dollar AS PPP pada 2020 adalah 3,9 persen, jauh lebih rendah dari tingkat kemiskinan nasional BPS 9,78 persen.

Sejalan dengan komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk menghapus kemiskinan ekstrem global pada 2030, Presiden Jokowi telah memberikan arahan agar kemiskinan ekstrem 1,9 dollar AS PPP di Indonesia bisa mencapai nol persen pada akhir 2024.

Strategi penanggulangan

Pemerintah menggunakan dua strategi utama penanggulangan kemiskinan. Pertama, mengurangi beban pengeluaran kelompok miskin dan rentan melalui program perlindungan sosial dan subsidi. Kedua, melakukan pemberdayaan dalam rangka peningkatan produktivitas kelompok miskin dan rentan untuk meningkatkan kapasitas ekonominya.

Penyusunan berbagai program dan kegiatan merujuk pada sejumlah studi empirik berbasis bukti. Sifat kemiskinan yang multidimensional berarti bahwa kemiskinan berhubungan erat dengan faktor sosial-ekonomi lain seperti tingkat dan kualitas pendidikan, kondisi kesehatan, dan jenis pekerjaan.

James Heckman, ekonom peraih Nobel pada tahun 2000 menekankan pentingnya intervensi pendidikan pada kelompok usia dini yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan intervensi kepada kelompok usia dewasa.

Untuk itu pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Program Percepatan Pencegahan Anak Kerdil/Stunting, serta memperluas akses pendidikan untuk memutus rantai kemiskinan dan mencegah kemiskinan antar generasi. UU sendiri telah mewajibkan pemerintah mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan.

Di bidang kesehatan, pemerintah menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), salah satu program kesehatan berbasis asuransi sosial terbesar di dunia, dan memperbaiki akses masyarakat ke fasilitas kesehatan. Bagi mereka yang miskin dan rentan iuran JKN ditanggung pemerintah.

Terkait strategi kedua, pemerintah mendorong peningkatan produktivitas kelompok miskin dan rentan yang antara lain lewat pemberdayaan UMKM. Ini karena banyak rumah tangga miskin dan rentan bekerja di sektor ini.

Upaya ini dilakukan melalui tiga pilar. Pertama, peningkatan kapasitas usaha dan kompetensi UMKM melalui pelatihan, pendampingan, pengembangan kapasitas teknis dan mutu produk, serta dukungan adopsi teknologi dan digitalisasi UMKM.

Pilar kedua, mendorong lembaga keuangan agar lebih ramah pada UMKM. Dari sisi regulasi, pemerintah secara bertahap akan meningkatkan kewajiban porsi kredit perbankan untuk UMKM dari 20 persen saat ini menjadi 30 persen di 2024. Pemerintah melakukan perluasan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan memperkenalkan skema KUR Super Mikro, memperbaiki dan meningkatkan efektivitas pembiayaan Ultra Mikro (UMi), dan pembiayaan koperasi melalui Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB).

Pemerintah juga mendukung PT Permodalan Nasional Madani untuk melakukan perluasan Program Mekaar yang menyasar perempuan dari keluarga miskin dan rentan. Selain itu, pemerintah juga mendukung pengembangan Bank Wakaf Mikro, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), serta Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) untuk menjangkau usaha mikro dan kecil.

Pilar ketiga, perbaikan ekosistem pendukung UMKM mulai dari peningkatan kemudahan berusaha, penyederhanaan prosedur dan proses perizinan, dukungan standardisasi dan sertifikasi produk termasuk sertifikasi halal, dukungan pengembangan kawasan industri, serta pemanfaatan infrastruktur publik seperti bandara hingga rest area untuk dapat dimanfaatkan oleh UMK.

Terakhir, demi memastikan berbagai program itu mencapai mereka yang benar-benar membutuhkan, pemerintah telah memiliki sistem penetapan sasaran nasional melalui basis data terpadu (BDT) sejak 2012. Basis data yang mencakup data sosio-ekonomi 40 persen rumah tangga termiskin ini membantu pemerintah menetapkan sasaran program perlindungan sosial.

Hingga saat ini, basis data itu telah menjadi bagian kelembagaan yang penting di bawah Kementerian Sosial, yang kemudian dikenal sebagai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Tantangan selama pandemi

Pembatasan mobilitas penduduk, sebagai bagian dari upaya pencegahan Covid-19, tentu saja berakibat pada terhambatnya akses barang maupun jasa, serta kegiatan ekonomi masyarakat. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga minus 2,07 persen pada 2020. Kelompok 40 persen terbawah atau kelompok rentan miskin dan UMK yang paling terdampak akibat hilangnya pendapatan bahkan mata pencaharian sepanjang 2020. UMK hampir 90 persen mengalami penurunan penjualan.

Selama pandemi, pemerintah memberikan Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) dengan semaksimal mungkin memanfaatkan cakupan DTKS yang mencapai 40 persen. Namun, masyarakat yang butuh bantuan diperkirakan mencapai 60 persen rumah tangga terbawah.

Untuk itu, pada awal penyaluran program-program tersebut, pemda dan masyarakat berperan penting dalam mengidentifikasi dan mendaftarkan calon penerima bantuan untuk melengkapi data kelompok di atas 40 persen.

Selain dapat digunakan untuk menyasar bantuan selama pandemi, berbagai usulan data ini dapat digunakan sebagai data awal untuk pemutakhiran DTKS yang direncanakan di 2021 ini.

Selain bantuan untuk rumah tangga, pemerintah juga meluncurkan program untuk penduduk usia produktif yang terdampak krisis seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan Bantuan Produktif bagi Usaha Mikro (BPUM), serta menyesuaikan komponen program Kartu Prakerja agar sebagian dananya dapat dimanfaatkan sebagai bansos.

Ketiga program ini dimaksudkan agar bantuan dapat menjangkau mereka yang tiba-tiba butuh bantuan karena guncangan ekonomi akibat pandemi supaya kesejahteraannya tak menurun tajam.

Tantangan terbesar dalam masa pandemi yang berdampak luas adalah perlunya penyesuaian dan penguatan strategi penanggulangan kemiskinan. Secara garis besar strategi mengurangi beban melalui berbagai bansos dan strategi meningkatkan produktivitas melalui pemberdayaan tak berubah, hanya perlu disesuaikan dengan pola pemulihan dan tahapan penanganan krisis.

Para ahli berpendapat pola pemulihan ekonomi Indonesia akan menyerupai huruf K (K-shaped recovery), di mana tak seluruh lapisan masyarakat memiliki kecepatan yang sama untuk pulih. Kelompok miskin dan rentan butuh waktu lebih lama untuk pulih, sehingga berpotensi melebarkan kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.

Upaya penanggulangan kemiskinan juga harus mempertimbangkan tiga tahapan pemulihan sebelum perekonomian dapat pulih dan mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan potensinya, yakni tahap bertahan (survival), pemulihan (recovery), dan transformasi (transformation). Ketiganya dapat berjalan paralel dengan penekanan yang berbeda.

Dengan mempertimbangkan pola dan tahapan pemulihan, program penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sebagai bagian dari tahap bertahan, pemerintah akan terus melanjutkan berbagai program bantuan sosial seperti PKH, bantuan sembako, bansos tunai, bantuan tagihan listrik, serta bantuan produktif untuk usaha mikro.

Ini pertama kalinya dalam krisis ekonomi, pemerintah memberikan bantuan langsung tunai kepada UMK melalui program BPUM. Selain itu, bantuan sosial untuk lansia juga akan diperluas.

Karena itulah mengapa 50 persen dari anggaran program (PEN) dialokasikan untuk bantuan langsung kepada rumah tangga dan UMK. Demi mendorong efektivitas penargetan program-program tersebut, pemutakhiran DTKS dan penyempurnaan basis data usaha mikro dan kecil harus segera diselesaikan menggunakan metodologi dengan praktik terbaik yang ada.

Dalam tahap pemulihan ekonomi, pemerintah menyadari bahwa kecepatan pemulihan akan berbeda antar lapisan masyarakat. Untuk itu, dalam upaya menggerakkan perekonomian, pemerintah memandang penting untuk terus memberikan perhatian ke UMKM. Selain melanjutkan program BPUM, pemerintah bersama BI dan OJK juga memberikan fasilitas restrukturisasi pinjaman ke UMKM.

Pemerintah juga berencana memperpanjang pemberian tambahan subsidi suku bunga KUR sampai akhir Desember 2021, sehingga debitor cukup menanggung suku bunga KUR 3 persen. Pemerintah juga akan meneruskan program penjaminan pinjaman bagi UMKM dan meningkatkan plafon maksimal KUR tanpa jaminan dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta serta meningkatkan plafon kredit KUR Kecil menjadi Rp 20 miliar. Program penjaminan kredit bagi usaha korporasi bersifat padat pekerja dengan jumlah karyawan minimal 100 orang akan dilanjutkan dan diperluas.

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 4-5 persen pada 2021, ini belum tentu diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang memadai. Karena itu, program padat karya terus dilanjutkan untuk menyerap tenaga kerja, termasuk 2,5 juta angkatan kerja baru setiap tahunnya.

Selanjutnya, dalam tahap transformasi, pertumbuhan ekonomi ditujukan agar dapat pulih dan dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Transformasi pertama adalah reformasi bansos agar mencakup seluruh masyarakat di seluruh siklus kehidupan. seperti layaknya bansos di negara-negara berpendapatan menengah.

Transformasi dilakukan melalui kombinasi sistem perlindungan sosial formal berbasis iuran bagi yang mampu dan bagi yang kurang mampu ditanggung pemerintah. Sistem ini nantinya akan melindungi seluruh warga Indonesia dan meringankan beban fiskal karena biaya ditanggung bersama pemerintah dan warga yang mampu.

Langkah berikutnya, transformasi bisnis dan dunia usaha yang membutuhkan SDM dengan keterampilan baru sejalan dengan perubahan tatanan dunia pasca Covid-19. Kemampuan pemanfaatan teknologi digital bagi seluruh pelaku ekonomi dan industri, termasuk UMKM jadi kunci untuk bersaing.

Artikel ini tayang pertama kali di Harian Kompas.com 19/05/2021, dengan judul “Strategi Penanggulangan Kemiskinan” Direpublikasi di sini dengan seizin Penulis untuk tujuan pendidikan