Apakah yang menjadi PENDERITAAN dan yang menyakitkan bagi nabi Yeremia

Yeremia (Ibrani:יִרְמְיָה, Ibrani Modern:Yirməyāhū, Arab إرميا) adalah salah satu nabi perjanjian lama yang berkarya sebelum bangsa Israel (Kerajaan Yehuda) ditaklukkan dan penduduknya dibuang ke Babel dan merupakan penulis atau narasumber Kitab Yeremia dalam Alkitab Ibrani dan Alkitab Kristen. Yeremia lahir di Anatot …

Apa makna dari Yeremia 29 11?

Melalui Yeremia 29:11, kita mengetahui bahwa Allah memegang kendali atas kehidupan kita, seburuk apapun situasinya. Hal ini bisa kita lihat dari Yeremia 28:4, yang dalam nuansa terjemahan yang lebih tepat menyatakan bahwa Allahlah yang membuang mereka ke Babel, bukan karena kuasa Nebukadnezar.

Apa makna firman TUHAN dalam Yeremia 29 4 7?

Konsep Shalom dalam Yeremia 29:4-7 Dalam suratnya kepada orang- orang yang ada di pembuangan, Yeremia menekankan bahwa damai sejahtera atau kesejahteraan dapat mereka alami atau nikmati meskipun mereka tidak tinggal di tanah perjanjian.

Siapakah Nabi Yeremia dalam Islam?

Yeremia bin Hilkia adalah salah satu keturunan Bani Lewi bin Ya’qub. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Nabi Khidir, sebagaimana diriwayatkan oleh Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas.

Kapan kitab Yeremia ditulis?

Kepengarangan. Kitab Yeremia memuat masa datangnya firman Tuhan kepada nabi Yeremia sejak tahun ke-13 pemerintahan raja Yosia (~627 SM) sampai pembuangan ke Babel (586 SM), selama sekitar 40 tahun. Naskah tulisan yang sekarang menjadi Kitab Yeremia sudah lengkap pada abad ke-6 SM dan tidak diubah-ubah lagi.

Siapa itu Nabi Yehezkiel?

Yehezkiel (Ibrani y’khezqe’l, Allah menguatkan) adalah salah satu nabi Yahudi yang bernubuat pada masa pembuangan sekitar tahun 593-571 SM.

Apa isi nubuat Nabi Yeremia?

Yeremia bernubuat mengingatkan orang-orang Yehuda itu tentang karya kasih TUHAN terhadap mereka sepanjang sejarah dan mengritik dengan keras tindakan mereka sebagai bentuk ketidaksetiaan mereka kepada TUHAN maka TUHAN akan menghukum mereka.

Apakah yang menjadi penderitaan dan yang menyakitkan bagi nabi Yeremia?

Tetapi tragedi kehidupannya ialah bahwa ia berkhotbah kepada telinga yang tuli dan menuai hanya kebencian sebagai balasan kasihnya dari orang-orang senegerinya” (Farley). Namun ketika Yeremia telah berhenti berharap, Tuhan justru mengingatkannya bahwa masih ada harapan. Ia mendapatkan kekuatan karena janji Tuhan.

Mengapa Yeremia dimasukkan ke dalam sumur?

Ia juga pernah dimasukkan ke dalam sumur agar mati kelaparan (Yeremia 38).

Siapa itu nabi Habakuk?

Habakuk atau Havakuk (bahasa Ibrani: חֲבַקּוּק, Modern Ḥavaqquq Tiberias Ḥăḇaqqûq ; “rangkulan”) adalah seorang nabi dalam Alkitab dan Tanakh. Nama ini kemungkinan berkaitan dengan kata dalam bahasa Akkadia untuk sejenis tanaman, atau arti katanya dalam bahasa Ibrani berarti “rangkulan”.

Mengapa Tuhan memanggil Yeremia?

Ketiga, Yeremia dipanggil Allah untuk bekerja. Tidak ada yang dipanggil untuk berpangku tangan menjadi penganggur. Mereka dipanggil untuk berkarya. Dengan kata lain, Allah telah menetapkan seseorang untuk melakukan sebuah karya tertentu.

Pada zaman Raja Apakah Habakuk menjadi nabi?

Hal ini menguatkan bahwa nubuatan nabi Habakuk mendekati abad ke-7 SM setelah “Perang Karkemis” yaitu pada masa pemerintahan Yoyakim.

Selasa, 31 Maret 2020

Renungan Malam

Bacaan Alkitab : Ratapan 3 : 1 – 20

Pengalaman penderitaan yang dialami oleh nabi, Yeremia dirasakan sebagai hal yang sangat menekan dirinya ketika ia mengingat bagaimana perjalanan penderitaannya dan kehadiran Tuhan di dalam kehidupannya. Nabi Yeremia adalah orang yang melihat bagaimana bentuk pendelritaan itu dihadirkan dan rasanya penderitaan itu hingga samapai selesaianya. Itu berarti bahwa pada satu sisi, penderitaan dapat dialami dan hadir dalam diri siapa pun termasuk di dalam kehidupan para pelayan. Pada sisi lain penderitaan juga bisa menghasiikan prasangka bahwa di dalam Tuhan tidak ada lagi hanrapan.Nabi dan juga para pelayan bisa saja mengalami disorientiasi atau kehilangan arah dalam pelayanan mereka karena mengalami penderitaan. Kekuatan penderitaan yang merusak akan mendorong hati mereka untuk berprasangka bahwa di dalam Tuhan tidak ada harapan. Karena penderitaan dilihat seperti gelaap tanpa terang, tembok yang mengelilingi tanpa pintu, batu besar yang menghalangi dan ibarat kekuatan yang rnerobek dan meremukkan. Bahkan ketika penderitaan berlalu pun ia akan menjadi ingatan yang menyakitkan dan menimbulkan luka.

Siapapun kita bahkan para pelayan ketika kita berkonsentrasi hanya pada luka dan sakit di dalam diri kita maka hidup tidak ada harapan lagi. Apalagi ketika penderitaan digarnbarkan dengan begitu rupa kuatnya sehingga menguasai hidup kita maka penderitaan akan membuat kita semakin berpikiran negatif bahkan Tuhan pun dilihat tanpa pengharapan. Banyak orang yang terluka semakin tenggelam dalam luka yang dialami, dan sulit mengalami pemulihan. Saudara, mari menjalani hari dengan tidak terkonsentrasi pada penderitaan yang sedang dijalani. Sehingga gambaran penderitaan tidak menjadi penghalang untuk melihat bahwa di dalam Tuhan ada pengharapan. Jauhkan prasangka dan dekatkan pengharapan di dalam Tuhan.

Di awal pernikahan kami istri saya, Mary, dan saya memutuskan bahwa sejauh mungkin kami akan memilih kegiatan yang dapat kami hadiri bersama. Kami juga ingin berhemat dengan anggaran kami. Mary suka musik dan dipastikan khawatir bahwa saya mungkin akan terlalu menekankan acara olahraga, maka dia bernegosiasi bahwa untuk semua acara yang berbayar akan ada 2 musikal, opera, atau kegiatan budaya untuk setiap permainan bola yang berbayar.

Awalnya, saya menolak adanya komponen opera itu, tetapi dengan berlalunya waktu, saya mengubah pandangan saya. Saya khususnya jadi menyukai opera oleh Giuseppe Verdi.1 Minggu ini adalah peringatan ke-200 dari kelahirannya.

Pada masa mudanya Verdi terkesima oleh Nabi Yeremia, dan pada tahun 1842 di usia 28, dia menjadi tenar dengan opera Nabucco, bentuk bahasa Itali yang disingkat untuk nama Nebukadnezar, Raja Babilonia. Opera ini memuat konsep yang diambil dari kitab Yeremia, Ratapan, dan Mazmur dalam Perjanjian Lama. Opera tersebut menyertakan penaklukan Yerusalem serta penangkapan dan penawanan orang-orang Yahudi. Mazmur 137 adalah inspirasi bagi karya Verdi yang menggugah dan mengilhami “Chorus of the Hebrew Slaves.” Uraian judul mazmur ini dalam tulisan suci versi Inggris amatlah dramatis: “Sementara dalam penawanan, orang Yahudi menangis di tepi sungai-sungai Babilon—Karena dukacita, mereka tidak sanggup menyanyikan lagu-lagu Sion.”

Tujuan saya adalah untuk mengkaji banyaknya bentuk penawanan dan penaklukan. Saya akan membandingkan beberapa keadaan zaman kita dengan yang ada pada zaman Yeremia sebelum kejatuhan Yerusalem. Dalam menyampaikan suara peringatan, saya bersyukur bahwa kebanyakan anggota Gereja secara saleh menghindari perilaku yang begitu menyinggung bagi Tuhan di zaman Yeremia.

Nubuat dan ratapan Yeremia penting bagi para Orang Suci Zaman Akhir. Yeremia dan Yerusalem pada zamannya merupakan gambaran latar untuk pasal-pasal awal Kitab Mormon. Yeremia adalah sezaman dengan Nabi Lehi.2 Tuhan secara dramatis memberi tahu Yeremia mengenai prapenahbisannya: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”3

Lehi memiliki pemanggilan, misi, dan tugas yang berbeda dari Tuhan. Dia tidak dipanggil pada masa mudanya melainkan pada masa dewasanya. Awalnya suaranya adalah suara peringatan, tetapi setelah dengan setia memaklumkan pesan yang sama seperti Yeremia, Lehi diperintahkan oleh Tuhan untuk membawa keluarganya dan berangkat ke padang belantara.4 Dengan melakukannya, Lehi memberkati bukan saja keluarganya tetapi juga semua orang.

Selama tahun-tahun sebelum kehancuran Yerusalem,5 pesan yang Tuhan berikan kepada Yeremia menakutkan. Dia berfirman:

“Umat-Ku telah menukarkan kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna ….

… Mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali … kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.”6

Berbicara mengenai malapetaka yang akan menimpa penduduk Yerusalem, Tuhan meratap, “[Bagi mereka] sudah lewat musim menuai, sudah berakhir musim kemarau, tetapi [mereka] belum diselamatkan juga.”7

Allah menginginkan agar pria dan wanita dapat bebas untuk membuat pilihan antara yang baik dan yang jahat. Ketika pilihan-pilihan yang jahat menjadi ciri dominan dari suatu budaya atau bangsa, ada konsekuensi serius baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan yang akan datang. Orang dapat menjadi diperbudak atau menempatkan diri sendiri dalam penawanan bukan saja pada zat yang berbahaya dan adiktif, tetapi juga pada filosofi yang berbahaya dan adiktif yang mengalihkan dari menjalani hidup yang saleh.

Berpaling dari ibadat kepada Allah yang sejati dan hidup dan menyembah allah-allah palsu seperti kekayaan dan ketenaran serta terlibat dalam perilaku yang amoral dan tidak saleh berakibat dalam penawanan dengan segala perwujudannya yang busuk. Ini mencakup penawanan rohani, jasmani, dan kecerdasan dan terkadang mendatangkan kehancuran. Yeremia dan Lehi juga mengajarkan bahwa mereka yang saleh harus membantu Tuhan menegakkan Gereja dan kerajaan-Nya serta mengumpulkan Israel yang tercerai-berai.8

Pesan ini telah bergema dan ditegaskan kembali sepanjang abad-abad dalam semua dispensasi. Itu menjadi inti dari Pemulihan Injil Yesus Kristus dalam dispensasi ini, yang terakhir.

Penangkapan orang Yahudi dan pencerai-beraian suku-suku Israel, termasuk kesepuluh suku, merupakan faktor ajaran yang menonjol dalam Pemulihan Injil. Sepuluh suku yang hilang membentuk Kerajaan Utara Israel dan dibawa tertawan ke Asiria pada 721 SM. Mereka pergi ke negeri-negeri utara.9 Pasal-Pasal Kepercayaan kita yang kesepuluh menyatakan, “Kami percaya pada pengumpulan harfiah Israel dan pada pemulihan Sepuluh Suku.”10 Kita juga percaya bahwa sebagai bagian dari perjanjian yang Tuhan buat dengan Abraham, bukan hanya garis keturunan Abraham yang akan diberkati tetapi juga bahwa semua orang di bumi akan diberkati. Seperti yang telah Penatua Russell M. Nelson nyatakan, pengumpulan “bukanlah masalah lokasi fisik; itu adalah masalah komitmen individu. Orang dapat dibawa pada pengetahuan mengenai Tuhan [3 Nefi 20:13] tanpa meninggalkan tanah air mereka.’”11

Doktrin kita jelas: “Tuhan mencerai-beraikan dan menyengsarakan kedua belas suku Israel karena ketidaksalehan dan pemberontakan mereka. Meskipun demikian, Tuhan juga menggunakan pencerai-beraian umat terpilih-Nya ke antara bangsa-bangsa di dunia ini untuk memberkati bangsa-bangsa itu.”12

Kita mempelajari asas dan pelajaran yang berharga dari periode tragis ini. Kita hendaknya melakukan segalanya dalam batas kemampuan kita untuk menghindari dosa dan pemberontakan yang menuntun pada penawanan.13 Kita juga mengenali bahwa menjalani hidup saleh adalah prasyarat untuk membantu Tuhan dalam mengumpulkan umat pilihan-Nya dan dalam pengumpulan harfiah Israel.

Penawanan, penaklukan, adiksi, dan perhambaan datang dalam banyak bentuk. Itu dapat berupa pembudakan jasmani secara harfiah, tetapi dapat juga berupa hilangnya atau rusaknya hak pilihan moral yang dapat merintangi kemajuan kita. Yeremia jelas menyatakan bahwa ketidaksalehan dan pemberontakan merupakan alasan utama bagi kehancuran Yerusalem dan penawanan di Babilonia.14

Penawanan bentuk lain juga sama menghancurkannya terhadap roh manusia. Hak pilihan moral dapat dirundung dengan banyak cara.15 Saya akan menyebutkan empat yang secara khusus merusak dalam budaya dewasa ini.

Pertama, adiksi yang merusak hak pilihan, berkontradiksi dengan kepercayaan moral, dan menghancurkan kesehatan yang baik menyebabkan penawanan. Dampak dari narkoba dan alkohol, amoralitas, pornografi, berjudi, penindasan finansial, dan kesengsaraan lainnya membebankan kepada mereka yang tertawan dan kepada masyarakat pada umumnya yang sedemikian besarnya sehingga hampir mustahil untuk diukur.

Kedua, beberapa adiksi atau obsesi yang meskipun pada dasarnya tidak jahat dapat menghabiskan waktu kita yang berharga yang padahal dapat digunakan untuk mencapai sasaran-sasaran yang bajik. Ini dapat mencakup penggunaan yang berlebihan terhadap media sosial, permainan video dan digital, olahraga, rekreasi, dan banyak lainnya.16

Bagaimana kita menjaga waktu untuk keluarga merupakan salah satu isu paling signifikan yang kita hadapi dalam kebanyakan budaya. Pada suatu masa di mana saya adalah satu-satunya anggota Gereja di kantor hukum kami, seorang pengacara wanita menjelaskan kepada saya bagaimana dia selalu merasa seperti pemain akrobat yang mencoba melempar tiga bola di udara bersamaan. Satu bola adalah praktik hukumnya, satu pernikahannya, dan satu anak-anaknya. Dia nyaris tidak memiliki waktu bagi dirinya. Dia amat resah bahwa salah satu bola selalu jatuh ke tanah. Saya menyarankan kami bertemu sebagai kelompok dan membahas prioritas kami. Kami menetapkan bahwa alasan utama kami bekerja adalah untuk menafkahi keluarga kami. Kami sepakat bahwa mengumpulkan uang tidaklah sepenting keluarga kami, tetapi kami menyadari bahwa melayani klien-klien kami semampu kami juga amat penting. Pembahasan kemudian bergeser pada apa yang kami lakukan di pekerjaan yang tidak perlu dan inkonsisten dengan menyisakan waktu bagi keluarga. Adakah tekanan untuk menghabiskan waktu di tempat kerja yang tidak perlu?17 Kami menetapkan bahwa gol kami adalah suatu lingkungan yang ramah-keluarga baik bagi wanita maupun pria. Biarlah kami berada di garis depan dalam melindungi waktu bagi keluarga.

Ketiga, perhambaan paling universal di zaman kita, seperti juga sepanjang sejarah, adalah ideologi atau kepercayaan politik yang inkonsisten dengan Injil Yesus Kristus. Menggantikan kebenaran Injil dengan filosofi manusia dapat menuntun kita menjauh dari kesederhanaan pesan Juruselamat. Ketika Rasul Paulus mengunjungi Atena, dia mencoba untuk mengajar tentang Kebangkitan Yesus Kristus. Mengenai upaya ini kita membaca dalam Kisah para Rasul, “Ada pun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan dan mendengar segala sesuatu yang baru.”18 Ketika orang banyak menyadari sifat keagamaan yang sederhana dari pesan Paulus, yang tidaklah baru, mereka menolaknya.

Ini serupa dengan zaman kita sendiri, ketika kebenaran Injil sering ditolak atau didistorsi untuk menjadikannya secara intelektual lebih menarik atau sejalan dengan kecenderungan budaya dan filosofi intelektual terkini. Jika kita tidak waspada, kita dapat tertawan oleh kecenderungan-kecenderungan ini dan menempatkan diri kita sendiri dalam penawanan intelektual. Ada banyak suara saat ini yang memberi tahu para wanita caranya hidup.19 Itu sering saling berkontradiksi. Yang paling mengkhawatirkan adalah filosofi yang mengkritik atau mengurangi respek bagi wanita yang memilih untuk membuat pengurbanan yang diperlukan untuk menjadi ibu, pengajar, pemelihara, atau teman bagi anak-anak.

Beberapa bulan lalu, dua cucu perempuan terkecil kami secara bergantian mengunjungi kami—seorang setiap minggunya. Saya berada di rumah dan membukakan pintu. Istri saya, Mary, ada di ruangan lain. Dalam kedua kasus, setelah memberi pelukan, mereka mengatakan hal yang hampir sama. Mereka menengok ke sekeliling dan kemudian berkata, “Saya senang berada di rumah Nenek. Di mana Nenek?” Saya tidak mengatakannya kepada mereka, tetapi saya berpikir, “Bukankah ini rumah Kakek juga?” Tetapi saya menyadari bahwa ketika saya masih kecil, keluarga kami juga pergi ke rumah Nenek. Syair dari lagu yang familier muncul di benak saya, “Menyeberangi sungai dan melintasi hutan ke rumah Nenek kita pun pergi.”

Nah, perkenankan saya mengatakan dengan tegas bahwa saya ikut senang dengan kesempatan pendidikan dan lainnya yang tersedia bagi wanita. Saya menghargai fakta bahwa pekerjaan berat dan kotor di rumah yang dituntut dari wanita telah banyak dikurangi di dunia karena peralatan modern dan bahwa para wanita membuat kontribusi yang begitu menakjubkan dalam setiap bidang ikhtiar. Tetapi jika kita membiarkan budaya kita mengurangi hubungan khusus yang anak-anak miliki dengan ibu dan nenek serta yang lainnya yang memelihara mereka, kita akan menyesalinya kelak.

Keempat, kekuatan yang melanggar asas-asas keagamaan yang dipegang dengan tulus dapat berakibat pada penawanan. Salah satu bentuk paling menyakitkan hati adalah ketika orang yang saleh yang merasa bertanggung jawab kepada Allah untuk perilaku mereka dipaksa melakukan kegiatan yang melukai suara hati mereka—misalnya, petugas medis dipaksa untuk memilih antara membantu proses aborsi yang bertentangan dengan suara hati mereka atau mereka kehilangan pekerjaan mereka.

Gereja adalah minoritas yang relatif kecil bahkan ketika dihubungkan dengan orang-orang yang berpikiran serupa. Akan sulit untuk mengubah masyarakat kebanyakan, tetapi kita harus bekerja untuk memperbaiki budaya moral yang mengelilingi kita. Orang Suci Zaman Akhir di setiap negara hendaknya menjadi penduduk yang baik, berperan serta dalam urusan sipil, mengedukasi diri mereka sendiri mengenai isu-isu tersebut, dan memberikan suara.

Penekanan utama kita, bagaimanapun juga, hendaknya adalah selalu melakukan pengurbanan apa pun yang perlu untuk melindungi keluarga kita sendiri dan generasi muda.20 Mayoritas dari mereka belum berada dalam penawanan terhadap adiksi yang serius atau ideologi yang palsu. Kita harus membantu mengimunisasi mereka dari dunia yang terdengar seperti Yerusalem yang Lehi dan Yeremia alami. Selain itu, kita perlu mempersiapkan mereka untuk membuat dan menaati perjanjian-perjanjian sakral dan untuk menjadi duta utama untuk membantu Tuhan menegakkan Gereja-Nya dan mengumpulkan Israel yang tercerai-berai serta umat pilihan Tuhan di mana-mana.21 Seperti terbaca dengan indahnya dalam Ajaran dan Perjanjian, “Orang yang saleh akan dikumpulkan keluar dari antara segala bangsa, dan akan datang ke Sion, bernyanyi dengan nyanyian sukacita abadi.”22

Tantangan kita adalah untuk menghindari penawanan jenis apa pun, membantu Tuhan mengumpulkan umat pilihan-Nya, dan berkurban bagi generasi muda. Kita harus selalu ingat bahwa kita tidak menyelamatkan diri kita sendiri. Kita dibebaskan oleh kasih, kasih karunia, dan kurban pendamaian Juruselamat. Ketika keluarga Lehi melarikan diri, mereka dipimpin oleh terang Tuhan. Jika kita setia pada terang-Nya, mengikuti perintah-perintah-Nya, dan bersandar pada jasa-Nya, kita akan menghindari penawanan rohani, jasmani, dan intelektual selain juga ratapan karena berkelana di padang belantara kita sendiri, karena Dia perkasa untuk menyelamatkan.

Marilah kita menghindari keputusasaan dan dukacita dari mereka yang terjatuh ke dalam penawanan dan tidak mampu lagi menyanyikan nyanyian Sion. Dalam nama Yesus Kristus, amin.