Apa visi misi dan tujuan dari bisnis percetakan dan penerbitan

  1. PENERBITAN DAN PERCETAKAN

Penerbit secara sederhana diartikan sebagai usaha pribadi atau instansi guna memperkenalkan sesuatu dengan kata-kata, tulisan, atau benta tercetak. Jadi penerbitan dapat diartikan pula sebagai badan usaha pribadi atupun instansi yang menerbitakan barang cetakan atau bacaan berbagai jenis untuk kemudian dapat dipasarkan. Dan yang disebut penerbit buku otomatis adalah penerbit yang hanya menerbitkan atau mencetakan jenis cetakan berupa buku saja.

Adapun percetakan adalah istilah yang sering juga didengar mendampingi istilah penerbitan. Karna untuk menciptakan sebuah tebitan maka harus ada kerjasa diantara penerbit dan pencetak. Di Indonesia sendiri cukup banyak instansi yang menyandang predikat sebagai penerbit sekaligus pencetak. Dan pengertian dari percetakan buku sendiri adalah instansi yang mencetak buku karya pengarang secara materil setelah sebelumnya diterbitkan secara immaterial oleh penerbit.

Setiap usaha penerbiatan dan percetakan memiliki filosofi kerja masing-masing yang digunakan sebagai pedoman mencapai harapan, tujuan, ataupun cita-cita pendirian usaha tersebut . adapun filosofi kerja yang dimaksud adalah visi dan misi usaha penerbitan dan percetakan tersebut.

Visi adalah konsep pemikiran pencapaian kedepan suatu usaha yang dapat dilihat dari motto kehidupan sehari-hari usaha penrbitan dan percetakan tersebut. Sedangkan misi adalah pengimplementasian visi yang ditunjukan melalui budaya kerja yang dibangun atas dasar tugas yang harus dilaksanakan semua anggota usaha tersebut.

Pada kenyataannya setiap visi dan misi usaha penerbitan, percetakan, maupun usaha penerbitan sekaligus percetakan berbeda-beda. Namun pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dari setiap usaha tersebut adalah sama. Yaitu menerbitkan terbitan yang dibutuhkan masyarakat dengan kualitas yang baik. Sehingga akan mampu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan kemudian hasil akhirnya adalah dapat meningkatkan profit usaha itu sendiri.

  • Wewenang, Peran, Dan Tanggung Jawab

Untuk penerbit buku, ia memiliki wewenang dalam menentukan judul buku yang akan diterbitkan serta menyiapkan naskah yang akan diterbitkan. Kemudian adapun perannya adalah sebagai pencari dan penyeleksi materi yang akan diterbitkan serta menerjemahkan naskah tersebut apabila berbahasa asing. Dan penerbit pun memiliki tanggung jawab untuk melakukan penelitian tentang kebutuhan buku bacaan, melaksanakan seminar dan pameran hasil cetakan, serta melakukan pengkajian atas terbitan-terbitan yang telah diterbitkannya.

Sedangkan untu percetakan ia hanya berwenang melaksanakan atau menerima order percetakan dari penerbit tanpa boleh menjualnya. Kemudian dari wewenang itu maka penerbit hanya berperan sebagai pencetak ke bentuk fisik terbitan sesuai mutu produksi yang disyaratkan penerbit. Oleh karena syarat kualitas mutu ini pula maka pencetak bertanggung jawab menjaga kualitas dari ketepatan waktu pencetakan, setting cetakan, reproduksi cetakan, dan penjilitan cetakan.

  1. ORGANISASI PROFESI PENERBIT

Tugas utama usaha penerbitan adalaha untuk mengkoordinasikan seluruh lini yang ada didalam organisasi usaha tersebut. Dan untuk mngkoordinasikannya dibutuhkan ketrampilan-ketrampilan yang memadahi. Salah satunya adalah ketrampilan manajerial agar mampyu menjalankan tugas utamanya mengkoordinasikan seluruh lini yang ada dalam naungan organisasi usaha tersebut.

Dalam menjalankan proses manajerial ini dapat dilakukan dengan oleh satu orang sebagai single manajer atau pun dapat juga dilakukan oleh beberapa manajer yang bersinergi menjalankan tigas utrama penerbitan. Sebenarnya semakin banyak manajer semakin baik proses manajerialnya. Karena tugas yang ditanggung pun semakin spesifik dan jelas garis pertanggung jawabannya.

Didalam pelaksanaan manajerial berbagai usaha termasuk didalamnya usaha percetakan, terdapat berbagai faktor pendorong yang dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan manajerial penerbitan. Adapun faktor-faktor yang mendorong proses manajerial tersebut adalah sebagi berikut :

Pendanaan disini diharapkan mampu untuk digunakan sebagai modal pendirian usaha. Modal tersebut terdiri dari pengadaan barang baik bergerak maupun yang tidak bergerak. Selain itu modal pun digunakan untuk pengganjian karyawan. Ketersediaan dana dalam hal ini diharapkan lebih, mampu meningkatkan kualitas hasil terbitan. Sehingga apabila hasil terbitannya berkualitas baik dan direncanakan secara baik pula, maka usaha percetakan tersebut akan dipercaya masyarakatluas.

Bagian perencanaan ini digunakan sebagai bagian yang memikirkan langkah-langkah yang akan dilakukan. Mulai dari perencanaan sampai evaluasi pelaksanaan. Seperti saat suatu terbitan terjual dengan jumlah yang nbanyak. Atau sebaliknya, hanya tertumpuk digudang.

Bagian ini bertugas melaksanakan perencanaan khusus penjualan yang direncanakan bagian perencanaan. Seperti misalnya bagian perencanaan menginginkan peningkatan penjualan ditahun depan guna menutup kerugian yang terjadi di tahun ini. Maka bagian target dan promosi menganalisa jenis terbitan apa yang harus dipasarkan, berapa jumlahnya, kepada siapa pengsa pasarnya, dimana penjualannya, sampai bagaimana pengiklanan terbitan tersebut.

Bagian penjualan adalah kelanjutan dari bagian target dan promosi. Bagian penjualan akan menindak lanjuti keputusan bagian target dan promosi apabila bagian tersebut memutuskan akan menjual baik penjualan baru atau tambahan dari terbitan tertentu. Bagian ini menghendel mulai dari pendistribusian skala kecil yang loangsung kepada pembeli. Atau juga pendistribusian kepada agen agen besar. Bagian ini pun bertanggung jawab atas proses administrasi keuangan hasil seluruh penjualan.

Terakhir adalah faktor SDM. Faktor ini berperan sebagai obyek yang menjalankan semua aktifitas baik perencanaan, target dan promosi, penjualan, bahkan proses sebelumnya yaitu pengadaan naskah dan produksi naskah.

Berdasarkan beberapa faktor pendorong manajerial usaha percetakan , tidak dipungkiri lagi bahwa faktor sumber daya manusia memiliki peran penting dalam menjalankan manajerial ini. Dan berikut merupakan SDM atau orang-orang yang berkecimpung dalam usaha penerbitan :

Pengarang adalah orang yang menuangkan berbagai ide-ide pemikiran orisinilnya terhadap suatu bidang kedalam bentuk naskah tulisan yang kemudian karena keorisinilannya itu kepadanya diberikan hak atas kekayaaan intelektual. Hak ini mengijinkan pengarang untuk memperbanyak dan menyebarluaskannya kemasyarakat luas. Dan terhadap orang lain yang melakukan hal serupa tanpa perizinan pengarang maka akan dikenakan hokum pelanggaran hak cipta. Pengarang dalam usaha penerbitan diartikan sebagai partner kerja yang memproduksi modal naskah yang akan diterbitkan.

Setiap naskah calon terbitan yang masuk ke penerbitan tidaklah langsung dicetak begitu saja. Namun harus melalui proses editing terlebih dahulu. Proses editing ini digunakan agar naskah tersebut sesuai dengan kebijakan perusahaan dan pearturan perundang-undangan yang berlaku.

Editor sendiri terdiri dariberbagai jenis. Namun disetiap penerbit biasanya memiliki jumlah dan jenis editor yang disesuaikan dengan kebutuhan penerbit. Berikut adalah jenis-jenis editor beserta tugasnya yang secara umum ada di penerbit :

  • Chief Editor berkedudukan tertinggi dalam mengelola dan mengambil segala keputusan sub bidang editorial
  • Managing Editor berkedudukan membantu chief editor melaksanakan urusan teknis seperti mengatur setiap editor agar dapat saling bersinergi.
  • Senior Editor disebut juga sebagi acquisition Editor karena ia bertanggung jawab menentukan layak atau tidaknya suatu naskah yang masuk ke penerbit untuk diterbitkan.
  • Copy Editor adalah editor yang bertugas memeriksa dan memperbaiki naskah sesuai kaidah kepentingan penulis, penerbit maupun pembaca. Pemeriksaan dan perbaikan ini meliputi kesalahan penulisan, kesalahan bahasa (ejaan, tanda baca, dsb ) seerta kesalahan atas konsistensi dalam penulisan.
  • Right Editor merupakan editor yang berhubungan dengan ranah hokum seperti HAKI, ISBN, KDT, maupun terhadap pengarang maupun penerbit lain.
  • Picture Editor bertugas atas kualitas visual grafik, ilustrasi, desain, setting, dab tata letak halaman.

Pencetak hanya bertugas melakukan proses pencetakan kebentuk fisik buku setelah melalui proses editing penerbit. Pencetak sebelum mencetak dalam jumlah yang banyak  terlebih dahulu mengirimkan contoh cetakan pertama untuk dilihat pengarang dan penerbit. Kemudian apabila sudah disetujui, maka pencetak baru akan memproduksinya secara masal. Dalam percetakan ada yang disebut cetak outset atau cetak datar serta cetak letterpress atau cetak timbul.

Di Indonesia agen sastra tidak begitu dikenal. Namun di Negara yang sudah lebih maju penerbitannya, agen sastra sangat disadari arti keberadaannya. Agen sastra merupakan pihak yang menjembatani antara penerbit dan pengarang. Selain mencari naskah dari pengarang untuk disamapaikan kepernerbit, agen sastra pun merupakan orang ketiga dalam penerbitan. Agen sastra atau yang juga disebut literary agent bekerja atas nama pengaranag guna mengurangi kesnjangan dalam kerjasamanya dengan penerbit. Agen sastra dikatakan orang ketiga karena ia dibutuhkan oleh kedua belah pihak. Dari sisi penerbit sebagai pihak yang menyediakan dan menilai kelayakan  naskah. Kemudian dari sisi pengarang bekerja sebagai kuasa hukumnya namun HAKI tetap ada pada pengarang tersebut.

  1. Distributor dan Toko Buku

Distributor dan toko buku tercantum dalam mata rantai penyebarluasan terbitan kepada masyarakat karena kode etik yang ditetapkan IKAPI ( Ikatan Penerbit Indonesia) bahwa sedapat mungkin penerbit menghindari penjualan langsung kepada pembeli guna meletakan pendistributor utama sebagai pengawas dan peminimalisir tindak plagiasi cetakan.

Dari sekian banyak orang yang terlibat dalam penerbitan, tentunya terdapat akan banayk bermunculan berbagai masalah baik dalam proses penerbitan, proses pemasaran, maupun dari sisi hokum. Dan untuk menjaga orang-orang maupun keharmonisan dunia percetakan. Makia dibentuklah sebuah organisasi profesi yang mengontrol seluruh kegiatan dalam dunia penerbitan.

IKAPI atau Ikatan Penerbit Indonesia adalah sebuah organisasi profesi yang berasaskan pencasila, gotong royong, serta kekeluargaan guna menaungi seluruh penerbit yang ada di Indonesia. Dalam menjalankan perannya untuk mengembangkan dunia perbukuan, IKAPI membuat suatu asas yang disebut panca daya IKAPIpada 4 Juli 1956. Adapun yang disebut panca daya IKAPI adalah :

  1. Usaha memperluas kesempatan membaca dan memperbesar golongan pembaca melalui pendirian perpustakaan desa
  2. Mengembangkan penerbitan buku pendidikan dan pengajaran dengan menarik biaya alat pengajaran.
  3. Meneybarkan karya sastra sastrawan dengan mengusahakan hak cipta dan ekspor buku
  4. Melindungi hak cipta penerbit buku universitas dan kesusastraan
  5. Mengembangkan usaha grafika bagi keperluan pencetakan buku.

Tahun 1960 lima tahun setelah kemerdekaan anggota ikapui berjumlah 46 orang. Kemudian pada tahun 2014 telahn menjadi 1.314 anggota. Hal ini adalah bukti konsistensi penerapan filosofi visi dan misi IKAPI oleh seluruh anggotanya. Adapun visi tersebut adalah menjadikan industry penerbitan buku di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negri dan berkiprah di pasar internasioanal menurut situs resminya di http://www.ikapi.org/. serta misinya ikut serta mencerdaskan kehidupan bangasa melalui upaya penciptaan iklim perbukuan yang kondusif, pengembangan system perbukuan yang kompetitif, dan peningkatan profesionalisme asosiasi serta peran anggotanya sehingga perbukuan nasional mampu berperan secara optimkal demi memprcepat terbentuknya masyarakat demokratis dan bertanggung jawab.

Berdasarkan pernyataan sebelumnya, banyaknya penerbit yang saat ini bergabung dengan IKAPI merupakan bukti profesionalitasnya. Namun apabila penerbit memutuskan tidak inginbergabung dengan IKAPI, itu merupakan haknya sejak berlakunya era reformasi. Namun untuk organisasi-organisasi yang memutuskan bergabung maka ia pun akan mendapat banyak keuntungan. Keuntungan-keuntunga itu adalah :

  1. Penerbit yang menggabungkan diri ke dalam Ikapi akan mendapatkan pengembangan profesionalitas perbukuan lewat berbagai eventyang diadakan Ikapi, seperti seminar, lokakarya, dan pelatihan.
  2. Penerbit yang menggabungkan diri ke dalam Ikapi akan mendapatkan perlindungan kode etik bisnis penerbitan buku serta bantuan hukum (advokasi) terhadap masalah-masalah terkait perbukuan.
  3. Penerbit yang menggabungkan diri ke dalam Ikapi akan mendapatkan informasi tentang berbagai kebijakan pemerintah menyangkut perbukuan, proyek-proyek pengadaan buku pemerintah, maupun kegiatan-kegiatan nasional atau internasional di bidang perbukuan.
  4. Penerbit yang menggabungkan diri ke dalam Ikapi akan memperoleh benefit dari silaturahim atau hubungan antarpenerbit sehingga dapat membina kerja sama dalam bentuk penerbitan bersama (co-publishing) atau kerja sama lainnya yang saling menguntungkan.
  5. Penerbit yang menggabungkan diri ke dalam Ikapi mendapatkan eksistensi sebagai anggota organisasi profesi untuk berhubungan dengan organisasi profesi atau organisasi bisnis lainnya, baik dalam bidang perbukuan maupun bidang di luar perbukuan.
  6. Penerbit yang menggabungkan diri ke dalam Ikapi mendapatkan prioritas keikutsertaan dalam berbagai eventpameran buku, baik yang diadakan di Indonesia maupun di luar negeri dengan biaya yang lebih efisien.

Masa keanggotaan IKAPI adala 2 tahun dan bias diperpanjang apabila telah habis. Anggotanya tidak hanya berasal dari pihak swasta sebagai anggota biasa, namun juga lembaga atau instansi pemerintah sebagai anggota luar biasa dan juga dapat pula perorangan yang statusnya akan menjadi anggota kehormatan. Kemudian syarat serta ketentuan menjadi anggota baik biasa, luar biasa maupun kehormatan tercantum dalam Anggaran Rumah Tangga IKAPI pasal 19 sampai 22.

  1. PENERBITAN BUKU DI INDONESIA

Arti dari kata penerbit dan terbitan tentunya sangat berbeda.  Penerbit adalah subyek yang menghasilakan sebuah bentuk terbitan, sedangkan terbitan sendiri adalah obyek atau hasil dari proses peroduksi yang dihasilakan oleh penerbit tersebut. Baik penerbit ataupun terbitan sendiri terdiri dari berbagai jenis.

Secara umum jenis penerbit dikelompokan menjadi penerbit umum, penerbit terbitan anak, dan penerbit terbitan khusus seperti penerbit buku universitas, penerbit buku sekolah dasar, maupun penerbit karya ilmiah. Namun apabila dilihat berdasarkan statusnya maka jenis penerbit dikelompokan menjadi penerbit swasta dan penerbit pemerintah

Sedangakan untuk jenis terbitan secara umum dikelompokan menjadi terbitan fiksi dan non fiksi. Kemudian apabila didasarkan atas dasar kegunaannya, maka terbitan dikelompokan menjadi buku umum dan buku referensi.

Kemudian apabila ditanyakan apakah hubungan antara jenis penerbit dan jenis terbitan, maka aka nada suatu jawaban praktis yang mudah dipahami. Yaitu, pada saat ini usaha penerbitan mengkhususkan dirinya pada satu jenis penerbit dan satu jenis terbitan pula.

  • Proses Penerbitan Buku
    • Penulis yang ingin menerbitkan karyanya menghubungi penerbit untuk bekerjasama
    • Penerbitpun dapat bergerak aktif untuk mencari penulis yang bersedia memberika karyanya untuk dijadikan bahan utama penerbitan
    • Penulis memberiakan naskah karyanya kepada penerbit
    • Penerbit meneliti konten kelayakan materi naskah penulis
    • Penerbit dan penulis membuat perjanjian kerjasama
    • Penerbit melaksanakan tugasnya untuk mendisain naskah penulis agar layak terbit
    • Hasil desain penerbit diserahkan kepada pencetak untuk dijadikan bentuk fisik
    • Pencetak mencetak dua eksemplar calon cetakan sebagai contoh
    • Contoh diberikan kepada penerbit dan penulis untuk disetujui reproduksinya
    • Penerbit membayarkan royalti kepada penulis dan pencetak
    • Pencetak mencetak masal sesuai jumlah yang disepakati
    • Penerbit menjual cetakan tersebut.
  • Sejarah Penerbitan Buku

Secara garis besar usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi menjadi tiga jalur yaitu penerbitan karya umum, pendidikan, dan agama. Pada masa penjajahan Belanda penerbitan buku dari berbagai jalur ini didominasi oleh pemerintah Belanda dan sangat minim oleh warga pribumi. Buktinya, hanya karya umum yang boleh ditulis oleh warga pribumi dan itu pun hanya yang berbentuk bahasa daerah. Sedangkan untuk karya umum yang berbahasa melayu didominasi oleh karya penulis ethnis Cina. Kemudian untuk karya pendidikan ditulis sendiri oleh pemerintah Belanda dengan bantuan warga pribumi dengan alasan kepentingan politik. Dan yang terakhir untuk karya agama ditulis oleh ethnis Arab dan lagi-lagi pemerintah Belanda. Ethnis Arab menulis karya agama islam, sedangkan pemerintah Belanda menulis karya agama Protestan.

Walaupun pada saat penjajahan Belanda warga pribumi hanya boleh menulis karya umum, namun mereka melaksanakan usaha penerbitan ini dengan baik. Sebagai contohnya adalah perkembangan pesat usaha penerbitan yang dilakukan di Sumatra Barat dan Medan. Kemudian untuk menyaingi perkembangan ini pemerintah Belanda mendirikan usaha penerbit bernama Penerbit Bacaan Rakyat yang kemudian pada tahun 1908 diubah namanya menjadi Balai Pustaka saat pemerintah Jepang kemudian datang menjajah.

Lima tahun setelah penyerahan kedaulatan, usaha penerbitan oleh pemerintah Belanda masih diijinkan. Namun pada tahun ini pula semakin banyak bermunculan usaha penerbitan yang dilakukan oleh warga pribumi untuk melawan balik usaha penerbitan pemerintah Belanda yang sarat akan unsur politis dan idealis. Kemudian pada tahun 1955 pemerintah pun mulai mendukung usaha penerbitan milik warga pribumi dengan memberiakan berbagai subsidi dan bahan baku produksi penerbitan secara gratis serta menasionalisasikan semua usaha penrbitan pemerintah Belanda.

Namun angin segar penerbitan di Indonesia tidak berjalan lama. Pada tahun 1965 seiring perubahan situsi politik di tanah air, pemerintah orde baru menghapus subsidi yang diberikan. Dan hal ini mengakibatkan seperempat persen dari total penerbit yang ada di Indonesia gulung tikar. Tidak hanya itu, masalah yang dihadapi dunia penerbitan pada era ini pun masih banyak. Contohnya yang pertama adalah kasus sensor yang menyebabkan banyak karya cetak yang gagal diterbitkan. Dan kedua adalah tentang ketidak mampuan pemerintah menjalankan tugasnya yang pada masa itu adalah menerbitkan semua jenis buku pendidikan. Hal ini mengakibatkan kekecauan dalam system pedidikan Indonesia. Namun akhirnya, pemerintah mengijinkan untuk melibatkan pihak Balai Pustaka dan pihak swasta lainnya untuk memenuhi kebutuhan cetakan buku-buku pendidikan. Dan inilah awal kebangkitan dunia penerbitan di Indonesia yang bebas dari sebagai bentuk dominasi baik internal maupun eksternal.

Untuk saat ini, pengembangan dunia penerbitan berjalan sangat cepat. Awalnya memang ada anggapan bahwa penerbit adalah pnecetak buku. Namun untuk paradigm saat ini, antara penerbit dan pencetak itu berbeda. Bahkan di Negara yang lebih maju, ada pengkhususan diri antara penerbit, penyunting naskah, penyunting grafis, pencetak, promoter, bahkan distributornya. Dari sisi teknologinya pun juga semakin berkembang. Karna dalam dunia usaha apapun tidak terkecuali penerbitan, teknologi adalh unsure penting efisiensi dan keberhasilan usaha. Namun dibalik semua perkembangan dunia penerbitan. Mnculah berbagai masalah baru tentunya. Dan hal ini mewajibkan para calon usahawan penerbitan harus memehami dengan sanagat berbagai aspek pengetahuan penerbitan dari beragam sudut pandang pula.

Arti penting aspek hukum didunia penerbitan baik itu hokum pidana atau pun perdata adalah agar usaha penerbitan yang dibangun tidak mengalami kesalahan fatal seperti salah satunya adalah pencabutan izin usaha. Seperti pada contoh kasus yang diteliti oleh tiga ahli hokum Universitas Brawijaya yaitu Ardisetyaning, Ulfa, dan Muhammad Hamidi pada penerbit Graphia Buana, penerbit tersebut melanggar HUH Pidana berlapis. Adapun pasal-pasal yang dilanggar adalah pasal 1365, 1366, dan 1367 Hitab Undang-undang Hukum Pidana.

Untuk pasal 1365 menyatakan “ Tiap perbuatan melanggar hokum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut “. Dari pasal ini penerbit dinyatakan salah karena telah memenuhi unsur kesalahan perbuatan karena menerbitkan sebuah buku yang terindikasi pornografi. Unsure kesalahan karena melakukan kesalahan memasukan artikel terindikasi pornografi kedalam buku pelajaran sekolah dasar, dan terakhir unsure kerugian karena pembeli dalam kasus ini murid sekolah dasar mengalami kerugian immaterial berupa kemungfkinan kerusakan moral anak.

Kemudian pasal 1366 menyatakan “ setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugin yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya” dalam kasus ini editor telah lalai menjalankan tugfasnya karena tidak melakukan uji kelayakan naskah. Dan dalam hal ini penulis artikel tidak bersalah karena ia menulis itu dalam akun blognya sebagai sebuah cerita factual tentang perjuangan seorang wanita korban pemerkosaan dalam membesarkan anaknya.

Dan terakhir pasal 1367 menyatakan “ seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada dibawah pengawasannya ” pasal ini menjelaskan bahwa penerbit juga bertanggungjawab atas kelalaian yang disebabkan editornya. Jadi penerbitpun bertanggung jawab atas hal ini. Walaupun sesungguhnya pihak kepala sekolah, guru, dan kepala dinas pendidikan juga bersalah karena meloloskan buku tersebut tersebar kepada murid-murid sekolah dasar SD Polisi IV dan SD Gunung Gede kota Bogor

Dalam penelitiannya, memang penulis mengusulkan untuk mencabut izin usaha penerbit tersebut. Apabila ditelaah lebih lanjut sebenarnya banyak pihak yang juga patut disalahkan. Namun, alangkah bijaknya jika kita dapat menarik pelajaran agar dapat menjadi penerbit professional yang taat akan hokum.

  1. ASPEK OPERASIONAL PENERBITAN

Pastinya dunia penerbitan erat kaitannya dengan penomoran ISBN. Hal ini dikarenakan ISBN atau International Standart Book Number adalah salah satu kelengkapan menjadi seorang penerbit. Sedangkan pengertian dari ISBN itu sendiri adalah sistem penomoran internasional untuk buku yang dimaksudkan memudahkan pendistribusian dan pencirian buku secara internasional menggunakan sistem computer.

Nomor ISBN memiliki susunan  penomoran dengan system urutan mulai dari nomor identitas Negara, identitas penerbit, dan nomor urut buku terbitan. Untuk nomor identitas negara Indonesia menurut Hernandoko adalah 979 dari Badan Internasional Standart Book Numberb sejak tahun 1986. Sedangkan untuk nomor penerbit bias dilihat pada daftar penerbit yang dikelola Pepustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai penanggung jawab ISBN Indonesia. Dan untuk nomor urut buku terbitan disesuaikan oleh penerbit, bahwa ini merupakan terbitan keberapa sejak pertama kali menerbitkan buku. Berdasarkan http://isbn.perpusnas.go.id/ ISBN didapat secara gratis sesuai syarat dan ketentuan yang juga ada pada halaman situs tersebut. Dan berikut merupakan syarat-syarat untuk mendapatkan ISBN :

  • Anggota Baru
    • Mengisi formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit dengan menunjukkan bukti legalitas penerbit atau lembaga yang bertanggung jawab (akta notaris)
    • Membuat surat pernyataan disertai dengan stempel untuk buku yang akan diterbitkan.
    • Mengirimkan fotokopi halaman judul, balik halaman judul ( halaman Copyright ) , dan daftar isi, kata pengantar
  • Anggota Lama

Seperti butir ke dua dan tiga pada anggota lama kemudian setelah buku diterbitkan  mengirimkann dua eksemplar dari hasil terbitan tersebut.

Saat ini fenomena overload informasi telah terjadi di seluruh penjuru dunia. Dengan fenomena ini, semua lini kehidupan harus menyesuaikan diri dengannya. Termasuk didalamnya yaitu dunia usaha penerbitan. Penerbit dituntut harus mampu bekerja keras guna memenuhui tuntutan masyarakat akan kebutuhan informasi yang semakin hari semakin meningkat. Pemenuhan ini akan tercapai apabila penerbit mampu menyalurkan terbitan-terbitannya kepada masyarakat. Karna walaupun terbitan yang diterbitkan sangat berkualitas namun tidak sampai kepada masyarakat, maka terbitan tersebut tidak ada artinya sama sekali.

Dan untuk menyampaikan terbitan tersebut agar sampai kepada masyarakat dibutuhkan suatu strategi yang baik. Strategi ini digunakan agar segala proses dalam dunia penerbitan berjalan secara efektif dan efisien. Termasuk didalamnya adalah pemasaran kegiatan pemasaran yang menghubungkan penerbit dengan pembelinya. Dan untuk mengefektif dan mengefisienkan pemasaran dibutuhkan pengatur berupa manajemen pemasaran. Dengan manajemen pemasaran yang efektif dan efisien maka target penjualan pun akan tercapai.

Beberapa usaha penerbitan sudah menyadari dan menjalankan manajemen pemasaran, salah satu contohnya di PT. Erlangga Pekanbaru. Penerbit Erlangga dalam journal berjudul Analisis Pelaksanaan Distribusi Penjualan Produk Percetakan Buku oleh Dicky Febrian, telah membuat manajemen jadwal pelaksanaan distribusi keseluruh pelanggannya dengan baik. Penerbit pun telah menambah jumlah armada pengangkut dan juga pegawainya. Namun walaupun demikian pendistribusiannya masih mendapat banyak  permasalah. Penerbit Erlangga Pekanbaru ini masih belum bias menepati jadwal yang ia buat sendiri. Sehingga banyak pelanggan yang mengeluh akan hal ini.

Karena hal ini, tentu saja keprofesionalan penerbit Erlangga belum dapat diterima dengan baik oleh pelanggannya. Hal ini mengingatkan dunia penerbitan kembali bahwa peran manajemen pemasaran yang baik sangat berpengaruh kepada tingkat profesionalitas penerbit. Jadi untuk lebih meningkatkan daya saing dengan penerbit lain, maka manajer penerbit harusnya menerapkan manajemen pemasaran yang paling dianggap efektif dan efisien.

  1. ASPEK TEKNOLOGI PENERBITAN

Selain dari aspek hukum, operasional, dan juga teknis, maka dari aspek teknologi pun penerbit harus memperhatikannya. Karna sudah tidak dipungkiri lagi bahwa teknologi saat ini mempengaruhi pengembangan segala bidang. Hal ini termasuk didalamnya adalah dunia penerbitan. Teknologi di penerbitan digunakan sebagai Tool atau peralatan guna membantu kerja semua pegawai usaha penerbitan tersebut.

Salah satu perkembangan teknologi terbaru dunia penerbitan adalah aplikasi mobile commerce penjualan buku. Aplikasi penjualan buku ini telah di implementasikan di penerbit Pro-U Media Yogyakarta menurut Desyanto dkk pada seminar nasional informatika tahun 2010.

Walaupun memiliki kekurangan berupa ketidak mampuan cisualisasi dan daya proses layaknya personal computer, namun aplikasi ini juga memiliki kelebihan seperti proses transaksi mudah, penerbit memiliki pengendalian atas program, serta pemuasan pelanggan atas pengehmatan waktu dan ruang. Melihat kekurangan dan lebih banyaknya kelebihan dalam aplikasi ini, maka aplikasi ini selayaknya pantas digunakan oleh penrbit-penerbit lainnya guna meningkatkan kualitas usahanya. Dan sejalan dengan itu, yang perlu ditekankan adalah agar para penerbit tidak pernah takut melibatkan perkembangan teknologi dalam pengembangan usahanya. Keterlibatan teknologi dipilih dan disikapi dengan baik pastinya hasilnya pun akan memuaskan.

  1. ASPEK PELAYANAN PENERBITAN

Apabila semua aspek telah kita usahakan dnegan maksimal, namun yang tidak kalah pentingnya untuk deiperhatiakan adalah dari aspek pelayanan. Karna pelayanan yang baik adalah tujuan akhir dari pelaksanaan suatu usaha. Pelayanan dikatakan baik apabila melebihi ekspektasi pelanggannya. kemudian pelayanan yang buruk adalah pelayanan yang kurang dari ekspektasi pelanggannya. dan terakhir adalah pelayanan yang hanya sama dengan ekspektasi pelanggannya.

Dan untuk mengetahui apakah pelayanan suatu usaha dikatakan biak, buruk, atau biasa saja, dibutuhkan suatu penilaian atas pelayanan tersebut. Dan berikut merupakan 6 akomponen utama dengan 30 atribut penilaian atas pelayanan, apakah dikatakan baik ataukah buruk menurut Budiarto dalam jurnal manajemen teknologi ITB 2013 :

  • Tidak menyandung kesalahan cetak
  • Tidak mengandung kesalahan pengkutipan ayat
  • Rapat-renggang huruf sesuai berat-ringan isi buku
  • Tebal-tipis sesuai kebutuhan
  • Rapat-renggang huruf sudah tepat
  • Sesuai antara judul dan isi
  • Padat akan isi
  • Pemilihan jenis huruf tepat
  • Dijilid dengan baik
  • Menggunbakan kertas berkualitas baik
  • dapat dijadikan referensi
  • Menambah wawasan
  • Menambah pengetahuan
  • Menjawab rasa ingin tahu
  • Dapat dijadikan materi mentoring
  • Menunjang aktifis
  • Lay-out menarik
  • Cover menarik
  • Tampilan dalam buku menarik
  • Huruf tidak membosankan
  1. Kemudahan dan Kenyamanan Pembelian
  • Mudah diperoleh
  • Tersedia dimana-mana
  • Harga sesuai citra baik atau buruk buku
  • Harga terjangkau
  • Harga sesuia isi buku
  • Harga sesuia tebal buku
  1. Keawetan
    • Isi buku mudah diingat dalam jangka waktu lama
  • Menarik untuk dibaca berulang-ulang kali
    • Isi buku mendorong untuk terus mengacu pada buku tersebut
    • Diterjemahkan dalam bahasa asing dengan baik

Setelah mengukur pelayanan dari penerbit, apabila dirasa nilainya kurang baik maka terdapat beberapa faktor agar pelayanan yang diberikan dapat dikatakan baik dan memuaskan pelanggan. Adapun factor tersebut adalah :

  1. Kinerja fungsional atau performa
  2. Fitur
  3. Keandalan
  4. Ketepatan
  5. Keawetan
  6. Tingkat mampu layan
  7. Estetika
  8. Persepsi

Apabila sebuah usaha penerbitan telah mampu memahami lalu menerapkan berbagai aspek ynag telah dijelaskan sebelumnya, maka diharapkan dalam menjalankan usahanya akan menjadi lebih berkembang. Apabila para penerbit-penerbit ini telah menjadi penerbit yang professional, maka besar kemungkinan peningkatn peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat juga semakin besar. Karna dari penerbit yang baik tercipta informasi yang baik. Dan informasi yang baik akan menciptakan masyarakat yang berpengetahuan  dan berkehidupan yang juga baik.