Apakah yang dilakukan sebelum takdir Allah terjadi brainly

Takdir adalah hukum sebab-akibat yang berlaku secara pasti di bawah pengawasan Allah

Republika/Putra M. Akbar

Berdoa termasuk cara ikhtiar dalam menjalani takdir (Ilustrasi)

Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata takdir berasal dari bahasa Arab, qadara-yuqaddiru-taqdir. Artinya, 'ukuran', 'ketentuan', 'kemampuan', atau 'kepastian.'

Baca Juga

Kata ikhtiar pun berasal dari bahasa Arab. Akar katanya memunculkan khayr, yang berarti 'baik.' Mengutip buku Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, kata ikhtiar lebih tepat diartikan sebagai 'memilih yang lebih baik di antara apa yang ada.'

Bagaimana hubungan antara takdir dan ikhtiar? Sebagai orang Islam, kita meyakini Allah SWT Mahakuasa atas segala sesuatu. Dalam kehidupan di dunia, manusia mengalami banyak kejadian. Ada di antaranya yang tak dapat ditolak. Sebab, memang begitulah hukum kausalnya.

Takdir dapat didefinisikan sebagai hukum sebab-akibat yang berlaku secara pasti di bawah pengawasan Tuhan. Namun, ada pula di antara hal-hal itu yang dapat diupayakan agar dihindari. Di sanalah letak ikhtiar.

Misalnya, ketika seorang Muslim hendak mencari nafkah. Ia dapat berikhtiar menghindari pekerjaan yang haram. Caranya, dengan memilih pekerjaan yang halal serta baik.

Dalam Alquran, ada tiga pokok persoalan tentang takdir. Pertama, takdir Allah berlaku pada fenomena alam. Artinya, hukum yang berlaku objektif sehingga kausalitas alam dapat dipahami dan diperkirakan oleh manusia.

Kedua, sunnatullah. Ini berkaitan dengan hukum sosial yang di dalamnya manusia terlibat. Ketiga, efek takdir yang baru dapat diketahui kelak di akhirat.

Pada poin ini, iman berperan penting agar seseorang dapat memahaminya. Ada enam perkara rukun iman. Salah satunya berkaitan dengan qadha dan qadar.

Manusia yang merupakan bagian dari alam ini dan juga berada di bawah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dalam menjelaskan kemutlakan Tuhan ini, Abu Hasan al-Asy'ary dalam kitab Al-Ibanah an Usul ad-Dinayah ("Uraian tentang Prinsip-Prinsip Agama") menyatakan, Allah SWT tidak tunduk kepada siapapun. Tidak ada zat apa pun di atas Allah yang dapat membuat hukum dan dapat menentukan apa yang boleh dibuat oleh Allah dan apa yang tidak boleh dibuat. Memahami takdir adalah menyadari Kemahakuasaan Allah.

  • takdir
  • ikhtiar
  • qadha dan qadar

Apakah yang dilakukan sebelum takdir Allah terjadi brainly

sumber : Pusat Data Republika

Dalam hidup ini, ada dua kemungkinan, nasib baik dan nasib buruk.

Wordpress.com

Takdir (ilustrasi)

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Sopian

Dalam hidup ini, ada dua kemungkinan, nasib baik dan nasib buruk. Itulah implikasi dari takdir baik dan takdir buruk yang telah menjadi pilar rukun iman yang keenam. Oleh karena itu, kita sebagai insan yang harus menjalani takdir tersebut, wajib bersyukur saat nasib baik, dan bersabar saat nasib buruk.

Sikap demikian akan menuntun kita selalu berada dalam kebaikan, dan itulah sesuatu yang sangat menakjubkan bagi seorang Mukmin, sebagaimana disabdakan Nabi SAW. "Sangat menakjubkan bagi orang Mukmin, apabila segala urusannya sangat baik baginya, dan itu tidak akan terjadi bagi seorang yang beriman, kecuali apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur, yang demikian itu sangat baik, dan apabila ia tertimpa kesusahan ia bersabar, yang demikian itu sangat baik baginya." (HR Muslim).

Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar atau usaha manusia dan kehendak Allah. Orang yang memahami takdir akan teguh menjalani kehidupan. Ia meyakini semua kebaikan dan keburukan semata atas kehendak-Nya. Allah yang menakdirkan, menghendaki, dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, begitu juga sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki, tidak akan terjadi. Namun, setiap yang Allah takdirkan, pastilah ada hikmahnya, baik kita ketahui maupun tidak.

Pahamilah takdir itu dengan penuh keimanan. Percaya dan meyakini sepenuh hati adalah kunci ketenangan hati. Sejatinya, takdir bertujuan agar seseorang merasa rendah di hadapan Allah. Menyadari bahwa hanya Dialah yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Gantungkan segala doa dan ikhtiar kita kepada- Nya. Lakukan yang terbaik dalam setiap prosesnya.

Ketika segala upaya telah dilakukan, sempurnakanlah dengan sikap tawakal yang hebat. Allah berfirman, "Katakanlah: 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orangorang yang beriman harus bertawakal'." (QS at-Taubah: 51).

Kekeliruan dalam menyikapi takdir terkadang membuat kita kerap salah dalam mengambil keputusan hidup. Tak jarang kita berkeluh kesah, frustrasi, atau melampiaskan dalam berbagai bentuk tindakan, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Padahal, bisa jadi apa yang Allah takdirkan ialah untuk menguji seberapa kuat keimanan kita, siapa yang paling berhak berada di sisi- Nya. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT apabila mencintai sebuah kaum, Dia mengujinya. Barang siapa yang ridha maka dia mendapatkan keridhaan dan siapa yang benci maka dia hanya akan mendapatkan kebencian." (HR at-Tirmidzi).

Saat keadaan baik dan membahagiakan, kita berharap semoga Allah selalu menambah terus nikmat tersebut. Dan saat keadaan sebaliknya, kita harus sadarkan diri bahwa tidak lama lagi kebaikan dari Allah pasti akan datang menyapa kita. Sebagaimana firman- Nya, "Maka sesungguhnya, bersama kesulitan, ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan."(QS al-Insyiroh: 5-6).

Allah Mahaadil, Dia akan menakdirkan sesuatu menurut ilmu dan perhitungan-Nya. Dia tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Maka itu, dalam keadaan apa pun kita hanya boleh berprasangka baik kepada Allah. Yakini bahwa apa pun yang Allah takdirkan, sesungguhnya untuk kebaikan hamba-Nya. Wallahu a'lam. 

Apakah yang dilakukan sebelum takdir Allah terjadi brainly

Jakarta -

Pembahasan dan pengertian takdir selalu menarik perhatian para muslim. Penjelasan tentang takdir sebetulnya telah diperoleh sejak seorang muslim duduk di bangku sekolah.

Namun penjelasan tentang takdir kadang bikin bingung, hingga sulit membedakan dengan qada dan qadar. Berikut penjelasan sekilas tentang takdir serta qada dan qadar dikutip dari Sumber Belajar Kemdikbud.

A. Apakah takdir beda dengan qada dan qadar?

Qadha adalah ketetapan Allah SWT sejak sebelum penciptaan alam semesta (zaman azali). Penetapan qadha sesuai kehendak Allah SWT, tentang berbagai hal yang berhubungan dengan makhlukNya.

Sedangkan qadar adalah perwujudan ketetapan Allah SWT (qadha) yang sering disebut takdir. Qadha adalah rencana dan qadar adalah perwujudan atau kenyataan, yang hubungan keduanya tak mungkin dipisahkan.

"Jadi apa arti iman kepada qada dan qadar? Artinya percaya sepenuh hati pada ketetapan Allah SWT, namun bukan berarti tidak berusaha (ikhtiar). Karena keberhasilan tidak akan tercapai tanpa usaha," tulis situs tersebut.

Adanya qada dan qadar dijelaskan dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 38

مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥ ۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا

Arab latin: Mā kāna 'alan-nabiyyi min ḥarajin fīmā faraḍallāhu lah, sunnatallāhi fillażīna khalau ming qabl, wa kāna amrullāhi qadaram maqdụrā

Artinya: "Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."

B. Macam dan pengertian takdir

1. Takdir mubram

Ketetapan ini adalah mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku. Manusia tidak diberi peran untuk mewujudkan takdir ini. Contoh takdir mubram adalah kematian, kelahiran, dan jenis kelamin.

2. Takdir mu'allaq

Ketentuan ini masih bisa diubah melalui usaha, kerja keras, dan doa. Misal belajar dan berusaha untuk memperbaiki prestasi sekolah, taat aturan tiap saat, dan menjalankan pola hidup sehat untuk mencegah sakit.

Simak Video "Cara Menggapai Lailatul Qadr"



(row/erd)

Salah satu dari perkataan yang umum di masyarakat adalah bahwa jodoh, rezeki, ajal (kematian) dan perceraian adalah takdir dari Allah Ta’ala, benarkah demikian? Jawabannya adalah Ya, betul sekali bahwa semua itu adalah merupakan takdir dari Allah Ta’ala. Akan tetapi keempatnya memiliki karakter masing-masing, yang apabila kita rinci terbagi menjadi dua; Pertama; Rezeki dan Kematian, Kedua; Jodoh dan Perceraian. Permasalahan ini sangat penting untuk dibahas karena terkait dengan Qadha dan Qadar yang masuk ke ranah tauhid atau keyakinan sebagai seorang muslim. Selain itu jangan sampai kita masuk ke dalam aliran Jabariah yang menganggap bahwa manusia hanya seperti wayang yang dipaksa mengikuti takdirNya, atau seperti Qadariah yang meyakini semuanya adalah kehendak manusia tanpa campur tangan Allah Ta’ala.

Beriman dengan Qadha dan QadarDasar keimanan terhadap qadha dan qadar adalah firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an, yaitu firmanNya:وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍDan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. QS. Al-Hijr: 21.Pada ayat yang lainnya disebutkan:وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا“Dan ini perkara yang sudah ditetapkan.” (QS. Maryam: 21).Riwayat shahih mengenai hal ini adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam :أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِKamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. HR. Muslim.Riwayat lainnya menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah ta’ala ialah pena, kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Tuhanku, apa yang harus saya tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takaran (takdir) segala sesuatu hingga hari kiamat.” (H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi).Merujuk pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan riwayat shahih dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dapat dipahami bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan takdir seluruh makhlukNya. Riwayat lainnya menjelaskan:كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.“Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi” HR. Muslim, Thirmidzi dan Abu Dawud.

Ada dua istilah yang kemudian dibahas oleh para ulama, yaitu; qadha dan qadar. Keduanya memiliki makna yang berbeda ketika disatukan dalam satu pembahasan (qadha-qadar) apabila dipisah maknanya sama yaitu takdir dari Allah Ta’ala. Secara lebih rinci ada dua pendapat mengenai hal ini;

Pertama, Qadha dan Qadar bermakna Sama.Mereka menyatakan bahwa makna qadha dan qadar itu sama maknanya yaitu ketentuan dari Allah Ta’ala sejak zaman dahulu kala. Pendapat ini dipegang oleh Abdul Aziz bin Abdullah yang menyatakan:القضاء والقدر، هو شيء واحد، الشيء الذي قضاه الله سابقاً ، وقدره سابقاً، يقال لهذا القضاء ، ويقال له القدرQadha dan qadar adalah dua kata yang artinya samya, aitu sesuatu yang telah Allah qadha’-kan (tetapkan) dulu, dan yang telah Allah takdirkan dulu. Bisa disebut qadha, bisa disebut taqdir.Persamaaan makna ini sebagaimana tercatat dalam al-Qamus al-Muhith, yaitu;القدر : القضاء والحكمQadar adalah qadha dan hukum.

Merujuk kepada pendapat ini maka tidak ada perbedaan makna antara qadha dan qadar yaitu ketetapan dari Allah Ta’ala sejak zaman azali.

Kedua, Berbeda makna antara Qadha dan Qadar.
Pendapat ini memiliki dua pendapat yang berbeda pula, yaitu;

  1. Qadha lebih dahulu dari pada qadar. Qadha adalah ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadar adalah ketetapan Allah untuk apapun yang saat ini sedang terjadi. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,قال العلماء : القضاء هو الحكم الكلي الإجمالي في الأزل ، والقدر جزئيات ذلك الحكم وتفاصيلهPara ulama mengatakan, al-qadha adalah ketetapan global secara keseluruhan di zaman azali. Sementara qadar adalah bagian-bagian dan rincian dari ketetapan global itu. (Fathul Bari, 11/477).Al-Jurjani menyatakan,والفرق بين القدر والقضاء : هو أن القضاء وجود جميع الموجودات في اللوح المحفوظ مجتمعة، والقدر وجودها متفرقة في الأعيان بعد حصول شرائطها

    Perbedaan antara qadar dan qadha, bahwa qadha bentuknya ketetapan adanya seluruh makhluk yang tertulis di al-Lauh al-Mahfudz secara global. Sementara qadar adalah ketetapan adanya makhluk tertentu, setelah terpenuhi syarat-syaratnya. (at-Ta’rifat, hlm. 174)

  2. Kebalikan dari pendapat sebelumnya, qadar lebih dahulu dari pada qadha. Qadar adalah ketetapan Allah di zaman azali. Sementara qadha adalah penciptaan Allah untuk apapun yang saat ini sedang terjadi.Ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (hlm. 675) menyatakan,والقضاء من الله تعالى أخص من القدر؛ لأنه الفصل بين التقدير، فالقدر هو التقدير، والقضاء هو الفصل والقطعQadha Allah lebih khusus dibandingkan qadar. Karena qadha adalah ketetapan diantara taqdir (ketetapan). Qadar itu taqdir, sementara qadha adalah keputusan.Pendapat ini dipegang pula oleh Muhammad bin Shaleh yang menyatakan “Maka ketika Allah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya, ketentuan ini disebut Qadar. Kemudian ketika telah tiba waktu yang telah ditetapkan pada sesuatu tersebut, ketentuan tersebut disebut Qadha’”.Ulama dari kalangan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat bahwa makna qadha dan qadar itu berbeda. Syekh M. Nawawi Banten menyatakan:اختلفوا في معنى القضاء والقدر فالقضاء عند الأشاعرة إرادة الله الأشياء في الأزل على ما هي عليه في غير الأزل والقدر عندهم إيجاد الله الأشياء على قدر مخصوص على وفق الإرادة“Ulama tauhid atau mutakallimin berbeda pendapat perihal makna qadha dan qadar. Qadha menurut ulama Asy’ariyyah adalah kehendak Allah atas sesuatu pada azali untuk sebuah ‘realitas’ pada saat sesuatu di luar azali kelak. Sementara qadar menurut mereka adalah penciptaan (realisasi) Allah atas sesuatu pada kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya pada azali,” (Kasyifatus Saja, hal. 12).Beliau memberikan contoh qadha dan qadar menurut kelompok Asyariyyah, Qadha adalah putusan Allah pada azali bahwa kelak kita akan menjadi apa. Sementara qadar adalah realisasi Allah atas qadha terhadap diri kita sesuai kehendak-Nya.فإرادة الله المتعلقة أزلا بأنك تصير عالما قضاء وإيجاد العلم فيك بعد وجودك على وفق الإرادة قدر“Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi orang alim atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan ilmu di dalam dirimu setelah ujudmu hadir di dunia sesuai dengan kehendak-Nya pada azali adalah qadar,” (Kasyifatus Saja, 12).Sedangkan bagi kelompok Maturidiyyah, qadha dipahami sebagai penciptaan Allah atas sesuatu disertai penyempurnaan sesuai ilmu-Nya. Dengan kata lain, qadha adalah batasan yang Allah buat pada azali atas setiap makhluk dengan batasan yang ada pada semua makhluk itu seperti baik, buruk, memberi manfaat, menyebabkan mudarat, dan seterusnya.وقول الأشاعرة هو المشهور وعلى كل فالقضاء قديم والقدر حادث بخلاف قول الماتريدية وقيل كل منهما بمعنى إرادته تعالى“Pandangan ulama Asy’ariyyah cukup masyhur. Atas setiap pandangan itu, yang jelas qadha itu qadim (dulu tanpa awal). Sementara qadar itu hadits (baru). Pandangan ini berbeda dengan pandangan ulama Maturidiyyah. Ada ulama berkata bahwa qadha dan qadar adalah pengertian dari kehendak-Nya,” (Kasyifatus Saja, hal. 12).

    Merujuk pada berbagai pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa qadha dan qadar adalah takdir dan ketetapan dari Allah Ta’ala. Pada dasarnya ia bersifat azali sejak penciptaan Qalam (pena) yang telah dititahkan oleh Allah Ta’ala untuk menuliskan takdir semesta. Ketetapan ini tidaklah meniadakan adanya usaha dari ikhtiar manusia, dengan kata lain takdir dari Allah Ta’ala terkait dengan usaha maksimal dari manusia.

Iman dengan Takdir: Rezeki dan KematianKembali pada pembahasan di awal, bahwa rizki dan ajal merupakan takdir dari Allah Ta’ala, maka tidak bisa seorangpun untuk menolaknya. Terkait dengan rizki Allah Ta’ala berfirman:قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah.” (QS. Saba’: 24).Pada ayat yang lainnya Allah Ta’ala berfirman,وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki.” (QS. An Nahl: 71).Merujuk pada ayat-ayat ini maka jelas sekali bahwa rizki dari Allah Ta’ala sudah ditetapkan, namun demikian manusia memiliki usaha untuk menjemput rizki tersebut. Semakin dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjemput rizki tersebut maka ia akan mendapatkan apa yang dia usahakan. Sehingga jika ada orang yang mengatakan bahwa rizki itu sudah ditentukan, jadi kita tidak perlu usaha maka perkataan ini tidak tepat. Karena perintah untuk berikhtiar sendiri sangat jelas, seperti dalam firmaNya:هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. QS. Al-Mulk:15.Pada ayat yang lainnya juga disebutkan secara jelas:فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَApabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. QS. Al-Jumu’ah: 10.Merujuk pada pemahaman dari ayat ini adalah bahwa, rizki itu sudah ditetapkan Allah Ta’ala akan tetapi manusia juga diperintahkan untuk mencarinya, menjemputnya dan mendapatkan rizki yang halal.Adapun berkaitan dengan ajal maka Allah Ta’ala berfirman:كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185).أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’: 78).Selain dua ayat ini, banyak sekali ayat dan juga hadits yang menunjukan bahwa ajal atau kematian itu sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala waktu dan tempatnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ، فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ”Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya”. HR. Bukhari dan Muslim.Sebagaimana berkaitan dengan rizki yang sudah ditentukan maka ajal atau kematian juga sudah ditentukan. Namun ia tidak meniadakan ikhtiar manusia, maksudnya dalam konteks kematian jika ada orang yang buhun diri kemudia dia beralasan bahwa itu adalah takdir maka bisa dikatakan bahwa ketika seseorang bunuh diri dan meninggal dunia maka itu adalah takdir. Tetapi ia berdosa karena telah membunuh dirinya sendiri, sehingga ia akan disiksa di neraka, sebagaimana ayat dan juga sabda Nabi yang mulia:

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).من قتل نفسه بشيء عذب به يوم القيامة“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat”. HR. Bukhari dan Muslim.

Ayat dan hadits ini menunjukan larangan untuk bunuh diri serta ancaman bagi yang melakukannya. Walaupun mati adalah takdir, tetapi manusia memiliki kontrisbusi (kehendak) dalam prosesnya. Kehendak inilah yang kemudian menjadi sebab ia mendapatkan siksa.

Iman dengan Takdir: Jodoh dan Perceraian.Berikutnya terkait dengan jodoh dan perceraian, bahwa keduanya adalah merupakan takdir dari Allah Ta’ala. Jodoh seseorang sudah ditentukan, sebagaimana firmanNya:الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌWanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). QS. An-Nur: 26.Ayat ini berbicara secara umum bahwa manusia itu diciptakan secara berpasang-pasangan , sebagaimana firmanNya:وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyat: 59). Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan,جميع المخلوقات أزواج: سماء وأرض، وليل ونهار، وشمس وقمر، وبر وبحر، وضياء وظلام، وإيمان وكفر، وموت وحياة، وشقاء وسعادة، وجنة ونار، حتى الحيوانات [جن وإنس، ذكور وإناث] والنباتات“Setiap makhluk itu berpasang-pasangan. Ada matahari dan bumi. Ada malam dan ada siang. Ada matahari dan ada rembulan. Ada daratan dan ada lautan. Ada terang dan ada gelap. Ada iman dan ada kafir. Ada kematian dan ada kehidupan. Ada kesengsaraan dan ada kebahagiaan. Ada surga dan ada neraka. Sampai pada hewan pun terdapat demikian. Ada juga jin dan ada manusia. Ada laki-laki dan ada perempuan. Ada pula berpasang-pasangan pada tanaman.”Jika ada seseorang yang ternyata tidak menikah hingga meninggal dunia maka bukan berarti ia tidak ada pasangan. Adanya unsur kehendak dalam dirinya untuk tidak menikah atau hal lainnya yang menjadikan ia tidak berjumpa dengan pasangannya. Intinya adalah bahwa jodoh itu sudah takdir, namun manusia juga memiliki kehendakn untuk mencarinya dan menentukannya. Jika seseorang telah berusaha untuk mencari pasangan kemudian hingga menikah maka itulah jodohnya. Jika ternyata kemudian ia bercerai dan menikah dengan orang lain maka itupun takdirNya juga.

Perceraian sebagai takdir dari Allah Ta’ala juga merupakan ketetapan yang sudah pasti adanya. Namun ia juga tidak lepas dari kehendak dari manusia, kehidupan keluarga yang penuh dengan romantika; suka dan duka silih berganti, gelombang dan prahara rumah tangga yang sering menerjang terkadang berakhir dengan perceraian. Perceraian itu takdir ketika sudah terjadi, tetapi manusia memiliki kehendak untuk melakukannya atau bersabar dan tetap mempertahankan keluarganya.

Kesimpulan:Pembahasan mengenai jodoh, rizki, ajal dan perceraian terkait erat dengan tauhid atau keimanan seorang muslim yaitu iman (percaya/yakin) dengan takdir dari Allah Ta’ala. Semua hal di dunia ini sudah ditakdirkan, tetap manusia memiliki kehendak dan ikhtiar. Kaya atau miskin, bahagia atau sengsara, menikah atau tetap sendiri, mempertahankan keluarga atau bercerai semua itu adalah pilihan bagi manusia.Jika kita menganggap bahwa semua itu sudah menjadi takdirNya dan manusia hanya menjalankannya maka ia terbawa pada pemikiran Jabariyah atau Jabriah yang menganggap bahwa manusia hanya seperti boneka (wayang) yang dipaksa mengikuti takdir dari Allah Ta’ala. Sedangkan bila ia berkeyakinan bahwa manusia memiliki kehendak penuh untuk melakukan segala sesuatu tanpa takdir Allah, maka ia terjebak ke dalam pemikiran Qadariah di mana manusia seolah-olah bebas tanpa kuasa dariNya.

Maka, jalan tengah dari keduanya yang merupakan solusi terbaik adalah pendapat dari Ahlu Sunnah wal Jamaah yang meyakini bahwasanya semua takdir semesta telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala sejak awal mula penciptaan, tetapi manusia memiliki kehendak dan ikhtiar untuk menentukan dan memilih yang yang terbaik baginya. Istilah lainnnya menyatakan “Beralih dari satu takdir ke takdir lainnya”, karena kita tidak tahu yang mana takdir kita. Oleh karena itu tetap yakin dengan takdir Allah Ta’ala dan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik dan melakukan hal-hal yang baik agar kehidupan kita berakhir dalam kebaikan yaitu di surga sebagai negeri keabadian. Wallahu a’lam, (Menjelang tengah hari di Bogor City, 02 Juli 2020).