Berikut adalah faktor-faktor yang melahirkan sikap istiqamah kecuali

Home / Artikel Islami / Istiqamah adalah Jalan Selamat

Penulis Ali Wafa, Lc. | 2021-7-8

Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah adalah Rabbnya, Islam agamanya, dan Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami arti ikrar ini serta mampu mengimplementasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupan. Hal ini mengharuskan seluruh dimensi kehidupan seorang muslim terwarnai dengan nilai-nilai ikrar tersebut, baik dalam kondisi aman maupun terancam.

Namun, dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap muslim, meskipun memiliki pemahaman yang baik tentang Islam, mampu meimplementasikan nilai-nilai ikrar tersebut dalam seluruh kisi  kehidupannya. Bahkan, orang yang mampu mengimplementasikannya pun belum tentu bisa bertahan sesuai dengan yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqamah dalam memegang teguh nilai-nilai Islam sepanjang perjalanan hidupnya. 

Maka, istiqamah dalam memegang tali Islam merupakan kewajiban serta sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan khusnul khatimah dan berharap  akan surga-Nya. Perintah untuk istiqamah ini ternyata bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa saja, melainkan juga kepada manusia-manusia besar sepanjang sejarah peradaban dunia, yaitu para Nabi dan Rasul. Perhatikanlah ayat berikut ini:

"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Huud: 112) 

Berikut adalah faktor-faktor yang melahirkan sikap istiqamah kecuali

Istiqamah adalah antonim dari thughyan  (melampaui batas atau penyimpangan). Adapun Istiqamah bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser. Hal ini dikarenakan akar kata istiqamah berasal dari kata qaama, yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Adapun secara terminologi, istiqamah dapat diartikan dengan beberapa pengertian di bawah ini:

  • Pertama: Ketika Abu Bakar as-Shiddiq ra. ditanya tentang makna dari istiqamah, maka ia menjawab bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak menyekutukan Allah dengan siapa dan apapun jua). 
  • Kedua: Umar bin Khattab berkata, "Istiqamah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan Allah, serta  tidak boleh menipu, sebagaimana tipuan musang."
  • Ketiga: Utsman bin Affan ra. berkata, "Istiqamah adalah mengikhlaskan amal hanya untuk Allah Ta'ala"
  • Keempat: Ali bin Abu Thalib ra, berkata, "Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban."
  • Kelima: Al-Hasan رحمه الله  berkata, "Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan."
  • Keenam: Mujahid رحمه الله berkata, "Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid, sampai bertemu dengan Allah Ta'ala"
  • Ketujuh: Ibnu Taimiah رحمه الله   berkata, "Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya, tanpa menengok ke kiri-kanan."

Jadi, muslim yang istiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau  futur dan degradasi dalam menapaki perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar menghadapi seluruh godaan dalam medan dakwah yang diembannya. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya.

"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Huud: 112) 

Ayat diatas mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasulullah saw. dan orang-orang yang bertaubat bersamanya harus beristiqamah, sebagaimana yang telah diperintahkan. Dalam hal ini, seorang muslim harus istiqamah dalam mabda (dasar atau awal pemberangkatan), dan minhaj dan hadaf (tujuan) yang digariskan serta tidak boleh menyimpang dari perintah-perintah ilahiah.

Dalam Madaarijus Salikiin, Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan keistiqamahan dalam jiwa seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagaimana berikut:

  1. Beramal dan optimalisasi dalam beramal.
    "Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atau segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong." (QS. Al-Hajj: 78)
  2. Berlaku moderat antara tindakan berlebih-lebihan dengan kikir.
    "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS. al-Furqan: 67)Rasulullah saw. bersabda kepada Abdullah bin Amr bin al-Ash, "Wahai Abdullah bin Amr, sesungguhnya setiap orang yang beramal memiliki puncaknya dan setiap puncak akan menglami kefuturan (keloyoan). Maka, barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada sunnah, sungguh ia beruntung. Namun, barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada bid'ah, sunguh ia akan merugi." (HR. Imam Ahmad dari Sahabat Anshar) 
  3. Tidak bertindak melebihi dari ilmu pengetahuannya.
    "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya." (QS. al-Israa': 36)
  4. Tidak bersandar pada sesuatu yang bersifat kontemporal, namun harus bersandar pada sesuatu yang jelas.
  5. Ikhlas
    "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5)
  6. Mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
    Rasulullah saw. bersabda, "Siapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku pastilah dia akan melihat perbedaan yang keras. Maka, hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus). Gigitlah ia dengan gigi taringmu." (HR. Abu Daud dari al-Irbadl bin Sariah)

    Mengenai hal ini, Imam Sufyan رحمه الله   berkata, "Tidak diterima suatu perkataan, kecuali bila ia disertai amal.  Tidaklah lurus perkataan serta amal, kecuali dengan niat. Tidaklah lurus perkataan, amal, dan niat,  kecuali bila sesuai dengan sunnah."

Manusia muslim yang istiqamah dan yang selalu komitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya, akan merasakan dampak yang positif dan buah yang lezat sepanjang kehidupannya.

Adapun dampak dan buah istiqamah dalam diri seseorang adalah sebagai berikut:

  • Pertama: Syaja'ah (Keberanian), Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya akan memiliki keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dakwah. Ia tidakakan pernah menjadi seorang pengecut dan penghianat dalam hutan belantara perjuangan. Tidak seperti orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq-yang senantiasa menimbulkan kegamangan dalam melangkah, dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan dakwah.
  • Kedua: Ithmi'nan (ketenangan), keimanan seorang muslim yang sampai pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqamah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqamah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian, dan kebahagian pada diri seseorang. Betapapun  ia harus melalui rintangan dakwah yang panjang, jalan terjal perjuangan, dan menapak tilas lika-liku belentara hutan keniscayaan. Hal ini dikarenakan ia meyakini bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu, para nabi, para rasul, generasi terbaik sesudahnya, dan generasi setelahnya yang bertekad membawa obor estafet dakwah mereka.
  • Ketiga: Tafa'ul (optimis), pada akhirnya, keistiqamahan yang dimiliki seorang muslim juga akan melahirkan sikap optimis. Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia  tidak merasa lelah dan gelisah—satu sifat yang akan melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupan. Kefuturan yang mencoba mengusik jiwanya, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya, dan kegelisahan yang menghantui benaknya, akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan keputusan Ilahiah.  

Maka, dengan tiga buah dari istiqamah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagian, baik pada saat di dunia maupun  di akhirat kelak. Allah Ta'ala berfirman sebagaimana berikut:

 "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Tuhan) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  (QS. Fushshilat:  30-32)  

Wallahu 'alam bish-shawwab.

Baca Juga: | Agar Waktu Tidak Berlalu Sia-Sia | Menghamba pada Al-Khaliq | Ini Akibatnya Jika Jadi Orang Serakah (Tamak) | Cara Menyelamatkan Diri dari Api Neraka

loading kolom komentar, silahkan tunggu...