Berapa lama masa iddah seorang istri

Jakarta -

Islam mengatur mengenai masa iddah atau waktu tunggu bagi perempuan untuk menikah lagi setelah ditinggal wafat suami maupun digugat cerai. Nah, berapa hari masa iddah perempuan?

Apa arti waktu tunggu atau iddah dalam Islam?

Abdul Rahman al-Jaziri dalam Kitab a-Fiqh 'Ala al-Madzahib al-Arba'ah Jilid IV menjelaskan, 'Iddah secara bahasa berarti sesuatu yang dihitung. Ada pun menurut istilah atau syara' bisa diartikan waktu untuk menanti kesucian seorang wanita yang suaminya meninggal, atau diceraikan oleh sang suami. Selama masa penantian itu, wanita tersebut dilarang menikah.

Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menuliskan masa Iddah diberlakukan bagi wanita yang dicerai oleh suaminya, baik cerai meninggal dunia atau cerai hidup. "Wanita yang tidak ber'Iddah hanyalah yang dicerai sebelum digauli atau qabl al-mass," tulis Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang fatwa itu.

Berikut ini perhitungan masa iddah dengan sejumlah kondisi

1. Masa Iddah ditinggal meninggal dunia

Wanita yang ditinggal meninggal dunia oleh suaminya, maka masa iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 234, 228 dan 227.

وَالَّذِينَيُتَوَفَّوْنَمِنْكُمْوَيَذَرُونَأَزْوَاجًايَتَرَبَّصْنَبِأَنْفُسِهِنَّأَرْبَعَةَأَشْهُرٍوَعَشْرًاۖفَإِذَابَلَغْنَأَجَلَهُنَّفَلَاجُنَاحَعَلَيْكُمْفِيمَافَعَلْنَفِيأَنْفُسِهِنَّبِالْمَعْرُوفِۗوَاللَّهُبِمَاتَعْمَلُونَخَبِيرٌ

Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu serta meninggalkan istri-istri, hendaklah para isteri itu menunggu (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tidak ada dosa bagimu (para wali) mengenai apa yang mereka perbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2. Masa Iddah ditinggal meninggal dunia dan sedang hamil

Wanita yang ditinggal meninggal dunia oleh suami dan tengah hamil maka masa iddahnya sampai dengan melahirkan. Hal itu seperti firman Allah SWT dalam Quran surat al-Thalaq ayat 4:

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu tentang masa iddahnya, maka masa iddah mereka adalah tiga bulan. Dan begitu juga perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, masa iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

3. Wanita yang Dicerai Belum Haid atau Sudah Menopause

Dalam Quran surat Al-Thalaq ayat 4 berisi perhitungan masa iddah bagi wanita yang dicerai namun belum haid atau sudah mengelami menopause adalah tiga bulan. Perhitungan tersebut sesuai dengan bulan Hijriah.

4. Ditalak suami dan tengah hamil

Masa iddah gugat cerai bagi wanita yang tengah hamil sama dengan perhitungan masa iddah wanita yang ditinggal meninggal dunia, yakni sampai dengan melahirkan.

5. Masa iddah wanita yang ditalak suami dan tak sedang hamil

Bagi wanita yang ditalak suaminya dalam keadaan tidak hamil maka masa iddahnya sebanyak tiga kali quru. Hal itu sesuai firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 228.

وَالْمُطَلَّقَاتُيَتَرَبَّصْنَبِأَنْفُسِهِنَّثَلَاثَةَقُرُوءٍۚوَلَايَحِلُّلَهُنَّأَنْيَكْتُمْنَمَاخَلَقَاللَّهُفِيأَرْحَامِهِنَّإِنْكُنَّيُؤْمِنَّبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآخِرِۚوَبُعُولَتُهُنَّأَحَقُّبِرَدِّهِنَّفِيذَٰلِكَإِنْأَرَادُواإِصْلَاحًاۚوَلَهُنَّمِثْلُالَّذِيعَلَيْهِنَّبِالْمَعْرُوفِۚوَلِلرِّجَالِعَلَيْهِنَّدَرَجَةٌۗوَاللَّهُعَزِيزٌحَكِيمٌ

Artinya: Para istri yang diceraikan wajib menahan diri (menunggu) mereka selama tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan para suami mereka lebih berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Quru dalam masa iddah yang dimaksud menurut para ulama adalah masa suci. Jika diceraikan sedang haid, maka masa iddah dihitung setelah masa haid itu.

6. Masa Iddah Wanita yang Dicerai dan Belum Pernah Bersetubuh

Masa iddah dalam Islam untuk wanita yang belum pernah bersetubuh dan diceraikan oleh sang suami maka tak ada masa iddahnya. Hal itu sesuai dengan Quran surat Al-Ahzab ayat 49 yang berbunyi

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah (pemberian) dan lepaskan lah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya."

Simak Video "Klarifikasi Drakor 'Tomorrow' soal Nama Member BTS di Daftar Kematian"



(pay/erd)

Perempuan yang berpisah dengan suaminya, baik karena dicerai maupun karena ditinggal mati, memiliki masa iddah atau masa tunggu yang harus dipenuhi sebelum ia menikah kembali dengan laki-laki lain. Ada banyak hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang perempuan yang bercerai sampai masa iddahnya telah selesai. 


Masa iddah ini berbeda-beda tergantung bagaimana kondisi perempuan itu saat terjadinya perceraian. Perempuan yang ditinggal mati suaminya ia harus menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari.


Perempuan yang dicerai dalam keadaan hamil masa iddahnya sampai melahirkan. Perempuan yang selama hidupnya belum pernah mengalami haid dan perempuan yang sudah manupouse masa iddahnya selama tiga bulan. Sedangkan perempuan yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan tidak hamil, sudah pernah mengalami haid dan sudah pernah berhubungan badan masa iddahnya adalah tiga kali suci.


Bila dilihat keempat masa iddah di atas bisa kita pahami bahwa masa iddah perempuan yang ditinggal mati, perempuan yang hamil, dan perempuan yang belum pernah haid atau sudah maupouse ditentukan dengan batasan waktu yang pasti seperti empat bulan sepuluh hari dan tiga bulan, atau dengan sebuah peristiwa yang terukur yakni melahirkan. Sedangkan masa iddah bagi perempuan yang dicerai suaminya tidak ditentukan dengan batasan waktu yang jelas namun dengan sebuah peristiwa yang tida bisa diukur secara pasti, yakni tiga kali suci.


Masa tiga kali suci ini tidak bisa dipastikan ukuran waktunya mengingat siklus haid seorang perempuan bisa jadi berbeda-beda satu sama lain. Apalagi bila seorang perempuan mengalami masalah hormonal yang tidak normal tidak menutup kemungkinan akan mengalami masa suci yang sangat panjang sehingga menyebabkan masa iddahnya semakin lama. Ini dikarenakan masa suci dapat terjadi dalam kurun waktu yang tidak terbatas. Berbeda dengan masa haid yang batas maksimalnya hanya lima belas hari saja.


Tentang batasan masa haid dan suci ini Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menjelaskan batas minimal masa haid adalah satu hari satu malam, umumnya masa haid enam atau tujuh hari, dan maksimal masa haid lima belas hari lima belas malam. Sedangkan masa suci di antara dua masa haid paling cepat adalah lima belas hari, umumnya dua puluh empat atau dua puluh tiga hari, dan paling lama tidak terbatas. (Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safînatun Najâh, [Beirut: Darul Minhaj, 2009], halaman 29).

Baca juga Hak dan Kewajiban Perempuan Selama Masa Iddah


Permasalahannya kemudian adalah bila masa iddah ditentukan dengan batasan tiga kali suci tanpa bisa dipastikan bilangan waktunya, lalu bagaimana cara menghitung masa iddah tiga kali suci? Kapan seorang perempuan dinyatakan belum atau telah selesai menjalani masa iddah tiga kali suci?


Dalan hal ini para ulama fiqih memberikan patokan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan seorang perempuan telah menyelesaikan masa iddahnya. Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Nihâyatuz Zain—juga ulama Syafi’iyah lainnya dalam kitab mereka—memberi patokan yang dapat digunakan untuk menghitung masa iddah sebagai berikut:


فَإِن طلقت طَاهِرا وَقد بَقِي من الطُّهْر لَحْظَة انْقَضتْ الْعدة بالطعن فِي حَيْضَة ثَالِثَة أَو طلقت حَائِضًا وَإِن لم يبْق من زمن الْحيض شَيْء فتنقضي عدتهَا بالطعن فِي حَيْضَة رَابِعَة إِذْ مَا بَقِي من الْحيض لَا يحْسب قرءا قطعا


Artinya: “Apabila seorang perempuan dicerai dalam keadaan suci dan masih tersisa sedikit waktu dari masa suci itu maka masa iddahnya berakhir pada saat masuk masa haid yang ketiga. Atau bila ia dicerai dalam keadaan haid, meskipun tidak tersisa sedikitpun masa haid, maka iddahnya berakhir pada saat masuk masa haid yang keempat, karena masa haid yang tersisa pada saat dicerai secara pasti tidak dihitung sebagai masa suci.” (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihâyatuz Zain, [Bandung: Al-Ma’arif, tt], halaman 328).


Dari uraian Syekh Nawawi di atas bisa diambil satu simpulan bahwa ketika seorang perempuan dicerai suaminya dalam keadaan suci maka masa iddahnya akan berakhir pada saat pertama kali darah keluar di masa haid yang ketiga sejak jatuhnya cerai. Ini bisa digambarkan sebagai berikut:


- Seorang perempuan dicerai pada tanggal 1 Januari pada saat ia sedang dalam masa suci atau sedang tidak haid. Kondisi ini dihitung sebagai masa suci yang pertama.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Januari ia mengalami haid. Ini adalah haid pertama sejak terjadinya perceraian.


- Pada tanggal 21 Januari sampai 5 Februari ia masuk pada masa suci yang kedua.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Februari ia kembali haid untuk yang kedua kalinya.


- Pada tanggal 21 Februari sampai 5 Maret ia kembali suci untuk yang ketiga kali.


- Pada tanggal 6 Maret pukul 08.00 WIB keluar darah haid. Pada saat ini ia masuk pada haid yang ketiga kali sejak terjadinya perceraian. Pada saat ini pula masa iddahnya telah selesai.

Sedangkan bila ketika dicerai sang perempuan dalam keadaan tidak suci atau sedang haid maka masa iddahnya akan berakhir pada saat pertama kali darah keluar di masa haid yang keempat sejak jatuhnya cerai. Penggambaran kasus ini sebagai berikut:


- Seorang perempuan dicerai pada tanggal 1 Januari pada saat ia sedang mengalami haid. Kondisi ini dihitung sebagai haid yang pertama.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Januari ia mengalami masa suci. Ini adalah masa suci pertama sejak terjadinya perceraian.


- Pada tanggal 21 Januari sampai 5 Februari ia mengalami haid. Ini dihitung sebagai haid yang kedua sejak terjadinya perceraian.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Februari ia kembali suci untuk yang kedua kalinya.


- Pada tanggal 21 Februari sampai 5 Maret ia kembali haid untuk yang ketiga kali.


- Pada tanggal 6 sampai 20 Maret ia kembali suci untuk yang ketiga kali. 


- Pada tanggal 21 Maret pukul 08.00 WIB keluar darah haid. Pada saat ini ia masuk pada haid yang keempat kali sejak terjadinya perceraian. Pada saat ini pula masa iddahnya telah selesai.


Dengan kondisi seperti di atas masa iddah tiga kali suci akan terlewati dalam kisaran waktu kurang lebih sembilan puluh hari. Ini bisa terjadi apabila perempuan yang dicerai itu mengalami siklus haid yang normal sebagaimana  batasan yang disampaikan Syekh Salim Al-Hadlrami di atas.

Baca juga: Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam


Apabila perempuan yang dicerai mengalami siklus haid yang tidak normal di mana masa sucinya sangat panjang maka bisa jadi masa iddahnya akan jauh lebih lama.


Janda yang ingin menikah lagi penting mengetahui cara menghitung masa iddah ini agar pernikahan yang hendak dilakukan untuk kali kedua dan seterusnya benar-benar menjadi perkawinan yang sah sesuai aturan syari’at Islam. Wallâhu a’lam.


Ustadz Yazid Muttaqin, alumnus Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Kini ia aktif sebagai penghulu di Kantor Kementerian Agama Kota Tegal.

Berapa lama masa iddah seorang istri