Apa maksud film chungking express

Glen Anggara (Junior Roberts), pemuda dari keluarga kaya, sehari-hari hanya makan, tidur dan bermain game. Ia tak punya tujuan hidup karena terbiasa hidup enak. Suatu hari Glen bertemu Shena (Prilly Latuconsina), kakak kelasnya yang galak, namun tiba-tiba mengajak Glen berpacaran. Shena melakukan itu setelah ia mengetahui hidupnya tidak akan lama lagi, karena penyakit yang dideritanya. Shena pun membuat daftar 12 keinginan yang ingin dipenuhinya sebelum mati. Glen yang pada dasarnya baik hati, berusaha memenuhi semua keinginan Shena itu, hingga ia memiliki tujuan hidup yang baru.

Adaptasi dari novel berjudul sama karya Luluk HF, film ini merupakan spin off dari film Mariposa (2020). Novelnya sendiri terinspirasi dari kisah nyata penulisnya, yang saat ulang tahun pada tanggal 12, merindukan sosok almarhumah ibunya yang meninggal akibat gagal ginjal, seperti yang diderita Shena. Film ini juga memuat soundtrack berjudul Luka Kecil yang dinyanyikan Prilly Latuconsina. LSF mengklasifikasikan film ini untuk penonton usia 13 tahun ke atas. [Nandyto]

Run time: 118 menit Release: 18 Agustus 2022

Director: Fajar Bustomi

Stars: Abun Sungkar Adhisty Zara Angga Yunanda Dannia Salsabilla Junior Roberts Prilly Latuconsina

Penderitaan cinta tiada akhir, vaporwave aesthetics, dan atmosfer cyberpunk tapi ga tentang cyber atau punk ataupun cyberpunk! Ya, mungkin tiga hal tersebut yang menurutku paling tepat mendeskripsikan Chungking Express, film besutan Wong Kar-wai yang bercerita tentang kisah asmara seorang aparat kepolisian dan lika-liku kehidupan mereka, sedikit aksi tembak-tembakan, bersih-bersih rumah, dan makan nanas.

Tema utama yang diangkat dari Chungking Express adalah penderitaan cinta yang tiada akhir, seperti yang pernah didawuhkan Cu Pat Kai ratusan tahun yang lalu. Penderitaan itu tentu saja dilalui dengan dilema, trilema, tetralema, dan n-lema. Kadang kala, manusia memiliki hal yang untuk dalam mengekspresikan kesedihan akibat penderitaan itu. Lihat saja polisi nomor 223 (maksudnya nomor identitas, Red), ia mengekspresikan kesedihan itu dengan jalan memakan semua buah nanas kalengan yang kedaluwarsa pada tanggal 1 May karena May (mantan pacarnya) suka nanas dan ia ulang tahun di tanggal tersebut. Polisi nomor 663 menjadi sedikit “gila”, apartemennya mewakili kesedihan, dan berbagai objek di dalamnya mewakili setiap perasaan. Handuk yang basah berarti sedang menangis. Ketika ia memeras handuk tersebut, ia berkata “cukuplah tangisanmu, sekarang aku bawa kamu ke tempat yang hangat” yang tidak lain tidak bukan adalah dijemur. Eits, tidak hanya handuk, hampir semua objek di apartemennya diajak ngobrol seperti handuk itu.

Oh ya, saya belum bercerita bahwa terdapat dua cerita utama di dalam film ini dengan dua tokoh utama yang berbeda. Ada polisi nomor 223 dan polisi 663. Terus terang saja saya tidak sadar bahwa ada dua cerita di film ini, karena memang transisinya sangat halus, narasinya masih nyambung, dan masih di satu tempat yang sama. Bahkan saya harus rewatch film ini di part-part tertentu untuk mengobati kebingungan saya. Selain dua cerita utama ini, sebenarnya ada cerita lain yang ada di film ini. Semuanya tidak saling berhubungan langsung, meskipun ujung-ujungnya ya nyambung juga.

Usut punya usut, yang menyebabkan aku bingung ternyata nama tokoh, wajah, dan latar tempatnya mirip untuk dua part cerita di film ini. May dan Faye, dua polisi dengan seragam yang sama, warung yang sama, apartemen a la Hong Kong yang tidak bisa dibedakan, dan lain sebagainya. Menurut Wong (si sutradara), duplikasi ini adalah epitome dari kehidupan modern. Ia menggambarkan manusia modern yang suka “meminjam” identitas, menggantinya dengan identitas yang umum dan diterima publik, serta mengganti identitas lama. Hingga pada akhirnya, tidak ada identitas yang unik karena semua telah dikotak-kotakkan. Ya, mirip seperti episode Spongebob “normal”.

Tema-tema kesendirian juga diangkat di film ini. Melalui malam dalam kesendirian, menonton TV sendirian sambil ngemil kentang goreng, dan bahkan merasa sendiri di tengah keramaian dan luasnya kota Hongkong. Beberapa contoh tersebut menguatkan tema “penderitaan cinta yang tiada akhir” yang saya bahas di awal. Ialah cinta, ia dapat membuat seseorang sendirian di tengah keramaian.

Hal yang menarik dari film ini adalah bagaimana ia memanfaatkan motion-blur dari tiap frame, memotong-motongnya, dan menjadikannya seolah-olah animasi stop motion. Efek visual ini menciptakan suasana yang surreal dan penuh ketengangan, membuatmu cemas, panik, bingung. Bahkan kita seakan-akan ikut merasakan ketegangan tokoh-tokoh yang ada di dalam film.

Yang terakhir, lagu California Dreamin’ karya The Mamas & The Papas bener-bener mantep!

All the leaves are brown And the sky is grey I’ve been for a walk

On a winters day