Berapa lama vaksin bereaksi dalam tubuh



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Seperti imunisasi pada umumnya, vaksinasi Covid-19 menimbulkan sejumlah efek samping. Namun jangan biarkan efek samping tersebut menghalangi untuk vaksinasi Covid-19. Efek samping vaksinasi Covid-19 hanya bersifat ringan. Selain itu, efek samping vaksinasi Covid-19 lebih kecil dibandingkan manfaat yang diperoleh tubuh.  Program vaksinasi massal Covid-19 terus digenjot pemerintah. Hal itu dilakukan guna menekan penyebaran virus corona. Satgas Covid-19 mencatat jumlah penduduk Indonesia yang mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 dosis pertama mencapai 48.485.265 per 4 Agustus 2021. Sedangkan penerima vaksin Covid-19 dosis kedua sebanyak 21.965.355. Sebagian orang yang telah menerima vaksin Covid-19 mengaku merasakan efek samping tertentu pasca-disuntik vaksin Covid-19. Efek samping vaksinasi Covid-19 yang dirasakan mulai dari merasa tidak enak badan, demam, nyeri di bekas suntikan, hingga mual. Efek samping vaksinasi Covid-19 ini terasa 1-2 hari setelah penyuntikan. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, efek samping vaksinasi Covid-19 itu masih tergolong wajar. "Itu efek samping vaksin Covid-19 yang mungkin timbul dan itu wajar," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (4/8/2021). Menurut Nadia, masyarakat yang mengalami efek samping tertentu pasca-disuntik vaksin Covid-19, diperbolehkan mengonsumsi obat-obatan yang sesuai dengan keluhan yang dirasakan. "Bisa minum obat penurun panas atau antimual," kata Nadia.

Efek samping vaksinasi Covid-19

Namun, apabila seiring berjalannya waktu efek samping vaksin Covid-19 yang dialami justru dirasakan semakin berat, maka Nadia menyarankan masyarakat untuk segera menghubungi fasilitas layanan kesehatan terdekat. "Kalau (efek samping) bertambah berat, segera ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit," kata Nadia. Baca juga: UPDATE corona di Jakarta Rabu (4/8), positif 2.981, sembuh 2.471, meninggal 63 Diberitakan Kompas.com, 21 Juni 2021, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Satari mengatakan, mengonsumsi obat setelah vaksinasi tidak akan memengaruhi efektivitas vaksin. "Tidak memengaruhi. Untuk mengantisipasi KIPI, penerima vaksin pastikan dalam keadaan sehat dan percaya bahwa vaksin ini aman dan memberikan cukup perlindungan," kata Hindra. Editor: Adi Wikanto

Berapa lama vaksin bereaksi dalam tubuh

Oleh:

Antara Ilustrasi vaksin Covid-19.

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen-produsen vaksin Covid-19 saat ini tengah gencar mengembangkan booster vaksin Covid-19 setelah dua dosis vaksinnya dirasa tidak cukup untuk melindungi seseorang terhadap infeksi dari varian Omicron.

Data awal menunjukkan, meskipun varian tersebut dapat melewati kekebalan yang diberikan oleh dua dosis vaksin, booster dapat mengembalikan perlindungan hingga 75 persen. Tetapi, sama seperti dua dosis lainnya, booster juga membutuhkan waktu untuk mhttps://www.bisnis.com/topic/54567/booster-vaksinemberikan perlindungan terbaik.

Melansir Express, Jumat (17/12/2021), booster vaksin Covid-19 kurang lebih membutuhkan waktu yang sama untuk bekerja seperti vaksin sebelumnya. Tubuh kita membutuhkan waktu untuk belajar bagaimana melawan pengganti virus yang disuntikkan dan mengembangkan kekebalan.

Baca Juga : Omicron Masuk RI, Ini 3 Booster Vaksin yang Bakal Digunakan

Studi saat ini menunjukkan, ini memakan waktu antara satu dan dua minggu.

Salah satu studi yang dilakukan Pfizer misalnya, menemukan peningkatan kekebalan dari tujuh hari dan seterusnya. Dan analisis dunia nyata Pfizer sekali lagi menemukan peningkatan kekebalan dalam dua minggu.

Baca Juga : Booster Sinovac Hasilkan Antibodi Lawan Varian Omicron

Sementara peneliti belum melakukan studi tambahan pada versi lain, mereka menggunakan mekanisme serupa.

Ketika booster vaksin Covid-19 sudah diberlakukan, orang-orang mungkin akan memiliki peluang lebih rendah untuk tertular Covid dan mengalami infeksi parah, meskipun mereka masih bisa tertular virus.

Beberapa negara di dunia saat ini tengah memperluas program boosternya ke lebih banyak orang. Di Inggris misalnya, meskipun sebelumnya booster difokuskan pada orang dewasa yang lebih tua, khususnya mereka yang berusia 40 tahun ke atas, semua orang yang berusia 18 tahun sekarang bisa mendapatkan booster.

Sementara di Indonesia, mulai bulan depan, booster vaksin Covid-19 akan diprioritaskan untuk lansia dan orang dengan komorbid karena berisiko tinggi terhadap paparan virus corona.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Mia Chitra Dinisari

Home Lifestyle Berita Lifestyle

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah program vaksinasi Covid-19 dua dosis yang masih terus digencarkan, Pemerintah sudah mengumumkan rencana pemberian vaksin ketiga atau vaksin booster. Pemberian dosis ketiga ini diyakini dapat meningkatkan meningkatkan efektivitas dari dua vaksin yang telah diberikan sebelumnya. Lantas, berapa lama antibodi yang ada di dalam tubuh dapat bertahan setelah penyuntikkan vaksin?

Sebenarnya hal ini masih menjadi pertanyaan yang sulit dijawab meski bukti awal menunjukkan kekebalan terhadapa virus corona Covid-19 dari vaksinasi memberikan perlindungan yang tahan lama. Peneliti masih terus menguji apakah vaksin mereka melindungi dari varian virus corona yang mengkhawatirkan, termasuk varian B.1.351 yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan dan disebut mampu menghindari respons kekebalan manusia.

Bagi Direktur Pusat Kesehatan Global di Oregon State University, Chunhuei Chi, ini merupakan pertanyaan yang rumit karena tidak ada data tersedia yang cukup untuk menjawabnya. "Laporan dari uji klinis sebelumnya menunjukkan kekebalan tersebut akan bertahan setidaknya enam bulan," ujar Chunhuei Chi, seperti dilaporkan Bloomberg, dan dikutip beberapa waktu lalu.

"Banyak ahli memiliki perkiraan yang lebih optimis tentang durasi kekebalan, berdasarkan temuan penelitian dari orang yang sembuh dari infeksi Covid-19. Mereka menemukan kekebalan yang disebabkan oleh infeksi tersebut dapat bertahan delapan bulan atau bahkan lebih lama, terutama bagi orang yang terinfeksi dan mengalami gejala yang parah."

Amerika Serikat (AS) sendiri menggunakan vaksin Covid-19 buatan Pfizer. Dalam rilis data terbarunya, vaksin mereka 91,3% efektif mencegah gejala Covid-18 mulai dari satu pekan setelah dosis kedua hingga enam bulan.

Lana Dbeibo, seorang ahli penyakit menular di Indiana University School of Medicine, mengatakan mungkin saja kita membutuhkan vaksin booster seperti yang kita lakukan untuk suntikan flu. "Namun, jarak berapa lama antara vaksinasi awal dan dosis booster belum diketahui," katanya.

Meski secara umum vaksin Covid 19 mampu memberikan sistem imun melalui pembentukan antibodi pada tubuh, namun menurut beberapa penelitian durasi dari efikasi tiap merek vaksin Covid 19 bisa berbeda-beda. Sebuah penelitian di China menunjukkan antibodi yang dihasilkan dari penyuntikan dua dosis vaksin Covid-19 merk Sinovac akan menurun setelah enam bulan. Untuk vaksin Pfizer mengalami pengurangan efikasi dalam waktu beberapa bulan pasca penyuntikan. Kemanjuran vaksin menurun menjadi sekitar 84 persen dalam 4-6 bulan setelah dosis kedua diberikan.

Lalu, pada Moderna awalnya tubuh akan membentuk antibodi, namun antibodi itu akan menurun dalam beberapa minggu setelah vaksin diberikan. Antibodi itu masih tetap ada di tubuh pasien selama tiga bulan setelah kedua dosis diberikan. Sementara untuk kemampuan vaksin Covid AstraZeneca berdasarkan studi baru, menunjukkan bahwa vaksin itu dapat memberikan kekebalan setidaknya satu tahun setelah satu dosis. Kemudian, setelah dosis kedua vaksin Covid-19 tersebut disuntikan, maka respons imun yang kuat akan terbentuk.


(hsy/hsy)

TAG: vaksin covid vaksin sinovac vaksin astrazeneca

Usai vaksinasi, sistem kekebalan berkeliling mencari sel yang terinfeksi SARS-CoV-2.

ANTARA/Fakhri Hermansyah

Berapa lama antibodi dalam vaksin bertahan di tubuh? (ilustrasi).

Rep: Rahma Sulistya Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di seluruh dunia, ada tanda-tanda bahwa kekebalan terhadap virus corona tidak bertahan lama meski sudah divaksinasi. Israel sekarang mengalami salah satu lonjakan Covid-19 terburuk di dunia, sekitar lima bulan setelah memvaksinasi mayoritas penduduknya. 

Di Amerika Serikat (AS), pejabat kesehatan merekomendasikan suntikan booster setelah delapan bulan. Jadi, berapa lama kekebalan bertahan setelah dua dosis vaksin? Enam bulan atau lebih? Dan pada saat itu, berapa banyak perlindungan yang tersisa?

"Itu semua tergantung pada jenis kekebalan jenis vaksinnya," kata ahli imunologi di Universitas Washington di St Louis, Ali Ellebedy, dilansir di laman NPR, Kamis (2/9).

Enam bulan setelah vaksinasi, tubuh mungkin lebih siap untuk melawan virus corona. "Jika sudah divaksinasi enam bulan lalu, sistem kekebalan tubuh telah dilatih selama enam bulan, tubuh lebih siap untuk melawan infeksi Covid-19," kata Ellebedy.

Serangkaian penelitian baru, termasuk dua yang dipimpin oleh Ellebedy, menunjukkan bahwa vaksin mRNA seperti dari Pfizer-BioNTech dan Moderna memicu sistem kekebalan untuk membangun perlindungan jangka panjang terhadap Covid-19 yang parah.

Baca juga : Miqat Makani Mana yang Paling Jauh dari Makkah?

"Perlindungan dua vaksin ini kemungkinan akan bertahan beberapa tahun atau bahkan lebih lama," kata Ellebedy.

Misalnya seseorang sudah menerima vaksin Moderna atau Pfizer kedua enam bulan lalu. Segera, sistem kekebalan tubuh mulai bekerja dan mulai membuat antibodi.

Antibodi ini agak mirip pemanah di luar parit kastil. Mereka terpasang di lapisan hidung dan tenggorokan, siap untuk menembak jatuh (alias menetralisasi) partikel SARS-CoV-2 yang mencoba memasuki parit (alias jaringan hidung).

Ahli bioimunologi di University of Arizona, Deepta Bhattacharya, mengatakan antibodi ini bisa mencegah infeksi. "Mereka menghentikan virus, memasuki sel, dan mendirikan perlindungan. Mereka adalah pertahanan garis depan tubuh," kata dia.

Namun, kata Bhattacharya, segera setelah vaksinasi, putaran awal antibodi ini memiliki beberapa masalah. Antibodinya agak lemah. "Mereka tidak terlatih dengan baik untuk membunuh SARS-CoV-2, dan mereka tidak terlalu tahan lama," ujarnya.

Sekitar sebulan setelah suntikan mRNA kedua, jumlah antibodi dalam darah mencapai tingkat puncaknya dan kemudian mulai menurun. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature melaporkan pada Juni lalu, menyebut antibodi itu terdegradasi dan sel-sel membuatnya mati.

Ini terjadi pada setiap vaksin, baik itu untuk Covid-19, flu, atau campak. "Dalam setiap respons imun, ada peningkatan tajam dalam antibodi, periode penurunan tajam, dan kemudian mulai menetap ke titik nadir yang lebih stabil," ujar Bhattacharya.

Sebagian besar media berfokus pada penurunan antibodi ini sebagai penyebab kekebalan yang memudar. Penurunan antibodi ini dikombinasikan dengan potensi tingginya varian Delta yang mulai mendominasi banyak negara tahun ini, kemungkinan meningkatkan tingkat infeksinya pada orang yang divaksinasi lengkap.

Dia menyebut jika terinfeksi Delta jumlah besar, virus bisa menyelinap melewati dinding antibodi awal. Anda mungkin melihat beberapa tanda itu, tetapi tingkat infeksi mungkin tidak sedramatis yang diperkirakan.

Baca juga : Merck Mulai Uji Coba Tahap Akhir Obat Pencegah Covid-19

Mengapa? Alasannya, karena sebagian besar media mengabaikan beberapa fakta penting tentang antibodi yang ada delapan bulan setelah vaksinasi. "Antibodi itu lebih kuat, dipicu oleh vaksin," kata Bhattacharya.

Saat dosis pertama vaksin menjaga saluran pernapasan, sistem kekebalan tidak hanya duduk diam. Sebaliknya, sistem kekebalan sibuk melatih vaksin agar lebih baik.

Setelah dosis kedua vaksin, sistem kekebalan mendirikan pusat kekebalan di kelenjar getah bening untuk mengajarkan sel-sel khusus bagaimana membuat antibodi yang lebih kuat. Kualitas antibodi meningkat dari waktu ke waktu.

Dibutuhkan jauh lebih sedikit antibodi baru untuk melindungi tubuh. "Jadi menurut saya, mengkhawatirkan penurunan antibodi bukanlah sesuatu yang produktif," ujarnya.

Pada saat yang sama, sel-sel yang membuat antibodi yang disuplai ini akan menjadi tersuplai sendiri. Di pusat kekebalan, mereka belajar bagaimana membuat sejumlah besar antibodi yang sangat kuat.

Bhattacharya mengatakan, sel-sel ini luar biasa. Mereka diperkirakan mengeluarkan sekitar 10 ribu molekul antibodi per detik. 

"Jadi tubuh tidak memerlukan banyak sel untuk melindungi diri dari infeksi di masa depan," kata Bhattacharya.

Selain itu, sel-sel ini mempelajari sesuatu yang luar biasa di pusat kekebalan yaitu bagaimana cara bertahan. "Mereka pada dasarnya diberi karunia keabadian," kata ahli imunologi, Ellebedy.

Dia dan rekan-rekannya telah menemukan sekitar enam bulan setelah vaksinasi, sel-sel penghasil antibodi ini masuk ke sumsum tulang, di mana mereka bisa hidup selama beberapa dekade, bahkan mungkin seumur hidup. Penelitian juga menunjukkan itu akan terus memproduksi antibodi sepanjang waktu.

Selain melatih antibodi yang lebih baik dan pabrik untuk membuat sel plasma, sistem kekebalan juga berkeliling ke seluruh tubuh. Sistem kekebalan yang berkeliling itu disebut sel B memori dan sel T memori, dan mereka sebagian besar berfungsi sebagai sistem pengawasan, mencari sel lain yang terinfeksi SARS-CoV-2.

Baca juga : Turunkan Harga, Ini Tarif Tes Antigen di Indonesia

"Mereka berpatroli di mana-mana, memeriksa apakah sel lain terinfeksi SARS-CoV-2 yang bersembunyi di dalamnya. Ini hampir seperti melewati sebuah lingkungan, melihat rumah demi rumah, dan memastikan itu semua bersih," kata Ellebedy.

“Mereka ini tidak bisa mencegah infeksi dari awalnya terjadi, tetapi mereka bisa dengan cepat menghentikannya begitu terjadi,” kata ahli imunologi di University of Toronto, Jennifer Gommerman.

Sekarang, Anda memiliki semua informasi untuk memahami apa yang terjadi dengan vaksin Covid-19 dan daya tahan kekebalan. Sekitar enam bulan setelah vaksinasi, antibodi dalam darah telah turun.

Mereka juga sedikit kurang efektif terhadap varian Delta. Namun pada orang yang sudah divaksinasi, infeksi ini kemungkinan besar akan ringan atau sedang karena sistem kekebalan tidak dimulai dari awal melainkan telah melatih sel dan antibodi selama berbulan-bulan.

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...