Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh Presiden jika seandainya rapbn yang diajukan oleh Presiden ditolak oleh DPR?

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Prosedur Penolakan dan Pencabutan Perpu yang pertama kali dipublikasikan pada Senin, 21 Oktober 2013.

Penetapan Perppu oleh Presiden                                      

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam artikel-artikel di atas, Maria Farida Indrati Soeprapto dalam buku Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya, mengatakan bahwa Perppu jangka waktunya terbatas (sementara) sebab secepat mungkin harus dimintakan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”), yaitu pada masa persidangan berikutnya (hal. 94).

Apabila Perppu itu disetujui oleh DPR, akan dijadikan undang-undang. Sedangkan, apabila Perppu itu tidak disetujui (ditolak) oleh DPR, akan dicabut (hal. 94).

Persetujuan atau Penolakan Perppu

Hal ini sesuai dengan wewenang DPR yang terdapat dalam Pasal 71 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah:

DPR berwenang memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang.

Perlu Anda ketahui, proses pembahasan Perppu untuk disetujui atau ditolak, dilakukan oleh DPR melalui rapat paripurna.[1] Nantinya, DPR-lah yang menentukan persetujuan atau penolakan suatu Perppu tersebut melalui keputusan rapat paripurna.

Dalam hal Perppu tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna (ditolak), maka sebagai tindak lanjut atas Keputusan Rapat Paripurna DPR yang menolak Perppu yang bersangkutan, Perppu tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.[2]

Kami sekaligus meluruskan istilah ‘membatalkan’ yang Anda gunakan, karena mengacu pada Pasal 52 ayat (5) UU 12/2011, maka istilah yang tepat untuk digunakan adalah ‘mencabut dan menyatakan tidak berlaku’.

Produk Hukum yang Mencabut Perppu

Lalu, produk hukum apa yang dipakai sebagai bentuk penolakan atau pencabutan suatu Perppu itu? Untuk menjawabnya, kita berpedoman pada Pasal 52 ayat (6) dan ayat (7) UU 12/2011 yang berbunyi:

  1. Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

  2. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Dari ketentuan di atas, dapat kita ketahui bahwa secara hukum, DPR atau presidenlah yang mengajukan Rancangan Undang-Undang ("RUU") tentang pencabutan Perppu.

RUU yang diajukan itu juga mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Perppu.

Contoh

Dalam Bagian Menimbang huruf a UU 3/2010 dikatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“Perppu 4/2009”) yang diajukan oleh presiden tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna pada 4 Maret 2010.

Kemudian, presiden mengajukan RUU tentang pencabutan Perppu 4/2009. RUU tersebut disahkan dengan diterbitkannya UU 3/2010 yang mencabut dan menyatakan Perppu 4/2009 tidak berlaku.

Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, produk hukum yang dipakai untuk mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Perppu yang ditolak oleh DPR adalah peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan Perppu, yaitu undang-undang.

Presiden atau DPR-lah yang mengajukan RUU tentang pencabutan Perppu yang ditolak oleh DPR itu.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Referensi:

Maria Farida Indrati Soeprapto. Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Kanisius: Yogyakarta, 1998.

Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh Presiden jika seandainya rapbn yang diajukan oleh Presiden ditolak oleh DPR?
Periode : AGUSTUS - OKTOBER Kegiatan pembahasan antara Kementerian/Lembaga (K/L) selaku Chief Of Operation Officer (COO) dengan Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) dan Menteri Perencanaan, dihasilkan Rancangan Undang-Undang APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya dilakukan pembahasan RUU APBN antara pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD. Pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota keuangannya. Untuk Nota Keuangan dan RUU APBN 2014, Presiden dijadwalkan menyampaikan pidato pada pekan ketiga Agustus dalam rapat Paripurna DPR RI. Dalam pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi, subfungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Sumber :a. Buku Tinta Emas Perbendaharaanb. http://www.anggaran.depkeu.go.id

c. http://www.wikiapbn.org

Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh Presiden jika seandainya rapbn yang diajukan oleh Presiden ditolak oleh DPR?

Mapel : PPKN

Kelas : VII SMP

Kategori : Keuangan negara

Kata kunci : APBN, RAPBN, pendapatan, pengeluaran

Tindakan yang harus dilakukan pemerintah apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah adalah pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).  

Tindakan pemerintah untuk menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun sebelumnya / tahun lalu apabila mendapat penolakan dari DPR adalah berdasarkan ketentuan Undang – Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 23 ayat (3).

Rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) adalah sejumlah rencana yang tersusun secara sistematis dan detail yang disusun oleh pemerintah berkaitan dengan sejumlah biaya yang diperlukan negara untuk digunakan negara pada tahun mendatang yang disertai dengan estimasi jumlah penerimaan dan pengeluaran negara yang kemudian diajukan pemerintah kepada parlemen untuk disetujui dalam rangka untuk membiayai berbagai pengeluaran yang telah disusun.

Sedangkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah sejumlah rencana yang tersusun secara sistematis dan detail yang disusun oleh pemerintah berkaitan dengan sejumlah biaya yang diperlukan negara untuk digunakan negara pada tahun yang sama yang disertai dengan estimasi jumlah penerimaan dan pengeluaran negara yang telah disetujui oleh DPR dalam rangka untuk membiayai berbagai pengeluaran.

Secara garis besar, struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus maupun defisit anggaran serta pembiayaan. 

Sedangkan jumlah pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa indikator seperti: indikator ekonomi makro, pendapatan negara, perkembangan hasil pengumpulan pendapatan negara dari waktu ke waktu, serta berbagai indikator lainnya.

  • Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh Presiden jika seandainya rapbn yang diajukan oleh Presiden ditolak oleh DPR?