Berikan 1 contoh pelanggaran kode etik oleh guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

A. Etika Profesi Guru terhadap Berbagai Perpektif

Menurut Drajat (2014: 117) etika adalah nilai-nilai atau norma-norma kumpulan asas atau nilai moral, ilmu tentang baik atau buruk, benar dan salah dalam suatu lingkungan dan kebudayaan tertentu.

Kata guru dalam bahasa Indonesia artinya orang yang mengajar, dalam bahasa Inggris guru yaitu teacher yang artinya pengajar. Dalam bahasa Arab istilah guru yaitu Al-Alim atau Al-Mualim yang berarti orang yang mengetahui. Berdasarkan UU Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2005 (dalam Drajat, 2014: 118) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi murid pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas didapatkan pengertian etika profesi guru yaitu tingkah laku guru dalam mendidik muridnya. Seorang guru harus terampil dalam proses pembelajaran dan mampu menjadi tauladan bagi murid-muridnya.

Seorang guru profesional adalah guru yang selalu mengembangkan dirinya dengan mengikuti pelatihan, studi lanjut, mengikuti organisasi keguruan, dan lainnya. Menurut Danim (dalam Budiman, 2012: 106) guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). Kode etik ini harus ada dalam perilaku guru dan guru juga harus mensosialisasikan kode etik ini kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Berdasarkan Rumusan Kode Etik PGRI pasal 8, bagi guru yang melanggar KEGI akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pada organisasi keguruan atau aturan negara. Sanksi yang diberikan kepada guru yang melanggar KEGI direkomendasikan atas wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).

  • Etika Hubungan Guru dan Murid

Dalam proses pembelajaran tentunya akan terjadi interaksi antar guru dengan muridnya. Guru harus bisa berinteraksi dengan baik kepada siswanya untuk menjalin hubungan yang harmonis sehingga ilmu yang diberikan tersampaikan dan tujuan pembelajaran terpenuhi.

Selain harus dapat menguasai ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guru juga harus memiliki keterampilan-keterampilan yang berguna untuk menjalin  interaksi dengan murid. Guru harus mengenal karakter murid, dapat mendekatkan diri kepada murid, memberikan perhatian dan motivasi-motivasi kepada murid, serta menjadi inspirasi bagi murid. Drajat (2014: 131) mengatakan bahwa seorang guru dan murid memiliki hubungan yang searah, proses pembelajaran yang berlangsung dari guru sebagai subjek serta murid sebagai subjek dan objek. Guru sebagai subjek cenderung menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran dan dituntut harus menjadi tauladan bagi murid-muridnya. Sedangkan, murid sebagai subjek karena mereka yang menentukan hasil belajar, dan sebagai objek karena mereka menerima pelajaran dari guru.

Tidak hanya mengajar, guru juga membimbing siswa untuk memahami dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat. Guru harus dapat memberikan perhatian kepada siswa, tidak merendahkan siswa, dan berbuat adil kepada seluruh siswa. Dalam memberikan hukuman kepada siswa guru harus memberikan hukuman yang manusiawi dan mendidik. Karena pada dasarnya hukuman yang diberikan oleh guru bertujuan agar siswa tidak mengulangi kesalahannya dan memperbaiki diri.

  • Etika Guru dalam Pergaulan Masyarakat

Tugas pokok guru adalah mewujudkan tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, guru merupakan unsur strategis dalam masyarakat sehingga guru harus memberikan contoh yang baik, tidak hanya dalam lingkungan sekolah, juga dalam lingkungan masyarakat. Guru harus memiliki kemampuan dalam menerima informasi dari lingkungan masyarakat, menerjemahkan dan memberikan respon yang sesuai dengan masyarakat dan tidak merugikan dirinya sendiri.

Menurut Drajat (2014: 139) guru merupakan Agent of Social Change yang mampu merubah segala bentuk kondisi dan situasi masyarakat di lingkungannya, maka dari itu guru harus memiliki kompetensi sosial. Kompetensi sosial merupakan kemampuan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan yang disesuaikan dengan budaya. Guru dengan kemampuan berinteraksi yang tinggi mampu menangkap maksud yang disampaikan orang lain serta memberi respon yang sesuai sehingga mampu mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain.

  • Guru dalam Percaturan Politik

Berdasarkan UU Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2005 tentang wajibnya setiap guru untuk masuk ke dalam organisasi profesi dalam upaya mengembangkan profesionalitas guru, menyebabkan banyak organisasi profesi keguruan yang berdiri di Indonesia. Organisasi profesi keguruan di Indonesia antara lain PGRI, Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Persatuan Guru Madrasah (PGM), Himpunan Guru Pendidikan Usia Dini (HIMPAUDI), dan sebagainya.

Politik dan pendidikan bisa saling mendukung, apalagi dengan melihat banyaknya guru di Indonesia. Menurut penelitian HDI (Human Development Index) tahun 2011 (dalam Drajat, 2014: 142) jumlah guru di Indonesia mencapai 2.783.321 orang, baik yang berada di bawah naungan Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan. Namun, jika angka yang besar ini bukan untuk kepentingan umum bisa mendatangkan keuntungan bagi sebagian pihak yang memiliki kepentingan dalam urusan politik dan juga mendatangkan masalah bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Jika hal ini terjadi, maka profesi guru hanya sebatas profesi yang digunakan untuk mencari masa dalam politik.

Pemerintah telah membuat aturan bahwa guru yang sudah berstatus PNS dilarang untuk terlibat aktif dalam politik partai, namun kenyataannya banyak guru yang terlibat aktif dalam politik partai.

B. Fenomena Pelanggaran Etika Oleh Guru

a. Pelanggaran Etika yang Dilakukan Guru Saat Mengajar

Dalam praktek pendidikan sekarang ini masih banyak guru yang melakukan berbagai kesalahan ketika menjalankan tugas sebagai guru. Berbagai kesalahan yang kadang kala tidak disadari telah menciderai dan menghambat proses belajar mengajar di dalam kelas.

Menurut Assa (2015: 124 – 166), beberapa kesalahan yang kerap dilakukan guru antara lain:

  • Pribadi Kasar dan Tidak Sabar
  • Bersikap Diskriminatif
  • Merasa Paling Pandai
  • Bermain Handphone atau Gadget
  • Memaksakan Kehendak Anak Didik
  • Cara Mengajar yang Monoton
  • Berbuat Cabul
  • Tidak Mengevaluasi Siswa

b. Hal-hal yang Harus Dilakukan Guru Saat Mengajar

Guru memiliki peranan yang sangat penting dan vital bagi masa depan anak didiknya. Baik di dalam kelas maupun ketika anak didik nanti sudah rampung dan menjalankan aktifitas lain di luar kelas.

Menurut Assa (2015: 51-112) hal yang harus dilakukan guru ketika sedang mengajar di dalam kelas. Di antaranya adalah:

  • Guru Harus Sabar
  • Disiplin Tinggi
  • Menguasai Materi Pelajaran
  • Bisa Menguasai Ruang Kelas 
  • Mengembangkan Berpikir Kritis dan Kreatif
  • Mengajar Aktif dan Atraktif
  • Memahami Dunia Anak
  • Sikap Bertanggung Jawab
  • Komunikasi dengan Cara yang Mudah Dipahami
  • Belajar di Luar Kelas Sambil Bermain
  • Mampu Membangkitkan Minat Belajar
  • Jangan Pernah Berhenti Belajar
  • Guru Harus Jadi Panutan

Guru harus bisa menjaga kode etik guru yang sudah ditentukan. Guru yang melanggar kode etik dapat menimbulkan berbagai dampak dalam proses pembelajaran. Misalnya, ilmu yang diberikan tidak sampai kepada siswa, ketegangan di dalam kelas sehingga membuat siswa takut untuk belajar, menyerang psikologis anak, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Dampaknya dilingkungan masyarakat yaitu guru tidak lagi menjadi suatu profesi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Akibatnya, menimbulkan masalah baru bagi pemerintah dalam mensejahterakan kehidupan guru.

Apalagi jika guru matematika yang melakukan pelanggaran etika, dimana mata pelajaran matematika sering dianggap ‘sulit’ dan dijauhi oleh anak-anak. Jika guru matematika yang melakukan pelanggaran etika bisa dibayangkan anak-anak akan semakin takut dan menjauhi pelajaran matematika. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru haruslah memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan pengendalian emosional yang baik.

Referensi:

Assa, Enar Ratriany. 2015. Strategy of Learning Hal-hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Oleh Guru Saat Mengajar. Yogyakarta: Araska.

Budiman. 2012. Etika Profesi Guru. Yogyakarta: Mentari Pustaka.

Drajat, Manpan. 2014. Etika Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

1. Identifikasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru

Salah satu kasus yang berkaitan dengan etika profesi guru adalah kasus kekerasan yang pernah dialami oleh salah satu murid atau siswa di SMPN 3 Mojokerto yang dilakukan oleh oknum guru bahasa inggris yang berinisial WS dan kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian oleh orang tua Roby ( korban ). akibat dari kekerasaan yang dilakukan WS, tubuh korban menderita memar-memar karena pukulan yang dialaminya. Menurut seorang teman korban yang juga sebagai saksi  pada saat peristiwa itu. Pagi itu, si Korban lagi berlari-lari di teras sekolah dengan beberapa rekannya dan menyebabkan suara gaduh dan bising sehingga WS yang lagi mengajar merasa terganggu dengan hiruk pikuk anak-anak ini, kemudian dia keluar kelas dan serta merta memanggil si Korban untuk diberi  peringatan akan tetapi si korban tidak menyahut karena takut pada WS entah karena tersinggung WS memanggil korban dengan nada tinggi dan ketika korban datang menghampiri terjadilah  peristiwa kekerasaan itu, korban ditendang beberapa kali pada bagian tubuhnya dan mengalami memar oleh karena itu orang tua korban mengadukan peristiwa ini kepada pihak kepolisian.

2. Akibat Dari Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru

Ada akibat yang muncul dari kasus kepribadian & etika terhadap profesi guru:

  1. Mengaburkan fungsi guru sebagai sosok panutan atau teladan yang baik terhadap anak didik
  2. Adanya sikap sinis dan tidak percaya dari masyarakat terhadap profesi guru karena dianggap tidak bisa membuat anak didik menjadi lebih baik
  3. Mengaburkan profesi Guru sebagai pembimbing atau orang tua kedua buat anak didik
  4. Dengan adanya kasus etika profesi guru maka profesi seorang guru di mata masyarakat semakin rendah

3. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru

  1. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah satu profesi yang salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik terhadap peserta didik
  2. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi yang ketat,agar mampu menghadapi setiap karakter peserta didik
  3. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode etik keguruan
  4. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel
  5. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya. Apabila guru memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi, metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif
  6. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur dalam diri peserta didik
  7. Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep HMM (Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan. Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi

4. Membahas Kasus Pelanggaran Etika Guru

Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai Etika Profesi seorang Guru, bahwa seorang guru itu harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap profesinya. Dari contoh kasus diatas, dapat dikatakan bahwa profesionalitas seorang guru didaerah Kabupaten Karimun ini perlu diperhatikan. Sebagaimana kita tahu bahwa seorang guru itu memiliki pandangan yang sudah tertanam dengan baik dan tidak sepatutnya disalahgunakan. Kejadian di Kabupaten Karimun yang melibatkan profesi guru ini sebetulnya dikarenakan kurangnya rasa tanggung jawab dari masing-masing pribadi dari seorang profesi guru itu. Kalau kita lihat dari kaidah-kaidah pokok dari etika profesi seorang guru yaitu;

  1. Harus dipandang sebagai suatu pelayanan karena itu maka bersifat tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi
  2. Pelayanan profesi dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur
  3. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan
  4. Agar persaingan profesi dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi, sepatutnya seorang profesi guru itu mempunyai rasa tanggung jawab yang besar dan mempunyai pemikirann yang kuat atas kaidah-kaidah pokok dari etika profesi seorang guru itu, sehingga tidak ada keinginan ataupun niat untuk menyalahgunakan profesi dari seorang guru tersebut.

Kasus pelanggaran etika yang terjadi ini tentunya bukan tanpa sebab. Kurangnya perhatian  pemerintah terhadap kehidupan para guru menjadi pemicu utama. Hal ini dapat terlihat dari fenomena yang terjadi, masih banyaknya guru-guru yang memiliki taraf hidup di bawah rata-rata. Padahal mereka pun memiliki keluarga yang harus dihidupi. Masalah ekonomi inilah yang mendorong guru-guru, khususnya di luar daerah ibukota untuk melakukan hal-hal yang melanggar etika profesi keguruan dan idealisme dari pendidikan. Selain daripada itu, faktor kontrol dan monitoring dari pemerintah juga berperan dalam kasus  pelanggaran ini. Pemerintah belum memiliki sistem yang terpadu dalam melakukan kontroling antara pusat dan daerah untuk mengawasi kinerja dan proses kerja para guru dan pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan yang ada. Dengan celah yang ada ini, memberi kesempatan besar bagi oknum-oknum tertentu untuk melakukan pelanggaran dan kecurangan, baik itu pelanggaran hukum, maupun etika.

5. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang

Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak  boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu. Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran. Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya. Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan  berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya mempelajari berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan  justru dilupakan. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.

6. Masalah Profesi Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi mereka.

Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.

Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan keempat masalah kesejahteraan guru. Dengan demikian bahwa kedudukan, fungsi, tugas, dan tujuan Seorang Guru terdapat pada;

Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan bahwa:

(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.

Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi sebagai pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya. Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, trampil dan sikap yang bisa dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu memberikan keteladanan yang baik.

Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 menyebutkan bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Sumber :

https://www.academia.edu/9966965/Identifikasi_Kasus_Kepribadian_Dan_Etika_Profesi_Guru

https://tenlijunaidi.wordpress.com/2012/04/07/masalah-profesi-pendidikan/