Bagian yang ditunjukan oleh nomor 6 memberi nama dan fungsi yaitu

1. FUNGSI PERADILAN a.     Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. b.     Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir -     semua sengketa tentang kewenangan mengadili. -     permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)

-     semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)

c.     Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. FUNGSI PENGAWASAN a.     Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970). b.     Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan : -     terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

-     Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. FUNGSI MENGATUR a.     Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).

b.     Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. FUNGSI NASEHAT a.     Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

b.     Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

5. FUNGSI ADMINISTRATIF a.     Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.

b.     Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. FUNGSI LAIN-LAIN

Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

 BADAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), disusun untuk meningkatkan peran, fungsi dan tanggung jawab lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan daerah, sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 juga mengatur secara komprehensif dimana tidak membatasi pengaturan yang hanya terbatas pada materi muatan susunan dan kedudukan lembaga, tetapi juga mengatur hal-hal lain yang lebih bersifat komprehensif.

Menurut amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20A ayat (1) menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam rangka meningkatkan penguatan dan pengefektifan kelembagaan DPR RI serta mendukung tugas dan wewenang DPR RI khususnya dalam fungsi pengawasan, maka dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tersebut, pada pasal 112A sampai dengan pasal 112G, telah dibentuk Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang ditetapkan menjadi salah satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR RI pada periode 2014-2019.

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara sebagai alat kelengkapan dewan yang bersifat tetap, dalam hal pengawasan penggunaan keuangan negara berfungsi untuk melakukan telaahan terhadap laporan hasil pemeriksaan BPK RI. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan BAKN akan berkontribusi positif dalam pelaksaanaan transparansi dan akuntabilitas penggunaan keuangan negara serta menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik/masyarakat DPR RI khususnya dalam melaksanakan fungsi pengawasan dewan. Adapun penetapan anggota BAKN periode 2014-2019 telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI tanggal 26 April 2018.

Dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugas serta wewenang BAKN DPR RI sebagai lembaga yang baru dibentuk, maka harus dapat menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik/masyarakat dalam melaksanakan fungsi pengawasan Dewan.

Dasar Hukum:

  1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
  3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
  4. UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
  5. UU No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan;
  6. UU No. 2 TAHUN 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  7. Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib .

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR RI menyebutkan bahwa DPR memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh alat-alat kelengkapan DPR RI yang berwenang. Ketiga fungsi tersebut juga tercantum dalam Pasal 20A amandemen Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun Alat Kelengkapan DPR yang dimaksud adalah sesuai dalam Pasal 23 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang  Tata Tertib DPR RI, yaitu:

1.    Pimpinan;

2.    Badan Musyawarah;

3.    Komisi;

4.    Badan Legislasi;

5.    Badan Anggaran;

6.    Badan Akuntabilitas Keuangan Negara;

7.    Badan Kerja Sama Antar Parlemen ;

8.    Mahkamah Kehormatan Dewan;

9.    Badan Urusan Rumah Tangga

10.  Panitia Khusus; dan

11.  Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna DPR.

Kemudian untuk menunjang kegiatan DPR yang bersifat teknis administratif, maka DPR memiliki sebuah Sekretariat Jenderal dengan semua perangkatnya. BAKN berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 dalam Pasal 112A sampai dengan Pasal 112G dinyatakan bahwa:

Pasal 112A

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang selanjutnya disingkat BAKN, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 112B

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

(2) Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak sesuai dengan jumlah fraksi yang ada di DPR atas usul fraksi yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

Pasal 112C

(1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang ditetapkan dari dan oleh anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

(3) Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.

Pasal 112D

(1) BAKN bertugas:

a.    melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;

b.    menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;

c.    menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan

d.    memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

(3) BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.

(4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.

Pasal 112E

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112D ayat (1), BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli hukum, analis keuangan, dan/atau peneliti.

Pasal 112F

BAKN menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Pasal 112G

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang, dan mekanisme kerja BAKN diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.

Kemudian dalam Pasal 112G Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 terkait dengan tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja BAKN yang diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib, maka dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:

Tata Cara Penetapan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Berdasarkan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib

Pasal 73 

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang selanjutnya disingkat BAKN, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

Pasal 74 

(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

(2) Anggota BAKN berjumlah sesuai dengan jumlah Fraksi yang ada di DPR atas usul Fraksi yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

(3) Pimpinan DPR mengadakan konsultasi dengan pimpinan Fraksi untuk menentukan komposisi keanggotaan BAKN yang mencerminkan unsur semua Fraksi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.

(4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai dalam penentuan komposisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dalam rapat paripurna.

(5) Fraksi mengusulkan nama anggota BAKN kepada pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk selanjutnya ditetapkan dalam rapat paripurna.

(6) Jika anggota BAKN yang bersangkutan berhalangan tetap atau ada pertimbangan lain dari Fraksinya, penggantian anggota BAKN dapat dilakukan oleh Fraksinya.

Tata Cara Pemilihan Pimpinan BAKN

Pasal 75 

(1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BAKN dalam 1 (satu) paket yang bersifat tetap sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.

(3) Paket yang bersifat tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk Fraksi.

(4) Setiap Fraksi dapat mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan BAKN.

(5) Fraksi dalam mengusulkan paket sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memperhatikan keterwakilan perempuan.

(6) Paket yang bersifat tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 5 (lima) tahun.

(7) Calon ketua dan wakil ketua BAKN diusulkan secara tertulis oleh Fraksi dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh Pimpinan DPR dalam satu paket calon pimpinan BAKN yang terdiri atas 1 (satu) orang calon ketua dan 2 (dua) orang calon wakil ketua dari Fraksi yang berbeda, untuk ditetapkan sebagai paket calon pimpinan BAKN dalam rapat BAKN.

(8) Pimpinan rapat BAKN mengumumkan nama paket calon pimpinan BAKN dalam rapat BAKN.

(9) Pimpinan rapat BAKN mengumumkan nama paket calon pimpinan BAKN dalam rapat BAKN.

(10) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak tercapai, paket calon pimpinan BAKN dipilih dengan pemungutan suara.

(11) Setiap anggota BAKN memilih 1 (satu) paket calon pimpinan BAKN yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

(12) Paket calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai ketua dan wakil ketua terpilih dalam rapat BAKN.

(13) Dalam hal hanya terdapat 1 (satu) paket calon pimpinan BAKN, pimpinan rapat BAKN langsung menetapkannya menjadi pimpinan BAKN.

(14) Pemilihan pimpinan BAKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh Pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.

(15) Komposisi fraksi pimpinan BAKN yang sudah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR bersifat final dan mengikat.

(16) Pimpinan BAKN ditetapkan dengan keputusan Pimpinan DPR

Tata Cara Pelaksanaan Tugas BAKN

Pasal 76

BAKN bertugas:

a.    melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;

b.    menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;

c.    menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi;  dan

d.    memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

Pasal 77 

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf a dan huruf b, BAKN:

a.    mengadakan rapat untuk melakukan penelaahan atas laporan hasil pemeriksaan BPK;

b.    menyampaikan hasil telaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi berupa ringkasan temuan beserta analisis kebijakan berdasarkan hasil pemeriksaan semester, laporan keuangan Pemerintah Pusat, laporan hasil pemeriksaan kinerja, dan hasil temuan pemeriksaan dengan tujuan tertentu setelah BPK menyerahkan hasil temuan kepada DPR;

c.    dapat menyampaikan hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada alat kelengkapan selain komisi;

d.    mengadakan pemantauan atas tindak lanjut hasil telaahan yang disampaikan kepada komisi; dan/atau

e.    membuat evaluasi dan inventarisasi atas tindak lanjut yang dilaksanakan oleh komisi.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf a, BAKN dapat meminta penjelasan kepada BPK, pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf c, BAKN:

a.    dapat mengadakan koordinasi dengan unsur pimpinan komisi untuk membicarakan hasil pembahasan komisi atas hasil temuan pemeriksaan BPK;

b.    dapat mengadakan rapat dengan komisi yang meminta penelaahan lanjutan atas hasil temuan pemeriksaan BPK;

c.    meminta penjelasan kepada BPK, pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara untuk menindaklanjuti penelaahan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; dan/atau

d.    menyampaikan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna setelah terlebih dahulu dibicarakan dengan komisi.

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf d, BAKN menginventarisasi permasalahan keuangan negara.

(5) BAKN menyusun rencana kerja dan anggaran untuk pelaksanaan tugas sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Pasal 78 

Hasil kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.