Apa seorang ibu boleh disebut bumi

Tahukah kalian, sebelum terlahir ke alam dunia, ternyata kita mempunyai perjanjian dengan dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ingatkah kita akan perjanjian tersebut?

Sudah pasti tidak akan ada satu manusia di muka bumi ini yang dapat mengingatnya saat ia lahir kedunia

Jika manusia menyanggupi, maka Ia akan lahir dan hidup di dunia, namun jika tidak, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan menakdirkannya menjalani kehidupan di muka bumi.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Q.S. Al-Hadid : 8

"Dan mengapa kamu tidak beriman kepada Allah, padahal Rasul mengajak kamu beriman kepada Tuhanmu? Dan Dia telah mengambil janji (setia)mu, jika kamu orang-orang mukmin".

Lantas, apa sebenarny perjanjian antara Allah dan manusia sebelum dilahirkan ke dunia?

Sebelum lahir ke dunia ternyata manusia sudah mengadakan perjanjian dengan Allah Ta’laa, begitu ruh ditiupkan itulah kemudian Allah mengambil perjanjian dengan setiap hambanya.

Lantas, apa perjanjian yang terjadi antara Allah dan manusia sebelum lahir ke dunia?

“Jadi sejak kita dalam kandungan ibunda kita usia 4 bulan, ruh sudah masuk, Allah menyampaikan tawaran kepada kita untuk berkomitmen kepada Allah,” 

Kata Allah apakah kamu siap menjadikan saya Tuhan yang kamu sembah? Maka dengan itu saya akan penuhi semua kebutuhanmu, kalau kamu minta saya beri, kamu sakit saya sembuhkan, kamu butuh saya anugerahkan, kamu ingin saya persembahkan, kamu ingin rezeki saya tampilkan, kamu sakit saya sembuhkan, kamu salah saya maafkan, kamu dosa saya ampuni.

Maka kita katakan "Ya Allah siap tanpa pertimbangan lagi,

Kami yakin, kami akan sembah Engkau sebagai Tuhan dan Ya Allah mohon nanti saat terlahir kabulkan setiap kebutuhan yang kami dapatkan, kalau kami butuh kami akan minta, kalau kami sakit kami akan mohon disembuhkan, kalau kami salah kami akan mohon dimaafkan, kalau kami berdosa kami mohon diampuni Ya Allah"

“Itulah perjanjian kita, maka kita katakan "syahidna" yang artinya kami bersyahadat. 

Untuk itulah Nabi mengatakan setiap yang terlahir itu sudah ada fitrah di dalam dirinya kecenderungan untuk mendekat kepada Allah Subhanahuwata’ala,” 

Oleh karena itu, Allah akan menetapkan kejadian-kejadian dalam setiap kehidupan manusia dengan tujuan agar meminta dan memohon hanya kepada-Nya yang setiap doa diawali dengan kata Rabb.

Mengapa Allah memilih kata Rabb untuk menamakan diri-Nya, bukan nama-nama yang terdapat pada Asmaul Husna?

Inilah rahasia terbesarnya, kata Rabb itu diambil dari satu sifat yang disebut dengan Rububiyah.

“Tidak disebutkan dalam bahasa Arab sifat yang terkait dengan rububiyah mencakup semua jenis perhatian yang mungkin diberikan, misalnya ada yang sakit disembuhkan, ada yang susah dimudahkan, ada yang butuh diberikan,” 

“Jadi semua apa yang dibutuhkan dipenuhi, maka itu yang dinamakan sifat rububiyah, kalau sifatnya terbatas dengan batasan tertentu, bisa ngasih sekarang nanti belum tentu maka disebut Murabbi

“Maka secara otomatis kejadian-kejadian yang kita alami dalam hidup itu siapapun dia,  apakah anda orang paling tinggi jabatannya, orang paling kaya atau orang paling apapun di muka bumi, maka selama hidup itu akan dipaksa melalui alur hidup kita mendapatkan sebuah kejadian untuk kita memanggil dan memohon kepada Allah Subhanahuwata’ala,” 

Demikian perjanji Manusia dengan Allah sebelum lahir ke Dunia.

Wallohu'alam

Hari ibu yang mana yang akan kita bicarakan saat ini? Apakah hari ibu dunia atau hari ibu Indonesia?  Setiap tahun penduduk Indonesia memperingati hari ibu pada tanggal 22 Desember 2020. Tema peringatan hari ibu yang ke-92 tahun 2020 adalah perempuan Berdaya Indonesia Maju.  Namun hari ibu bagi penduduk di bagian bumi  yang lain memperingatai “Happy mother’s day” pada pekan kedua bulan Mei, dengan tidak memiliki tanggal yang pasti. Untuk tahun ini peringatan hari ibu internasional dilakukan pada tanggal 10 Mei 2020. Sesuai dengan namanya,hari Ibu adalah perayaan keluarga atas peran ibu yang sangat berjasa terhadap pertumbuhan dan kesejahteraan anak-anaknya.

Saya seorang ibu dengan dua putra yang tidak ingin mendengarkan anak saya mengucapkan “Selamat hari ibu setahun sekali”, meskipun tanggal 22 Desember menjadi hari yang spesial bagi sebagian besar ibu yang hidup di negeri ini pada saat ini. Ketika saya kembali ke masa lalu saya tidak menemukan literatur hari ibu dalam sejarah Islam.  Bahkan lebih sedih lagi saya tidak menemukan hari ayah sampai saat ini. Padahal ayah dan ibu adalah pewaris DNA, pejuang kehidupan bagi kita sejak dalam kandungan. Mereka yang berusaha membuat kita nyaman, aman, kenyang, terdidik. Mereka curahkan tenaga untuk berkerja, agar kita menikmati hidup dari tetesan keringat, darah dan air mata mereka. Tidak menjadi soal ketika mereka tidak memiliki harta yang cukup untuk membuat kita mewah. Pikirkan bagaimana mereka mencurahkan rasa dan upaya untuk membuat kita cukup versi kemampuan mereka. Hanya orang yang tidak bersyukur yang tidak mampu menilai ketulusan ini. 

 Pertanyaan saya berikutnya kenapa hanya ibu yang memiliki keistimewaan hari dan dirayakan? Bagaimana dengan ayah? Ada baiknya kita telusuri jejak lahirnya hari ibu dan esensi nilai yang ada didalamnya. Sampai kita menemukan jawaban kenapa hadis mengajarkan kepada kita ada tiga kali kelebihan berbakti kepda ibu dibandingkan ayah.

Menurut sejarah dari beberapa literatur online yang penulis baca, perayaan hari ibu modern pertama kali dimulai di Amerika Serikat. Seorang wanita bernama Anna Jarvis ingin ada momen perayaan khusus sebagaimana permintaan ibunya sendiri. Oleh karena itu, ketika ibunya meninggal, Jarvis berinisiatif mengadakan memorial untuk ibunya setelah tiga tahun kematiannya, tepatnya pada tahun 1908. Kegiatan memperingati hari ibu tersebut dilakukan di Gereja Methodist St Andrew di Virginia Barat. Hasil usaha Jarvis mempromosikan hari ibu mendapatkan apresiasi dari Presiden Amerika saat itu, maka pada tahun 1914, Presiden Woodrow Wilson menetapkan hari ibu sebagai hari libur resmi nasional.

Versi lain mengatakan bahwa lahirnya hari ibu dilatarbelakangi oleh suara para ibu yang menginginkan kehadiran anak disisinya. Pada saat banyak ibu-ibu yang tidak pernah dikunjungi oleh anak-anaknya setelah dititipkan di panti jompo menyuarakan kerinduan kepada anak-anaknya. Mereka meminta setahun sekali sang anak memberikan perhatian kepada ibunya. Mereka menyampaikan kepada pemerintah Amerika diadakan tanggal khusus untuk ibu, agar anak datang untuk berkunjung, melihat, memeluk dan mengucapkan kata-kata indah yang membahagiakan hati sang ibu. Ibu ingin melepas rindu agar tidak mengalami kisah hidup yang tragis, meninggal di panti jompo tidak diurus lagi oleh anak-anaknya.

Adapun peringatan hari ibu di Indonesia diawali dari sejarah ketika adanya kesamaan pandangan untuk mengubah nasib perempuan di tanah air. Berbagai organisasi perempuan yang ada di Sumatera dan Jawa berkumpul  untuk berdiskusi, bertukar pikiran dan menyatukan gagasannya di Dalem Jayadipuran, Yogyakarta. Bermacam gagasan dan pemikiran diungkapkan dalam Kongres Perempuan tanggal 22 Desember 1928. Selama tiga hari, dari 22-25 Desember 1928 dibahas isu-isu penting dalam pertemuan bersejarah yang dihadiri 600 orang dari 30 organisasi tersebut

Isu yang dibahas antara lain pendidikan bagi anak perempuan, perkawinan anak-anak, kawin paksa, permaduan dan perceraian secara sewenang-wenang. Selain itu, kongres juga membahas dan memperjuangkan peran wanita bukan hanya sebagai istri dan pelayan suami saja. Berawal dari situlah, persatuan dari beberapa organisasi wanita ini semakin kuat. Pada tahun 1929, organisasi ini dinamakan Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII).  

Melalui PPPI  tersebut, terjalin kesatuan semangat juang kaum perempuan untuk secara bersama-sama dengan kaum laki-laki dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pada tahun 1935, diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Kongres tersebut berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia. Tak hanya itu, kongres tersebut juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa, yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari dan lebih tebal rasa kebangsaannya.

Pada tahun 1938, Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Selanjutnya, dikukuhkan oleh Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959.  Kini Badan Kongres Perempuan Indonesia tersebut berubah nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Sejak ditetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu, peringatan hari Ibu selalu tertuju pada kaum perempuan saja. Namun, berdasarkan tulisan di harian Kompas tanggal 16 Desember 1986,  sejak tahun 1986 peringatan ini ditujukan untuk seluruh rakyat Indonesia.  Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ketika itu, L Sutanto mengharapkan dengan diperingati oleh seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda, maka bangsa Indonesia lebih mampu menghayati arti kebangkitan dari peran wanita. Sehingga nilai luhur yang terkandung dalam sejarah kebangkitan wanita dapat diwariskan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan latar belakang sejarah di atas, hari ibu di Indonesia yang diperingati tiap tahunnya berbeda dengan Mother’s Day di negara-negara lain. Hari Ibu di negara lain diperingati untuk memanjakan ibu yang telah bekerja mengurus rumah tangga setiap hari tanpa mengenal waktu dan lelah. Sementara di Indonesia, ditujukan untuk menandai emansipasi perempuan dan keterlibatan mereka dalam perjuangan kemerdekaan.

Membicarakan hari ibu versi agama Islam yang sangat saya yakini kebenarannya memiliki perbedaan dengan apa yang sudah diuraikan di atas. Islam mengajarkan bahwa setiap hari adalah hari ibu. Setiap hari juga hari ayah, hari kakak, hari abang, hari adek, hari paman, hari bibi, hari tetangga, hari sahabat, hari guru dan hari-hari lainnya yang mungkin suatu saat akan menjadi hari formal satu persatu.

Ustaz Abdussamad menyampaikan dalam dakwahnya bahwa “mengucapkan selamat hari ibu termasuk tradisi jahiliyah. Bagi yang sudah mengucapkan selamat hari ibu tadi malam, maka shalat sunnat taubat hari ini. Sebuah hadis menyebutkan bahwa  “Sampai pada masanya umat Islam akan ikut tradisi orang kafir sejengkal demi sejengkal, lalu sehasta demi sehasta sampai-sampai ketika orang-orang kafir itu masuk lubang biawak, umat Islampun mengikutinya”. Semoga Allah senantiasa menuntun kita berada di jalan Islam. Lalu bagaimana seorang muslim menyikapi peringatan hari ibu?

Saya yakin seluruh perempuan yang bernama ibu apabila ditanyakan mana yang anda pilih, dihormati setahun sekali atau setiap hari oleh anak anda? Mana yang anda pilih, dirayakan hari berbakti kepada anda setahun sekali atau anak anda berbakti setiap hari tanpa perayaan?. Sesungguhnya Islam tidak mengenal, tidak mengajarkan bakti, penghormatan, memperlakukan istimewa ibu setahun sekali. Sejak kecil setiap muslim seharusnya sudah mendidik anak-anaknya cara berbakti kepada orang tua (ayah dan ibu)  disetiap detik waktu yang dilalui dihidupnya. Cukup jelas ajaran tentang cara berbakti bahkan kewajiban anak terhadap orang tuanya disebutkan dalam Alquran dan hadist. Tidak ada satupun sinyal yang mengisyaratkan merayakan hari berbakti, berbuat baik, mengistimewakan dan menyenangkan ibu setahun sekali.  Setiap hari adalah hari berbakti, berbuat baik,menyenangkan hati orang tua. Ingat bukan ibu saja tetapi juga ayahmu menempati tempat yang sama didalam fisik, hati dan jiwamu.

Esensi  berbakti pada orang tua dalam ajaran Islam bukan dilakukan pada saat anak sudah mampu mengucapkan “Happy mother’s day ibu…. Selamat hari ibu….” Sejak kecil bahkan sampai anak sudah tua, apakah orang tuanya masih hidup atau sudah meninggal masih ada kewajiban berbakti.  Ajaran Islam memerintahkan pada saat orang tua masih hidup seorang muslim berbakti dengan cara berbuat baik bahkan tidak boleh mengatakan “ah” kepada keduanya. Bahkan seandainya kedua orang tua itu memaksa untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu yang kita tidak memiliki ilmu tentang itu, maka janganlah taat kepada keduanya. Namun tetap pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.

Ketika orang tua telah meninggal,  setiap muslim masih memiliki kewajiban untuk berbakti dengan cara tetap berbuat baik, berdoa, bersedekah, berhaji dan umrah, beramal shaleh yang pahalanya boleh diniatkan kepada kedua orang tuanya. Tetap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat orang tua, bahkan tetap menjalin ukhuwah dengan sahabat-sahabat orang tuanya.

Dapat kita pahami bahwa pada setiap masa, ada beberapa hal yang ummat Islam ambil dari luar Islam yang seolah-olah didalam Islam tidak ada. Seperti halnya hari khusus untuk peringatan hari ibu ini. Padahal sesuatu yang tidak ada dalam Islam bukan karena Islam belum sempurna, tetapi karena kebodohan kita yang tidak memahami Islam dengan sebenarnya.  

Ada istilah emansipasi yang umumnya kita dengungkan demi kebangkitan perempuan hari ini. Emansipasi perempuan tidak berlaku dalam Islam, Karena emansipasi hanya ada di negeri kafir yang menganggap rendah perempuan sehingga perempuan perlu diangkat derajatnya. Jika perempuan di negeri ini juga masih direndahkan, maka bermakna negeri ini belum Islami. Perempuan dalam Islam berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang hebat dan kuat. Perempuan dalam Islam berkewajiban mencintai dan membela bangsa dan tanah airnya. Maknanya perempuan juga berkewajiban menanamkan dan mengajarkan kepada generasi tentang rasa kebangsaannya. Apabila hal ini tidak terjadi di negeri ini sehingga perempuan membutuhkan emansipasi untuk menyadari hal ini, jangan salahkan perempuan semata, tanyakan bagaimana cara bangsa ini mendidik perempuan untuk menjadi perempuan.

Sebaiknya umat Islam jangan latah dengan istilah. Islam tidak mengenal emansipasi karena perempuan sudah dimuliakan jika hidup bersama manusia yang  mengamalkan Islam. Bukankah sejak lahir seorang perempuan sudah memiliki nilai yang sangat tinggi?. Rasulullah Saw bersabda “Siapa yang menanggung nafkah dua anak perempuan sampai baligh, maka pada hari kiamat, antara saya dan dia seperti ini. Beliau menggabungkan jari-jarinya. (Muslim 2631, dan Ibnu Abi Syaibah 25439) “Siapa yang memiliki 3 anak perempuan, lalu dia bersabar, memberinya makan, minum, dan pakaian dari hasil usahanya, maka semuanya akan menjadi tameng dari neraka pada hari kiamat”.(HR. Ahmad 17403, Ibnu Majah 3669, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).”Siapa yang menafkahi dua atau tiga anak perempuan atau saudara perempuan, hingga mereka menikah atau sampai dia mati, maka aku dan dia seperti dua jari ini.” Beliau berisyarat dengan dua jari: telunjuk dan jari tengah. (HR. Ahmad 12498 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Islam mengajarkan, apabila seorang perempuan telah menikah, kewajiban suami untuk memberinya nafkah, bukankah ini semua kemuliaan? Jika yang terjadi sebaliknya jangan salahkan Islam, tetapi tanyakan kenapa Islam tidak mendarat di dalam ilmu dan jiwa para lelaki bernama suami?

Selanjutnya perempuan dimuliakan ketika menjadi ibu dengan tiga derajat lebih tinggi daripada ayah. Perempuan tidak pernah direndahkan dalam Islam, bahkan peran perempuan adalah sebagai madrasah pertama bagi generasi. Apabila perempuan tidak mampu menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, maka jangan salahkah Islam, silakan tanyakan kepada para perempuan yang bernama ibu?

Apabila hari ibu dirayakan sebagai hari memperhatikan ibu, disebabkan gagalnya orang memperhatikan ibunya, maka itu bukan dari Islam. Tidak ada hari ibu yang dilakukan sekali dalam setahun menurut Islam. Namun apabila makna dan isi hari ibu bertujuan untuk memuliakan ibu, silakan lakukanlah perayaan hari ibu, tapi ingat bukan setahun sekali tetapi disetiap hela nafasmu.  

Hal yang paling berharga dalam Islam adalah setiap muslim hidup dengan ibu dan ayah, lahir dari pernikahan yang sah. Kedua orang tua memiliki hak yang sama untuk dihormati, dimuliakan, diistimewakan. Apabila diluar Islam boleh hidup dengan ibu tanpa tahu siapa ayahnya, maka dalam Islam tidak ada pilihan seperti ini.  Islam mengharamkan zina, mengharamkan perkosaan untuk menjaga kemuliaan dan harga diri manusia. 

Sebuah kisah menarik dalam sejarah Islam terjadi pada masa Rasululullah Saw. Seorang pemuda  berangkat ke medan jihad, sementara ibunya tidak ridha, sehingga melepaskan puteranya dengan air mata. Salah seorang sahabat mengadukan hal tersebut kepada Rasululullah. Rasul meminta sang pemuda “pulang ke rumah untuk membuat ibumu tertawa sebagaimana engkau membuatnya menangis” Tingginya nilai  berbakti kepda ibu melebihi jihad yang pahalanya surga. Masih ada yang ragu tentang esensi hari ibu menurut Islam? Bahkan dalam keadan sedang di medan perang, seorang pemuda yang bercita-cita syahid diminta kembali ke rumah untuk menemui ibunya, menghapus air matanya dan membuatnya bahagia. Bukankah syahid adalah akhir terindah dalam hidup seorang muslim? Ternyata berbakti kepada ibu lebih didahulukan dan dilakukan pada saat itu juga, tanpa menunggu masa perayaan. 

Adapun hadist yang menyebutkan tentang berbakti kepada ibu tiga kali dibandingkan ayah ditafsirkan bahwa ibu adalah satu-satunya sosok yang pernah berjihad 3 kali yang tidak pernah dilakukan ayah untuk anaknya. Jihad ketika  mengandung, melahirkan dan menyusui.  Beratnya nilai dari  tiga jihad ini melampaui 1 kali jihad yang dilakukan pemuda tadi. Berbakti kepada ibu mendahului keinginan syahid melalui jihad fisabilillah. Mari rayakan hari ibu setiap hari, InsyaAllah jalan yang dituntun oleh Islam lebih indah dan lebih baik untuk kita semua.

Sumber :

Penulis :

Editor :