Berapakah sanksi administrasi untuk wajib pajak pph 23 yang tidak memiliki npwp?

23 April 1998


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 03/PJ.33/1998 TENTANG PENGENAAN SANKSI BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PPh FINAL DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Sehubungan dengan telah diberlakukannya beberapa ketentuan tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu yang dikenakan secara final, dengan ini diberikan penegasan mengenai pengenaan sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban memungut/memotong atau membayar PPh Final sebagai berikut :

  1. Pengenaan sanksi PPh final baik kepada Pemungut/Pemotong Pajak maupun kepada Wajib Pajak yang wajib membayar sendiri tunduk pada ketentuan pengenaan sanksi perpajakan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (UU KUP).

  1. Sanksi bagi Pemungut/Pemotong Pajak.
    Pemungut/Pemotong PPh final berkewajiban untuk memungut/memotong, menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang secara bulanan seperti halnya Pemotong PPh Pasal 23/26. Oleh karena itu Pemungut/Pemotong PPh final dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan dalam hal :

    1. Wajib Pajak terlambat menyetor diterbitkan STP (sanksi berupa bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan STP (sanksi berupa denda) berdasarkan Pasal 7 UU KUP.
    3. Wajib Pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang menyetor PPh final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
    4. Wajib Pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak menyampaikan laporan bulanan walaupun telah ditegor, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU KUP.
    5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh final yang seharusnya terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP.
  2. Sanksi bagi Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh finalnya dan wajib melaporkan secara bulanan.
    Contoh golongan Wajib Pajak ini adalah : perusahaan real estat, perusahaan persewaan tanah dan/atau bangunan, perusahaan pelayaran. Terhadap Wajib Pajak golongan ini dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan dalam hal :

    1. Wajib Pajak terlambat membayar diterbitkan STP (sanksi berupa bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan STP (sanksi berupa denda) berdasarkan Pasal 7 UU KUP.
    3. Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final bulanan diterbitkan STP untuk bulan yang bersangkutan berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    4. Apabila dilakukan pemeriksaan ternyata kewajiban PPh final dalam satu tahun pajak kurang dibayar, diterbitkan SKPKB untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan pasal 13 ayat (2) UU KUP.
    5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh final yang terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP.
      Penerbitan SKPKB atau SKPKBT sebagaimana dimaksud pada huruf d dan e di atas dihitung atas semua penghasilan Wajib Pajak baik yang dikenakan PPh berdasarkan tarif umum maupun yang dikenakan PPh final.
  3. Sanksi bagi Wajib Pajak yang membayar sendiri PPh final tetapi tidak wajib melapor bulanan.

    1. Apabila Wajib Pajak terlambat membayar PPh Final yang terutang diterbitkan STP (sanksi berupa bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    2. Apabila Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh Final yang terutang diterbitkan SKPKB untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
    3. Apabila ditemukan data baru dan atau data yang belum terungkap ternyata PPh Final yang terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP.
      Penerbitan SKPKB/SKPKBT sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c dihitung atas semua penghasilan Wajib Pajak baik yang dikenakan PPh berdasarkan tarif umum maupun yang dikenakan PPh final. Untuk penerbitan SKPKB bagi Wajib Pajak yang belum terdaftar, agar diberikan NPWP terlebih dahulu.
  4. Penggunaan formulir penerbitan STP/SKPKB/SKPKBT.

    5.1. Penerbitan SKPKB/SKPKBT/SKPN agar menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.43/1998 tanggal 9 Januari 1998.
    5.2. Pengenaan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak Pemungut/Pemotong PPh final dan penerbitan STP yang tidak dapat menggunakan formulir pada angka 5.1., maka :
    1. Penerbitan STP/SKPKB/SKPKBT bagi Pemungut/Pemotong PPh final menggunakan formulir STP/SKPKB/SKPKBT PPh Pasal 23/26 dengan membubuhi cap "PPh FINAL" di atas PPh Pasal 23/26.
    2. Penerbitan STP bagi Wajib Pajak yang wajib membayar sendiri/melakukan pelaporan bulanan PPh final, menggunakan formulir STP PPh Pasal 25 dengan membubuhi cap "PPh FINAL" di atas PPh Pasal 25.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

Drs. A. ANSHARI RITONGA

Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

LINGKUP PEMERIKSAAN Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah:

  1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
  2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
  3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
  4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
  5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
  6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

HAK-HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain:

  1. Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
  2. Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
  3. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
  4. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
  5. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan

HASIL PEMERIKSAAN Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Tabel sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.

Sanksi denda:

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
a. Masa Rp100.000 atau Rp500.000 Per SPT
b. Tahunan Rp100.000 atau Rp 1.000.000 Per SPT
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3 14 (4) pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; 2% Dari DPP
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap 2% Dari DPP
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak 2% Dari DPP
Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (2 dan 2a) Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2. 9 (2a dan 2b) Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan 2% Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB 2% Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4. 13 (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
b. SPT kurang bayar 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
14 (5) PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan 2% Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayr, max 24 bulan
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya 48% Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7. 19 (1) SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar 2% Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2% Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2% Atas kekurangan pembayaran pajak

Sanksi kenaikan:

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP 50% Dari pajak yang kurang dibayar
2. 13 (3) Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50% Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3. 15 (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% Dari jumlah kekurangan pajak tersebut