Pembangunan ekonomi memiliki hubungan dua arah dengan kesehatan. Pembangunan ekonomi mempengaruhi kesehatan populasi, sebaliknya kesehatan populasi mempengaruhi pembangunan ekonomi. Kesehatan merupakan sumberdaya yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi. Tingkat kesehatan populasi yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan keluarga, yang secara agregat nasional meningkatkan Produk Domestik Bruto per Kapita. Sebaliknya pembangunan ekonomi berpengaruh terhadap kemampuan keberlanjutan sistem pendukung yang diperlukan bagi populasi untuk menciptakan kesehatan dan kualitas hidup yang baik. Pembangunan ekonomi menggunakan sumberdaya alam, energi, dan sumberdaya manusia secara masif. Pembanguan ekonomi yang tidak terkontrol, penggunaan sumberdaya alam dan energi untuk produksi maupun konsumsi, yang tidak berhati-hati, hingga melebihi kapasitas bumi, dapat merusak kondisi lingkungan sosial dan eko-sistem, sehingga menurunkan tingkat kesehatan dan kualitas hidup populasi. Pembangunan yang bijak bagi masyarakat adalah pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup orang di seluruh dunia, baik dari generasi sekarang maupun yang akan datang, tanpa mengeksploitasi penggunaan sumberdaya alam yang melebihi kapasitas dan daya dukung bumi. Tujuan tersebut bisa dicapai melalui empat elemen tujuan pembangunan berkelanjutan: (1) Pertumbuhan dan keadilan ekonomi; (2) Pembangunan sosial; (3) Konservasi sumberdaya alam (perlindungan lingkungan); (4) Pemerintahan yang baik (good governance). Keempat elemen tersebut saling mendukung satu dengan lainnya, menciptakan tujuan pembangunan yang berkaitan dan berkelanjutan. Dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan di Rio de Janeiro (Brasil) pada Juni 2012 dibahas agenda pembangunan berkelanjutan yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan seperangkat tujuan, sasaran, dan indikator pembangunan yang berkelanjutan yang bersifat universal. SDGs merupakan kelanjutan dan perluasan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang telah dilakukan oleh negara-negara sejak 2001 hingga akhir 2015. Delapan MDGs sebagai berikut:
Meskipun beberapa target MDGs berhasil dicapai, banyak tujuan dan target lainnya dinilai belum tercapai. MDGs bertujuan mengurangi kemiskinan, tetapi gagal memperhatikan dan mengatasi akar masalah kemiskinan. MDGs tidak secara khusus memperhatikan pentingnya mencapai tujuan perbaikan pembangunan ekonomi. MDGs kurang memperhatikan sifat holistik, inklusif, dan keberlanjutan pembangunan. Demikian juga MDGs dinilai kurang memperhatikan kesetaraan gender dan hak azasi manusia (Gambar 1). Secara teoretis MDGs ingin diterapkan di semua negara, tetapi kenyataannya MDGs hanya diterapkan pada negara berkembang atau miskin, dengan bantuan pendanaan dari negara kaya (UN, 2016; Guardian, 2016; Knoema, 2016). Beberapa masalah utama yang belum bisa diatasi sampai dengan berakhirnya era MDGs (UN, 2016) sebagai berikut:
Gambar 1 menyajikan hasil analisis data UNDP yang menunjukkan ketidaksetaraan gender di berbagai negara dunia tahun 2011. Ketidaksetaraan gender diukur dalam Gender Inequality Index (GII), terdiri atas tiga dimensi: (1) kesehatan reproduksi, (2) pemberdayaan, dan (2) lapangan kerja. GII=0 menunjukkan, kesetaraan sempurna antara laki-laki dan perempuan. GII= 1 ketidaksetaraan sempurna, perempuan tidak diuntungkan maksimum. Indonesia termasuk di antara negara berkembang dengan ketidaksetaraan gender tinggi (GII 0.49-0.60) (Knoema, 2016). Sustainable Development Goals secara eksplisit bertujuan memberantas kemiskinan dan kelaparan, mengurangi ketimpangan dalam dan antar negara, memperbaiki manajemen air dan energi, dan mengambil langkah urgen untuk mengatasi perubahan iklim. Berbeda dengan MDGs, SDGs menegaskan pentingnya upaya mengakhiri kemiskinan agar dilakukan bersama dengan upaya strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menerapkan langkah kebijakan sosial untuk memenuhi aneka kebutuhan sosial (seperti pendidikan, kesehatan, proteksi sosial, kesempatan kerja), dan langkah kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim dan proteksi lingkungan. Gambar 3 menyajikan hasil analisis data UNDP yang menunjukkan ketidaksetaraan gender di berbagai negara dunia tahun 2011. Ketidaksetaraan gender diukur dalam Gender Inequality Index (GII), terdiri atas tiga dimensi: (1) kesehatan reproduksi, (2) pemberdayaan, dan (2) lapangan kerja. GII=0 menunjukkan, kesetaraan sempurna antara laki-laki dan perempuan. GII= 1 ketidaksetaraan sempurna, perempuan tidak diuntungkan maksimum. Indonesia termasuk di antara negara berkembang dengan ketidaksetaraan gender tinggi (GII 0.49-0.60) (Knoema, 2016). Pada pertemuan tingkat tinggi di markas PBB pada September 2015, sebanyak 193 negara anggota PBB sepakat untuk menjadikan SDGs sebagai kerangka agenda pembangunan dan kebijakan politis selama 15 tahun ke depan mulai 2016 hingga 2030. Pemerintah di setiap negara anggota PBB– baik negara kaya, menengah, maupun miskin, baik negara maju maupun berkembang – memiliki tanggungjawab mengimplementasikan SDGs untuk mencapai SDGs. Negara adalah pihak yang memiliki tanggungjawab utama dalam pembangunan sosial dan ekonomi, pembuatan kebijakan nasional, menentukan strategi pembangunan, yang diperlukan untuk tujuan mencapai pembangunan berkelanjutan. Pemerintah semua negara diharapkan menerapkan agenda dan kebijakan politis pembangunan ekonomi nasional, untuk meningkatkan kemakmuran dan sekaligus melindungi planet bumi. SDGs secara eksplisit bertujuan memberantas kemiskinan dan kelaparan, mengurangi ketimpangan dalam dan antar negara, memperbaiki manajemen air dan energi, dan mengambil langkah urgen untuk mengatasi perubahan iklim. Berbeda dengan MDGs, SDGs menegaskan pentingnya upaya mengakhiri kemiskinan agar dilakukan bersama dengan upaya strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menerapkan langkah kebijakan sosial untuk memenuhi aneka kebutuhan sosial (seperti pendidikan, kesehatan, proteksi sosial, kesempatan kerja), dan langkah kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim dan proteksi lingkungan. SDG terdiri atas 17 tujuan dan 169 target, yang meliputi aneka isu pembangunan berkelanjutan (Gambar 2). Daftar 17 tujuan dalam SDGs sebagai berikut:
Hampir semua tujuan dalam SDGs merupakan determinan sosial kesehatan yang terletak di berbagai level. Hanya tujuan ke 3 (Health) yang bukan merupakan determinan kesehatan, melainkan tujuan kesehatan itu sendiri yang ingin dicapai. Tujuan ke 3 SDGs dengan jelas menyebutkan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kehidupan yang sehat bagi semua (keadilan kesehatan) pada semua usia (kesetaraan kesehatan menurut usia). Dengan menggunakan kerangka konsep Dahlgren dan Whitehead (1991) bahwa determinan sosial kesehatan terletak di berbagai level, dan fakta bahwa SDGs yang ingin dicapai merupakan determinan kesehatan, maka jika SDGs dapat dicapai dengan lebih cepat, maka implikasinya tujuan untuk meningkatkan kesehatan populasi dan distribusi kesehatan yang adil dalam populasi dan antar populasi akan dapat dicapai dengan lebih cepat pula. |