Bagaimana penerapan sistem tanam paksa di Indonesia?

Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Indonesia - Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengulas mengenai 8 aturan dan ketentuan sistem tanam paksa, bagi yang belum membacanya silahkan dibaca terlebih dahulu karena pembahasan kali ini merupakan kelanjutannya. Bagaimana pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia? merupakan pertanyaan yang akan coba penulis ulas pada artikel kali ini.

Pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia dimulai pada tahun 1830 ternyata menimbulkan banyak sekali penyimpangan yang sangat merugikan masyarakat khususnya pemilik tanah / petani. Aturan atau ketentuan yang dibuat kemudian dilanggar oleh penguasa atau yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Lantas apa saja aturan dan ketentuan yang dilanggar oleh Belanda dalam pelaksanaan sistem tanam Paksa di Indonesia? berikut ini penjelasannya.


Baca Juga : Tokoh Penentang Tanam Paksa

Bagaimana penerapan sistem tanam paksa di Indonesia?
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa

Ketentuan sistem tanam paksa yang telah dibuat dengan melibatkan para pemimpin Belanda, pemimpin pribumi, modal swasta barat, tanah rakyat dan tenaga kerja rakyat pada dasarnya tidak terlalu berat untuk dilaksanakan oleh pemilik tanah. Tetapi dengan pelaksanaan ketentuan tersebut banyak sekali yang menyimpang dan mengarah ke pengurasan kekayaan bangsa di bidang pertanian. Hal ini kemudian dianggap sebagai pemaksaan, hal ini berbeda dengan kesepakatan yang sebelumnya dibuat.

Berikut ini pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia yang menyimpang dari aturan yang telah dibuat, meliputi :

  1. Tanah yang digunakan untuk menanam tanaman yang diwajibkan tetap dikenakan biaya pajaknya.
  2. Apabila tanaman wajib mengalami gagal panen, maka yang bertanggung jawab adalah petani.
  3. Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak dikembalikan ke pemilik tanah.
  4. Luas tanah yang digunakan sebagai tanaman wajib melebihi 1/5 luas tanah, bahkan ada yang mencapai 1/2 luas tanah.
  5. Pada awalnya perjanjian tersebut dilakukan secara sukarela, tetapi kemudian menjadi pemaksaan.
  6. Pemaksaan yang dilakukan melalui para kepala desa maupun bupati yang telah dikendalikan oleh Belanda.
  7. Beberapa pekerja yang tidak memiliki tanah, mereka bekerja tanpa dibayar.

Pelaksanaan sistem tanam paksa di Indonesia semula hanya sukarela kemudian menjadi pemaksaan. Hal ini tentu semakin menambah penderitaan rakyat. Oleh karena itu, tanam paksa kemudian berdampak sangat buruk bagi rakyat. Dampak negatif yang ditimbulkan sangat banyak, dan hanya terdapat sedikit dampak negatif. Baca selanjutnya : Dampak Positif dan Negatif Sistem Tanam Paksa

Artikel terkait sistem tanam paksa :

Share ke teman kamu:

Tags :

Tanam Paksa atau yang disebut dengan Cultuur Stelsel merupakan salah satu sistem yang pernah dijalankan oleh Pemerintah Belanda kepada Masyarakat Pribumi di kala penjajahan. Sistem ini memaksa rakyat pribumi untuk menanam dan menyerahkan secara cuma – cuma 20% dari tanah garapannya. Jenis tanaman yang harus ditanam rakyat pribumi pun tidak sembarang, antara lain yang harus ditanam seperti kopi, tebu, dan nila. Sistem Tanam Paksa yang pernah dilakukan Pemerintah Belanda kala itu bukan tanpa tujuan, berikut tujuan – tujuan bangsa Belanda menjalankan sistem tanam paksa di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

  1. Menutupi Kekosongan kas negara Belanda.
  2. Guna membayar hutang – hutang negara Belanda yang sangat banyak.
  3. Guna membiayai peperangan.
  4. Mendapatkan pendapatan dan keuntungan yang sebanyak – banyaknya.
  5. Mengeksploitasi rakyat pribumi baik dari segi tenaga, pikiran, dan waktu, serta
  6. Meningkatkan kesejahteraan bangsa Belanda.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan penerapan sistem tanam paksa masa Van den Bosch adalah untuk menutupi kekosongan kas Belanda hingga meningkatkan kesejahteraan bangsa Belanda.

Jakarta -

Sistem tanam paksa atau Cultuurstelsel merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya sekitar dua puluh persen untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu dan tarum. Tujuan dari sistem tanam paksa adalah untuk menutup defisit yang terjadi pada pemerintah Belanda dan digunakan untuk mengisi kas penjajah pada saat itu.

Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu. Tanaman ekspor tersebut nantinya dijual dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial dan bagi warga yang tidak memiliki tanah harus bekerja selama 75 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah.

Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa keuntungan yang sangat besar untuk pihak Belanda. Dari keuntungan ini, hutang Belanda dapat dilunasi dan semua masalah keuangan bisa diatasi. Sebab, kas pemerintah Belanda mengalami kerugian setelah Perang Jawa tahun 1830. Sistem ini pun berhasil dan pemerintah Belanda meraup keuntungan yang amat besar.

Namun, lain daripada Belanda, justru rakyat Indonesia menderita dan mendapat kerugian besar. Pelaksanaan sistem tanam paksa membuat para petani sangat menderita kala itu karena alih-alih mereka berfokus menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah harus menanam tanaman ekspor yang akan diserahkan ke pemerintah kolonial.

Meskipun peraturan tanam paksa jelas memberatkan para petani dan penduduk, namun kenyataan di lapangan, penderitaan yang dialami jauh lebih besar dan berkepanjangan karena dicekik kemiskinan dan ketidaktentuan penghasilan ke depannya.

Berdasar pada Modul Sejarah Indonesia Kelas X yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sistem tanam paksa telah merendahkan harkat dan martabat Bangsa Indonesia, di rendahkan sampai menjadi alat bangsa Asing untuk mengisi kasnya. Keadaan rakyat sudah tentu kacau, sawah dikurangi untuk keperluan tanam paksa, rakyat dipaksa bekerja dimana-mana, kadang-kadang harus bekerja di kebun yang letaknya jauh sampai 45 kilometer dari desanya.

Hingga sedemikian menderita nasib rakyat Indonesia yang dijajah Belanda. Akibat program Belanda yang ingin menambah kas keuangan mereka, rakyat Indonesia menjadi sengsara, kelaparan merajalela, bahkan sampai menimbulkan kelaparan yang berujung kematian.

Keadaan ini menimbulkan reaksi yang keras sampai di negeri Belanda. Mereka berpendapat bahwa sistem tanam paksa dihapuskan dan diganti keikutsertaan pihak swasta dari Belanda untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sistem tanam paksa kemudian secara berangsur-angsur dihapuskan tahun 1861, 1866, 1890, dan 1916.

Nah, itulah akibat yang terjadi pada rakyat Indonesia dalam penerapan sistem tanam paksa pada tahun 1830an itu. Semoga menambah pengetahuanmu, ya detikers.

Simak Video "Gegara Omicron Belanda Lockdown Lagi"



(row/row)

Jakarta -

Sistem tanam paksa terjadi pada masa pemerintahan van den Bosch dari pemerintah kolonial Belanda. Bagaimana sejarah sistem tanam paksa menyengsarakan rakyat?

Pengertian tanam paksa

Sistem tanam paksa adalah sistem yang mengharuskan rakyat melaksanakan proyek penanaman tanaman ekspor di bawah paksaan pemerintah kolonial sejak tahun 1830.

Sistem tanam paksa pada masa penjajahan Belanda disebut cultuurstelsel. Istilah cultuurstelsel sebenarnya berarti sistem tanaman (culture system atau cultivation system).

Cultuurstelsel sebenarnya berarti kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan cultuurstelsel dengan sebutan tanam paksa karena pelaksanaannya dilakukan dengan pemaksaan.

Pelanggar tanam paksa dikenakan hukuman fisik yang berat, seperti dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas 2 SMA oleh M. Habib Mustopo.

Latar Belakang Sistem Tanam Paksa

Sistem tanam paksa pemerintah kolonial Belanda dilaksanakan karena sejumlah peristiwa dan kondisi saat itu, di antaranya sebagai berikut:

1. Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa

2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada 1830.

3. Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi Perang Diponegoro (1825-1830). Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda.

4. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.

5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.

6. Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan agar memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk (Belanda).

Tokoh pencetus sistem tanam paksa adalah van den Bosch. Usul cultuurstelsel membuat van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tugas utama van den Bosch adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari negeri jajahan untuk mengisi kas Belanda yang kosong dan membayar utang-utang Belanda.

Sistem Tanam Paksa di Jawa

Tujuan tanam paksa adalah merangsang produksi dan ekspor komoditas pertanian yang laku di pasar dunia. Untuk menyukseskan cultuurstelsel, pemerintah kolonial memberikan pinjaman uang pada orang-orang yang bersedia membangun pabrik atau penggilingan.

Pemerintah kolonial Belanda juga menyediakan batang tebu mentah dan tenaga kerja untuk pengusaha tebu. Perluasan tanaman dagang untuk pasar dunia mendorong munculnya modal swasta dengan jumlah besar. Modal swasta ini memunculkan masalah-masalah lain dalam pelaksanaan tanam paksa.

Peraturan Tanam Paksa

Peraturan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam lembaran negara Staatblad Tahun 1834 No. 22. Aturan ini diterbitkan beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Aturan tanam paksa yaitu:

1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di pasar Eropa.

2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa

3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi

4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah

5. Hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan tersebut diberikan kepada pendudukan.

6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah.

7. Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.

8. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas secara umum.

Selanjutnya penyimpangan dalam sistem tanam paksa>>>

(lus/lus)