Berikut ini adalah tokoh yang melakukan perlawanan terhadap Belanda di Banjar adalah

Lihat Foto

Shutterstock/Prachaya Roekdeethaweesab

Pangeran Antasari, tokoh dalam Prang Banjar sekaligus seorang pahlawan nasional.

KOMPAS.com - Perang Banjar atau Perang Banjar-Barito adalah sebuah peristiwa sejarah di mana rakyat Kalimantan khususnya Kesultanan Banjar berperang melawan para penjajah Belanda.

Perang Banjar terjadi di wilayah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan pada tahun 1859 hingga 1905.

Baca juga: Pangeran Antasari, Pejuang Perang Banjar

Dari pihak rakyat, Perang Banjar melibatkan keturunan Kesultanan Banjar yang didukung kekuatan dari rakyat yang berasal dari berbagai daerah di batang banyu di sepanjang aliran Sungai Barito.

Baca juga: Sejarah Kesultanan Banjar: Letak, Pendiri, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan

Dahsyatnya Perang Banjar pada saat itu terlihat dari jumlah korban tewas baik di pihak Belanda maupun rakyat Banjar Barito.

Baca juga: Raja-Raja Kesultanan Banjar

Tokoh yang terlibat dalam Perang Banjar ini antara lain Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II.

Penyebab Perang Banjar

Kedatangan Belanda yang ikut campur dalam urusan Kesultanan Banjar menimbulkan banyak permasalahan.

Kondisi ini kemudian memuncak dengan adanya perlawanan dari Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II dalam Perang Banjar.

Apabila dirangkum, maka penyebab terjadinya Perang Banjar antara lain:

  • Rakyat menjadi sasaran eksploitasi dari Belanda dan Kesultanan Banjar
  • Munculnya konflik perebutan tahta Kesultanan Banjar akibat intervensi Belanda
  • Sikap sewenang-wenang dari Tamjidillah yang ditunjuk Belanda sebagai Sultan Banjar

Kronologi Perang Banjar

Sebagai penerus kerajaan Daha yang sebelumnya bercorak Hindu, pengaruh Islam masuk ke Kesultanan Banjar pada sekitar akhir abad 15 berkat peran dari Kerajaan Demak.

Kesultanan Banjar memiliki wilayah kekuasaan di sekitar Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah.

Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia [2012] karya Daliman, disebutkan bahwa pelabuhan-pelabuhan dagang Kesultanan Banjar pada abad 15 M selalu ramai dengan kapal-kapal dagang internasional.

Kesultanan Banjar juga memiliki hasil sumber daya alam seperti emas, intan, lada, rotan dan damar yang melimpah.

Hal inilah yang kemudian mendorong Belanda untuk mulai merencanakan strategi agar dapat menguasai Kesultanan Banjar.

Dilansir dari buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 [1981] karya M.C Ricklefs, Belanda dan Kesultanan Banjar mulai melakukan interaksi pada sekitar tahun 1840-an.

Setelah itu, Belanda mulai dengan strategi melakukan campur tangan di beberapa wilayah Kesultanan Banjar dan memadamkan sengketa-sengketa yang ada.

Sebagai imbalan, Belanda mendapatkan hak khusus untuk mencampuri urusan dalam negeri Kesultanan Banjar.

Kondisi tersebut berlangsung lama hingga akhirnya perlawanan rakyat Banjar dimulai saat Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar pada tahun 1859.

Padahal, waktu itu sosok yang seharusnya naik tahta menjadi Sultan Banjar adalah Pangeran Hidayatullah II.

Namanya juga tertulis dalam surat wasiat yang ditulis oleh Sultan Adam agar menjadi penerus takhta.

Pada tanggal 28 April 1859, Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II kemudian memimpin perlawanan terhadap Belanda.

Pangeran Antasari memimpin penyerangan terhadap benteng Belanda dan tambang batu bara di wilayah Pengaron.

Dalam serangan tersebut tentara Belanda dapat dilumpuhkan dan pasukan Pangeran Antasari dapat menguasai tambang batu bara di Pengaron.

Setelah itu, muncul beberapa pertempuran di tempat lain seperti Pertempuran Benteng Tabanio di Agustus 1859, Pertempuran Benteng Gunung Lawak pada September 1859, Pertempuran Munggu Tayur pada Desember 1859, dan Pertempuran Amawang pada Maret 1860.

Dalam buku Pegustian dan Temanggung : Akar Sosial, Politik, Etnis dan Dinasti, Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1906 [2014] karya Helius Sjamsudin, disebutkan bahwa Belanda membalas serangan Pangeran Antasari dengan menawan keluarga Pangeran Hidayatullah II.

Belanda kemudian meminta Pangeran Hidayatullah II untuk keluar dari persembunyiannya.

Pangeran Hidayatullah II yang keluar dari persembunyiannya untuk menyelamatkan keluarganya justru ditangkap Belanda dan diasingkan menuju ke Cianjur.

Hal itu tak membuat menghentikan Pangeran Antasari perlawanan. Ia terus melakukan perlawanan di daerah-daerah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Pangeran Antasari juga mendirikan tujuh unit benteng di Teweh untuk memperkuat pertahanan rakyat.

Perang Banjar mulai meredup ketika Pangeran Antasari mulai melemah karena terserang penyakit paru-paru dan cacar.

Perjuangannya terus dilakukan hingga Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862.

Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti Muhammad Arsyad, dan Antung Durrahman melanjutkan perjuangan di Perang Banjar hingga titik darah penghabisan.

Perang Banjar berakhir pada tahun 1905 dengan kemenangan berada di pihak Belanda yang berhasil menghapus Kesultanan Banjar.

Dampak Perang Banjar

Dampak Perang Banjar adalah terjadi penyatuan gerakan rakyat di bawah pimpinan Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II.

Meski sudah melakukan perlawanan denga gigih dan pantang menyerah, pada akhirnya Belanda bisa mengatasi keadaan.

Akibat kemenangan Belanda pada perang tersebut, Kesultanan Banjar  kemudian dihapuskan.

Keputusan ini diambil Belanda demi menghindari konflik lebih lanjut dan menghindari meletusnya perlawanan rakyat Kalimantan Selatan.

Belanda juga menghapuskan pemerintahan-pemerintahan bawahan dari Kesultanan Banjar sehingga tidak ada penerus kerajaan.

Pihak belanda kemudian menerapkan aturan-aturan baru di bawah Residentie Zuider en Ooster Afdeelingvan Borneo [Keresidenan Bagian Selatan dan Timur Pulau Borneo].

Berbagai sumber daya di Kalimantan kemudian dikuasai dan dimonopoli oleh Belanda yang mengakibatkan rakyat menderita.

Eksploitasi besar-besaran kemudian terjadi karena Belanda mengambil sumber daya alam secara paksa berupa rempah-rempah, perkebunan, dan tambang batu bara.

Sumber:tribunnewswiki.comkompas.com/stori

kompas.com/skola

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Lihat Foto

KOMPAS.com - Perang Banjar merupakan perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda. Perang ini merupakan salah satu aksi perjuangan bangsa Indonesia yang menolak penjajah.

Sosok Pangeran Antasari tidak bisa dilepaskan dari berlangsungnya Perang Banjar yang terjadi pada 1859-1905.

Interaksi antara Belanda dan Kesultanan Banjar menimbulkan permasalahan di mana perlawanan Pangeran Antasasri menjadi puncaknya.

Berikut biografi Pangeran Antasari:

Kelahiran Pangeran Antasari

Pangeran Antasari memiliki nama asli Gusti Inu Kartapati yang lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 1797.

Dilansir dari buku Kumpulan Pahlawan Indonesia [2012] oleh Mirnawati, Antasari dibesarkan dalam lingkungan Kesultanan Banjar.

Baca juga: Biografi Eduard Douwes Dekker, Penentang Sistem Tanam Paksa

Ayahnya merupakan Pangeran Masohut [Mas'ud], sedangkan ibunya Gusti Hadijah. Pangeran Antasari memiliki adik perempuan bernama Ratu Antasari [Ratu Sultan].

Pada tahun 1862, Pangeran Antasari diangkat sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi, menggantikan ayahnya yang ditangkap dan dibuang olegh Belanda. Belanda memecah belah rakyat Banjar dengan cara mengadu domba.

Pangeran Antasari dalam Perang Banjar

Dalam buku Pangeran Antasari [1993] oleh M Idwar Saleh, pada bulan Mei 1859, Pangeran Antasari dan pasukannya berhasil menduduki seluruh wilayah Martapura.

Pangeran Antasari memiliki pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat Banjar. Ditengah perjuangannya melawan Belanda, justru Belanda semakin gencar melakukan politik adu domba.

Sehuingga lingkungan kerajaan menjadi terpecah belah dan rakyat Banjar saling bermusuhan.

Baca juga: Biografi Soekarno, Pahlawan Proklamator

Dengan penuh keprihatinan melihat kondisi rakyatnya, Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara di Pengaron.

Serangan tersebut kemudian dikenal dengan Perang Banjar. Pangeran Antasari berhasil menaklukkan Belanda di Gunung Jabuk.

Melihat serangan Antasari yang semakin kuat, Belanda akhirnya menyerah dan berniat melakukan damai serta kerja sama.

Namun, niat tersebut ditolah Antasari yang tidak ingin berkompromi dengan penjajah manapun, termasuk Belanda.

Akhir hayat

Meski usianya sudah tua, Pangeran Antasari tidak pernah berhenti berjuang melawan penjajah. Ditengah-tengah perlawanannya, terjadi wabah cacar yang menyebar di seluruh Banjar. Pangeran Antasari dan pasukannya juga terjangkit wabah tersebut.

Baca juga: Biografi Sultan Hasanuddin, si Ayam Jantan dari Timur

Hingga akhirnya, Pangeran Antasari wafat karena penyakit cacar tersebut pada 11 Oktober 1862. Perjuangan Antasari terpaksa berhenti.

Beliau dimakamkan di Taman Makan Perang Banjar, Banjarmasin Utara. Untuk mengenang dan memberikan penghargaan kepada beliau, pada tanggal 27 Maret 1968 Pangeran Antasari resmi bergelar Pahlawan Indonesia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.