Bagaimana dampak alih fungsi lahan pertanian secara umum brainly

Penyebab terjadinya kekeringan cukup beragam dan berbeda di tiap daerahnya. Penyebab terjadinya kekeringan biasanya melalui proses alami, namun sayang semakin tahun semakin diperparah dengan kebiasaan buruk di tengah masyarakat.

Tentu saja kekeringan bisa terjadi karena adanya kebiasaan buruk tersebut, salah satunya kebiasaan membuang air bersih yang tidak terpakai. Mungkin hal tersebut disebabkan karena rasa aman dengan lingkungan tempat tinggal, yang bisa saja dirasa memiliki sumber air yang berlimpah.

Namun, sebenarnya berlimpahnya air di masa sekarang bukan berarti cadangan air tersebut tidak akan habis untuk masa yang akan datang. Mengingat, kondisi iklim di bumi juga sudah tidak menentu akibat dari Global Warming. Hal tersebut juga akan menjadi penyebab terjadinya kekeringan di lingkungan.

Kenapa? Dengan iklim yang tidak menentu, biasanya curah hujan juga akan terpengaruh, dan bisa saja dalam satu wilayah justru sama sekali tidak mendapatkan curah hujan yang cukup. Air hujan yang jatuh kebumi akan di serap oleh tanah. Air tersebut akan disaring dimana pada akhirnya akan menjadi sumber air baru bagi manusia.

Mungkin beberapa penyebab terjadinya kekeringan belum sepenuhnya Anda pahami, namun di bawah ini Liputan6.com telah merangkum apa saja sebenarnya penyebab terjadinya kekeringan yang patut diperhatikan, agar generasi yang akan datang dapat menikmati sumber air tersebut, Selasa (9/6/2020).

1. Letak Geografis

Indonesia berada tepat di garis khatulistiwa. Letak dari negara ini diapit 2 benua dan 2 samudera. Indonesia secara geografis juga terletak di daerah “monsoon” yang merupakan fenomena alam di mana sangat sering terjadi perubahan iklim secara ekstrem disebabkan perubahan tekanan udara dari daratan.

Perubahan tersebut menyebabkan “jet steam effect” dari lautan yang menghempas daratan dengan hawa panas. Hawa panas dan angin tersebut membuat banyak daerah yang awalnya memiliki kandungan air, menjadi kering. Hal tersebut diperparah apabila musim kemarau tiba.

2. Minim Daerah Resapan

Alih fungsi lahan terbuka hijau yang digunakan sebagai bangunan tempat tinggal mempengaruhi kondisi dari cadangan air di tanah. Wajar saja, ketika tanah yang mampu menyerap air hujan harus tertutup oleh beton yang mengakibatkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah. Semakin sedikitnya cadangan air dalam tanah akan memberi dampak buruk berupa bencana kekeringan.

3. Boros Air

Boros dalam penggunaan air tanah ternyata berimbas pada kekeringan di beberapa daerah. Dampak boros air tersebut semakin parah ketika kemarau tiba. Biasanya, penggunaan air berlebihan ini bisa disebabkan kebiasaan menggunakan air untuk rumah tangga yang berlebihan atau penggunaan air dalam jumlah besar oleh para petani untuk mengairi sawah. Jika dilakukan terus menerus akan berdampak pada habisnya cadangan air.

4. Curah Hujan Rendah

Salah satu penyebab terjadinya kekeringan yang umum terjadi di Indonesia disebabkan oleh perubahan iklim yang membuat hujan menjadi jarang turun. Rendahnya curah hujan tersebut diakibatkan rendahnya tingkat produksi uap air dan awan. Apabila sangat hujan yang turun sangat sedikit, maka musim kemarau akan menjadi semakin lama dan kekeringan akan melanda.

5. Kerusakan Hidrologis

Kerusakan hidrologis yaitu kerusakan fungsi dari wilayah hulu sungai karena waduk dan pada bagian saluran irigasinya terisi sedimen dalam jumlah yang sangat besar. Akibatnya, kapasitas dan daya tampung air akan berkurang sangat drastis dan hal tersebut akan memicu timbulnya kekeringan saat datangnya musim kemarau.

6. Global Warming

Global warming atau yang berarti pemanasan secara global, memang telah menjadi penyebab terjadinya kekeringan terbesar tidak hanya di Indonesia, namun hampir di seluruh dunia. Memang, penyebab dari timbulnya Global Warming sangat beragam, mulai dari polusi kendaraan dan pabrik, hingga penggunaan berbagai zat kimia berbahaya.

Dampak Terjadinya Kekeringan

1. Sumber Air Bersih Berkurang

Apabila sumber air bersih berkurang, maka kaan berdampak pada berkurangnya konsumsi air minum yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Dan ketika hal tersebut terjadi, maka akan menyebabkan dehidrasi. Kondisi tubuh yang dehidrasi sangat berbahaya jika terus-menerus dibiarkan. Salah satunya dapat menyebabkan kematian, mengingat air memang menjadi kandungan yang penting bagi tubuh untuk bertahan hidup.

Selain itu, kegiatan seperti mencuci, mandi, dan lain sebagainya juga akan berkurang dan membuat kegiatan sehari-hari terganggu. Akan ada efek domino yang timbul ketika kekeringan. Maka dari itu ada baiknya untuk selalu menjaga cadangan air yang ada di Bumi.

2. Banyak Tanaman Mati

Tanaman merupakan salah satu sumber kehidupan bagi manusia. Ketika musim kemarau datang, maka akan banyak tanaman mati karena tanaman tidak bisa mendapatkan sumber air untuk hidup. Hanya ada beberapa tanaman saja yang bisa bertahan hidup, seperti pohon jati dan kaktus.

3. Meningkatnya Polusi

Dampak selanjutnya ketika tanaman mati, maka polusii udara akan semakin merajalela. Hal tersebut disebabkan tidak ada tanaman yang berfungsi sebagai agen yang memproses gas karbondioksida untuk dijadikan oksigen bagi kehidupan manusia. Maka dari itu, mari bersama-sama mencegah berbagai penyebab terjadinya kekeringan tersebut, agar kehidupan dapat terus berjalan dan terhindar dari berbagai bencana.

https://hot.liputan6.com/read/4274397/6-penyebab-terjadinya-kekeringan-dan-dampaknya-bagi-kehidupan

6 Penyebab Terjadinya Kekeringan dan Dampaknya bagi Kehidupan

BOGOR - Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Mukti Sardjono mengatakan, Indonesia perlu melakukan berbagai upaya baik mitigasi maupun adaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi terus terjadi karena mempengaruhi sektor pertanian.

"Perubahan iklim yang melanda berbagai daerah di Indonesia harus dapat disikapi dengan langkah-langkah nyata, sehingga upaya peningkatan produksi untuk tercapainya swasembada secara berkelanjutan benar-benar dapat diwujudkan," ujar Mukti dalam seminar "Sosialisasi Penanganan Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim" di Hotel Salak Heritage, Bogor (15/9/2016).

Menyikapi fenomena perubahan iklim dalam dua tahun terakhir ini, jelas Mukti, Kementerian Pertanian telah menyelesaikan beberapa permasalahan klasik selama bertahun-tahun terkait upaya swasembada komoditas padi, jagung dan kedelai melalui perbaikan irigasi, subsidi pupuk, penyediaan benih, alsintan dan penyuluhan.

"Berbagai upaya yang telah berhasil dilaksanakan adalah berbagai kegiatan dengan dukungan anggaran kontingensi 2014, APBN Refocusing 2015, APBN-P 2015 maupun APBN 2016. kegiatan tersebut telah berdampak pada kinerja di lapangan khususnya pada percepatan tanam, meningkatnya Indek Pertanaman, meningkatnya luas tambah tanam dan meningkatnya produksi," papar Mukti.

Mukti menjelaskan, ancaman yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan iklim adalah degradasi sumberdaya lahan pertanian dan terjadinya fenomena cuaca yang tidak menentu yang berakibat, dalam jangka pendek, kegagalan produksi pertanian. Keterbatasan dan fragmentasi lahan pertanian, serta konversi dan alih fungsi lahan pertanian ikut menambah beban berat pertanian dalam menjaga produktivitasnya.

"Kalau tidak ada langkah strategis untuk antisipasi perubahan iklim, maka upaya untuk tercapainya swasembada pangan menjadi terkendala," ujarnya.

Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim tersebut, lanjut Mukti, Kementerian Pertanian telah menyiapkan dan mengembangkan berbagai paket inovasi teknologi antara lain Kalender Tanam Terpadu Atau Katam terpadu untuk tanaman pangan guna mengantisipasi variabilitas iklim yang dapat diakses oleh siapa saja, baik petani maupun penyuluh dan pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah.

"Sistem Informasi ini merupakan alat bantu yang handal untuk pemandu dan pedoman dalam penyesuaian waktu dan pola tanam tanaman pangan serta teknologi budidaya yang paling tepat," terangnya.

Kemudian, Varietas Unggul Adaptif yang tahan terhadap kekeringan, genangan, berumur genjah, toleran salinitas, rendah emisi gas rumah kaca dan berbagai paket teknologi ramah lingkungan, yang telah dihasilkan oleh jajaran Badan Litbang Pertanian.

"Disamping itu, Kementerian Pertanian secara rutin juga menyiapkan penghitungan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan oleh komoditas pertanian," tambah Mukti.

Data yang di rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Tetap (ATAP) 2015, produksi padi tahun 2015 mencapai 75,4 juta ton GKG atau mengalami kenaikan 4,01% dibandingkan tahun 2014. Naiknya produksi tersebut karena adanya peningkatan areal sekitar 320 ribu ha dan peningkatan produktivitas sekitar 2,06 kuintal/ha atau sekitar 4,01%.

Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo  mengatakan, karena kondisi daerah di Indonesia yang luas membuat kondisi iklimnya tidak merata, musim hujan dan kemarau banyak dipengaruhi letak geografis dan tipografis. Ditambah kondisi lingkungan yang sudah banyak berubah sehingga banyak mempengaruhi aktivitas sektor pertanian.

"Lingkungan banyak berubah belakangan ini. Daerah-daerah yang menjadi resapan air banyak berkurang sehingga proses penguapan air pun juga jadi terpengaruh. Dibandingkan 30 tahun lalu banyak terjadi pergeseran, dulu tutupan lahan masih cukup banyak, begitu juga sumber mata air yang menjadi sumber uap air yang banyak berkurang. Sehingga pertanian jadi sulit memprediksi iklim," ujarnya.

Prabowo menjelaskan, pihaknya bersama Kementerian Pertanian dan kementerian lainnya akan terus bersinergi dalam menanggulangi dampak-dampaknya agar program pencapaian swasembada pangan dapat tercapai.

"Kami terus tingkatkan sinergi bersama Kementerian Pertanian terkait pemanfaatan data-data yang dihasilkan BMKG agar mereka dapat mengupayakan antisipasi penanggulangan dampak-dampaknya agar kerugian bisa berkurang baik dari sisi produksi maupun ekonominya," jelas Prabowo.

Hasil pertemuan United Nations Climate Change Conference (UNCCC) bulan Juni 2014 di Berlin menyampaikan selama 10 tahun terakhir suhu bumi semakin meningkat dan sangat berbeda dengan kondisi 30 tahun yang lalu. Demikian juga hasil pertemuan COP 21 di Paris, perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi terus terjadi.

"Tindak lanjut Sidang COP 21 di Paris beberapa waktu yang lalu perlu dipahami bersama, karena menyangkut kesepakatan dunia terhadap perubahan lingkungan yang tentunya akan mempengaruhi sektor pertanian," tutup Mukti.