Berapa bulan suami tidak menafkahi jatuh talak?

PortalJember.com - Kali ini Ustadz Abdul Somad menjelaskan tentang batas waktu suami tak memberi nafkah batin.

Nafkah batin atau dengan istilah lain disebut hubungan suami istri, merupakan kewajiban seorang pemimpin keluarga.

Apabila hal tersebut tidak dipenuhi dalam waktu tertentu, menurut Ustadz Abdul Somad bisa jatuh talak satu.

Baca Juga: Pesta Pernikahan di Gresik Ini Mendadak Viral, Netizen: Pulang Jadi Janda Sama Duda

Dilansir PortalJember.com dari video yang diunggah kanal YouTube AKHIR ZAMAN pada Sabtu, 24 Februari 2018 menjelaskan batas waktu yang dimaksud.

Dalam menjalankan nahkoda rumah tangga, Islam mengatur suami sebagai pemimpinnya.

Karena ditunjuk sebagai seorang imam atau pemimpin, maka suami memiliki kewajiban yang berbeda dibanding istri.

Baca Juga: Bukan Ad Dhuha, Bacalah Surat Ini saat Sholat Dhuha, Rezeki Deras Melimpah Kata Ustadz Adi Hidayat

Secara umum, ada dua kewajiban suami yang banyak diketahui oleh masyarakat luas.

Salah satu kewajiban seorang suami terhadap istrinya adalah memberikan nafkah. Nafkah disini bukan hanya nafkah lahir saja, tapi juga nafkah batin. Kewajiban inilah yang menyebabkan seorang laki-laki memiliki kelebihan dibandingkan dengan wanita.

Allah berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka [laki-laki] atas sebagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka [an-Nisâ`/4:34].

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَىٰ

Tempatkanlah mereka [para isteri] di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan [hati] mereka. Dan jika mereka [isteri-isteri yang sudah ditalaq] itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan [anak-anak]mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu [segala sesuatu] dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan [anak itu] untuknya. [At-talaq: 6 ]

Baca juga:

Batas Waktu Tidak Menafkahi Istri

Perintah Allah bagi suami untuk menafkahi istrinya telah jelas disebutkan dalam Al Quran. Namun bagaimana jika seorang suami mengalami kesulitan keuangan atau masalah kesehatan sehingga tidak mampu memberikan nafkah? Adakah batas waktu khusus mengenai menafkahi istri?

Menurut pendapat Ibnu Hazm, seorang suami setidaknya harus memberikan nafkah minimal sebulan sekali jika ia mampu. Hal ini sesuai dengan surah Al Baqarah ayat 223.

Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu… Isteri-isterimu adalah [seperti] tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah [amal yang baik] untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya” [QS. Al Baqarah: 223]

Baca juga :

Sedangkan menurut Imam Ahmad, batas waktu seorang suami tidak menafkahi istrinya adalah empat bulan. Hal ini sesuai dengan keputusan di masa Umar bin Khattab yang mana banyak terjadi peperangan. Ia merasa gelisah dengan putrinya yang ditinggal oleh suaminya sehingga ia pun bertanya padanya.

Hafsoh, putri Umar bin Khattab kemudian menjawab, “Sekuat-kuat wanita dia hanya bisa bertahan selama empat bulan.”

Tidak Menjadikan Perceraian

Namun meskipun suami tidak mampu menafkahi istri dalam waktu lama, bukan berarti sebuah pernikahan akan otomatis dalam kondisi cerai. Sebuah perceraian tetap harus dilakukan dengan jatuhnya talak dari suami.

Imam Ibnu Baz menjelaskan, kapan seorang wanita bisa dianggap telah ditalak,

تعتبر المرأة طالقاً إذا أوقع زوجها عليها الطلاق ، وهو عاقل مختار ليس به مانع من موانع الطلاق كالجنون والسكر ، ونحو ذلك . وكانت المرأة طاهرة طهراً لم يجامعها فيه أو حاملاً أو آيسة

Seorang wanita berstatus ditalak apabila,

  • Suami menjatuhkan talak kepadanya,
  • Ketika menjatuhkan talak, suami sehat akal, tidak dipaksa, tidak gila, tidak mabuk, atau semacamnya
  • Ketika menjatuhkan talak, istrinya sedang suci [tidak sedang haid] dan belum digauli, atau sedang hamil, atau sudah menapause. [Fatawa at-Talak Ibnu Baz, 1/35]

Baca juga:

Jika seorang suami memang tidak sanggup menafkahi istrinya, maka sang istri diperbolehkan untuk mengajukan khulu’ atau gugatan cerai. Jadi perceraian tidak bisa terjadi begitu saja, namun tetap melalui sebuah proses. Keduanya harus bisa mencoba untuk memperbaiki permasalahan yang ada terlebih dahulu. Jika memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi barulah diperbolehkan mengajukan khulu’.

Allah berfirman,

وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ

“Janganlah kamu pertahankan [dengan rujuk] mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” [QS. al-Baqarah: 231]

Sayid Sabiq mengatakan,

وإن على القاضي أن يزيل هذا الضرر.  وإذا كان من المقرر أن يفرق القاضي من أجل الغيب بالزوج فإن عدم الانفاق يعد أشد إيذاءا للزوجة وظلما لها من وجود عيب بالزوج، فكان التفريق لعدم الانفاق أولى

Wajib bagi hakim [KUA] untuk menghilangkan sesuatu yang membahayakan istri. Ketika dipahami bahwa hakim boleh memisahkan suami istri karena suami lama menghilang, sementara tidak memberi nafkah termasuk menyakiti dan mendzlimi istri, lebih menyakitkan dari pada sebatas adanya aib pada suami, maka wewenang hakim untuk memisahkan suami istri karena tidak memberi nafkah, lebih kuat. [Fiqh Sunah, 2/288].

Baca juga:

Maka dari itu, sekecil dan sebesar apapun masalah yang ada dalam sebuah rumah tangga hendaknya dibincangkan terlebih dahulu. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

‘Afwan Ustadz, bagaimana jika ada seorang istri yang tidak digauli [diberi nafkah batin] oleh suami nya semenjak hari pertama menikah sampai 4 bulan usia pernikahan. Suami mengatakan bahwa ia belum siap untuk melakukan hubungan, Sedangkan si istri ingin sekali.

Apa yang harus dilakukan oleh istri terhadap suaminya ?
Apakah boleh istri minta cerai karena nafkah batinnya tidak dipenuhi?

Mohon pencerahnnya Ustadz, Jazaakallah khayran.

[Disampaikan oleh Fulanah, Admin Sahabat BiAS]

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan :

Baca Juga :  Bahaya Ghibah

 والوطء الواجب قيل إنه واجب في كل أربعة أشهر مرة، وقيل: بقدر حاجتها وقدرته، وهذا أصح القولين

“Menjima’i istri yang wajib itu dilakukan setiap empat bulan sekali. Dikatakan pula [menurut pendapat lain] intensitasnya diukur sesuai kebutuhan istri dan kebutuhan suami. Pendapat yang ini lebih kuat dari dua pendapat yang ada.”
[Al-Fatawa Al-Kubra : 1/294].

Maka suami ini hendaknya memaksakan dirinya untuk menjimai istrinya dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Atau perlu diadakan pemeriksaan medis ataupun non medis dengan diruqyah misalnya barangkali ada kelainan atau ada gangguan jin ataupun sihir yang melanda si suami tadi.

Jika Tetap Tidak Mampu Memberi Nafkah Batin?

Namun jika disebabkan lemah syahwat permanen yang tidak sembuh, maka istri boleh membatalkan pernikahan dengan tanpa menunggu setahun. Imam Ibnu Utsaimin rahimahullahu ta’ala menyatakan :

إذا قرر الأطباء من ذوي الكفاءة والأمانة أنه لن تعود إليه قوة الجماع فلا فائدة من التأجيل ، فلا نستفيد من التأجيل إلا ضرر الزجة ، فهو في الحقيقة يشبه مقطوع الذكر في عدم رجوع الجماع إليه

“Apabila para dokter spesialis yang pakar dan amanah telah menetapkan bahwa kekuatan jima’ tidak bisa kembali pada dirinya, maka tidak ada gunanya penundaan. Dan tidak ada manfaat penundaan kecuali hanya madharat bagi si istri.

Suami tadi hakikatnya sama hukumnya dengan orang yang terputus kelaminnya tatkala kemampuan jima’ tidak bisa kembali kepada dirinya.”
[Asy-Syarhul Mumti’ : 12/207].

Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati, حفظه الله تعالى
Kamis, 7 Dzulhijjah 1440 H / 8 Agustus 2019 M

Ustadz Abul Aswad Al-Bayati, BA. Dewan konsultasi Bimbingan Islam [BIAS], alumni MEDIU, dai asal klaten

Untuk melihat artikel lengkap dari Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله  klik disini

Baca Juga :  Bagaimana Mendidik Anak Perempuan Yang Beranjak Dewasa

Ustadz Abdul Somad ungkap batas waktu suami tidak memberikan nafkah batin kepada istri yang bisa menimbulkan talak. /Tangkap layar YouTube.com/Ustadz Abdul Somad

PortalJember.com - Kali ini Ustadz Abdul Somad menjelaskan tentang batas waktu suami tak memberi nafkah batin.

Nafkah batin atau dengan istilah lain disebut hubungan suami istri, merupakan kewajiban seorang pemimpin keluarga.

Apabila hal tersebut tidak dipenuhi dalam waktu tertentu, menurut Ustadz Abdul Somad bisa jatuh talak satu.

Baca Juga: Pesta Pernikahan di Gresik Ini Mendadak Viral, Netizen: Pulang Jadi Janda Sama Duda

Dilansir PortalJember.com dari video yang diunggah kanal YouTube AKHIR ZAMAN pada Sabtu, 24 Februari 2018 menjelaskan batas waktu yang dimaksud.

>

Dalam menjalankan nahkoda rumah tangga, Islam mengatur suami sebagai pemimpinnya.

Karena ditunjuk sebagai seorang imam atau pemimpin, maka suami memiliki kewajiban yang berbeda dibanding istri.

Baca Juga: Bukan Ad Dhuha, Bacalah Surat Ini saat Sholat Dhuha, Rezeki Deras Melimpah Kata Ustadz Adi Hidayat

Secara umum, ada dua kewajiban suami yang banyak diketahui oleh masyarakat luas.

Sumber: YouTube AKHIR ZAMAN

Video yang berhubungan

3 bulan tidak menafkahi istri apakah jatuh talak?

Dari shighat ta'liq talak point 2 tersebut di atas, maka di Indonesia, batasan maksimal tidak memberikan nafkah batin ialah 3 bulan. Meskipun demikian, talak tidak serta merta jatuh karena hal itu masih tergantung pada keridhaan istri.

Berapa lama jatuh talak suami tidak memberi nafkah?

Menurut pendapat Ibnu Hazm, seorang suami setidaknya harus memberikan nafkah minimal sebulan sekali jika ia mampu. Hal ini sesuai dengan surah Al Baqarah ayat 223. Sedangkan menurut Imam Ahmad, batas waktu seorang suami tidak menafkahi istrinya adalah empat bulan.

Apa hukum jika suami tidak memberi nafkah pada istri?

Hukum Suami Tidak Memberikan Nafkah Dalam Islam Apabila suami tidak melakukan kewajibannya kepada istri dan anaknya sebagai kepala rumah tangga dengan tidak memberikan nafkah kepada istri dan anaknya, ini adalah hal yang diharamkan dan dapat dikatakan sebagai perbuatan yang berdosa.

Jika suami tidak memberi nafkah batin apakah jatuh talak?

Nafkah batin atau dengan istilah lain disebut hubungan suami istri, merupakan kewajiban seorang pemimpin keluarga. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi dalam waktu tertentu, menurut Ustadz Abdul Somad bisa jatuh talak satu.