Apakah yang dimaksud jual beli dengan cara barter

Artinya: “Sebuah hadits yang telah disepakati keshahihannya, dari Abi Sa’id Al-Khudri radliyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda : (“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali semisal, dan jangan kalian melebihkan sebagian atas sebagian yang lain!), artinya jangan kalian menambahkan .. (“dan janganlah kalian menjual dirham (al-wariq)”), yaitu perak (al-fidh-dhah), (“dengan dirham”) kecuali semisal, dan janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya, dan janganlah kalian menjual sesuatu yang tidak ada (ghaib) dengan sesuatu yang ada di tempat (al-nâjiz)”), artinya harus ada serah-terima (al-taqâbudh).” Dalam lafadz hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, setelah menjelaskan barang-barang ribawi : (“semisal serta tunai, barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil dan memberi adalah sama saja”), artinya barangsiapa menambah dalam konteks tukar – menukar (at-tabâdul), tukar – menukar dengan jenisnya, atau meminta tambahan maka telah melakukan riba, (“yang mengambil dan menerima adalah sama”. HR. Imam Ahmad dan Al-Bukhari (Muhammad bin Ali Al-Syaukani, Nailul Authâr, Daru al-Hadits, 1993, Juz. 3, hal. 225)


Beberapa kandungan penting dari hadits di atas dapat diringkas sebagai berikut:


1. Jual beli barter adalah boleh namun harus berupa barang yang semisal (sama)

2. Salah satu dari dua pihak penjual dan pembeli, tidak boleh ada yang melebihkan takaran atau menguranginya. 

3. Tidak boleh barter antara dua barang yang berbeda jenis. Misalnya antara emas dengan perak, atau antara gandum dengan beras kecuali dilakukan secara yadan bi yadin. 

4. Tidak boleh tukar-menukar antara barang yang berbeda timbangan atau takaran. Misalnya, antara beras dengan berat dengan jenis bagus seberat 1 kilogram, ditukar dengan beras kualitas rendah seberat 1,5 kilogram.

5. Tidak boleh jual beli barang yang tidak ada atau belum ada.


Semua bentuk perbedaan ukuran, jenis, takaran, timbangan dan perbedaan kualitas sehingga menyebabkan salah satu dari kedua barang mendapatkan tambahan takaran, atau ukuran, maka semua kelebihan tersebut adalah riba. Di dalam hadits di atas, disebutkan: 


فمن زاد أو استزاد فقد أربى


Artinya: “Barangsiapa menambah atau meminta tambah, maka betul-betul telah melakukan riba.”


Dr. Amar Abdullah dalam kitab Fiqh al-Mu’amalat, memberikan definisi atas riiba sebagai berikut:


أن الربا: الزيادة عند مبادلة الأصناف الربوية بعضها ببعض، الزيادة عند مبادلة الأصناف الربوية ببعضها إذا كانت من جنس واحد، وتأجيل القبض في العوضين أو في أحدهما في هذه الأصناف


Artinya: “Sesungguhnya riba itu adalah tambahan yang terjadi saat tukar-menukar (mubâdalah) barang ribawi (al-ashnaf ar-ribawiyah) dengan sebagian lainnya, yang berasal dari satu jenis. Riba juga terjadi akibat penundaan penyerahan (al-qabdh) kedua barang yang saling dipertukarkan nilainya (al-iwadhain), atau penundaan salah satu dari keduanya yang saling dipertukarkan ini.” (Dr. Amar Abdullah, Fikih al-Muamalat, Al-Dars al-Khamîs, Maktabah Akademiyah, tt, hal. 7-10!)


Walhasil, berdasar definisi Dr Amar Abdullah di atas, maka riba merupakan suatu tambahan yang terjadi akibat jual beli secara “barter antar barang ribawi” baik dengan sesama jenisnya (misal: emas dengan emas)—yang disertai dengan tambahan takaran salah satu di antara keduanya - atau tukar-menukar berbeda jenisnya (misal, emas dengan perak) akan tetapi yang dilakukan dengan jalan penangguhan (tempo, kredit). 


Menggarisbawahi dari larangan jual beli emas dengan jalan “tangguh/tempo/kredit” dari definisi di atas, sepertinya Dr. Amar Abdillah ini condong pada pendapat kalangan ulama Hanabilah. Oleh karena itu, tidak heran bila mereka melarang jual beli emas secara kredit. 


Bagaimana pandangan ulama Syafi’iyah terhadap aqad emas secara kredit ini? Kita simak pendapat al-Darimi berikut ini:


قال الدارمي في جمع الجوامع و من خطه نقلت : إذا كان المبيع غير الذهب و الفضة بواحد منهما فالنقد ثمن و غيره مثمن و يسمى هذا العقد : بيعا و إذا كان غير نقد سمى هذا العقد : معاوضة و مقايضة و منافلة و مبادلة لان كان نقدا سمي : صرفا و مصارفة و إن كان الثمن مؤخرا سمي : نسيئة وإن كان المثمن مؤخرا سمي : سلما أو سلفا و إن كان المبيع منفعة : سمي : إجارة أو رقبة العبد له سمي : كتابة أو بضعا سمي : صداقا أو خلعا انتهى


Artinya: “Berkata Imam al-Darami dalam kitab Jam’u Aljawaami’:


- Bila yang dijual tidak berupa emas dan perak sedang (alat pembayaran) dengan alat pembayaran emas dan perak (uang), maka alat pembayaran dinamakan “harga” sedang barangnya dinamakan “yang dihargai”, dan transaksinya namanya “jual beli”

Apa yang dimaksud dengan jual beli secara barter?

Jual beli barter merupakan sebuah kegiatan dagang yang dilakukan dengan cara pertukaran barang yang satu dengan barang yang lain. Jadi dalam barter terjadi proses jual beli, namun dalam pembayaranya tidak hanya menggunakan barang tetapi juga dengan adanya penambahan uang ketika transaksi berlangsung.

Mengapa sistem barter tidak berlaku lagi di Indonesia?

Jawaban. Jawaban: 1.) ditemukannya uang sebagai alat tukar barang yang efektif dan memiliki nilai yang pas dengan harga atau nilai suatu barang. 2.) sistem barter di tinggalkan karena nilai stiap barang berbeda dan akan sulit menentukan selisih harga / nilai pada barang tersebut.

Apa yang dimaksud dengan sistem barter berikan contohnya?

Barter imbal beli Barter ini dilakukan saat seseorang membeli suatu barang atau jasa, namun di sisi lain seseorang tersebut masih membutuhkan kerjasama. Hal ini bisa dicontohkan seperti seseorang yang membeli sebuah sawah namun tetap memerlukan tenaganya untuk menggarap sawah tersebut.

Apakah sistem barter masih ada saat ini?

Praktik barter telah dimulai sejak puluhan ribu tahun lalu dan masih bertahan hingga awal manusia modern.