Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang


TEMPO Interaktif, WASHINGTON: Debit air di sungai-sungai besar di dunia berkurang di sepanjang separuh abad terakhir ini. Fakta itu terungkap lewat analisis yang dilakukan tim peneliti yang dipimpin Aiguo Dai dari Pusat Penelitian Atmosferik Nasional Amerika Serikat terhadap 925 sungai besar di dunia mulai dari 1948 sampai 2004."Sumber-sumber air tawar dunia kelihatannya akan berkurang di beberapa dekade ke depan, terutama karena perubahan iklim," kata Dai seperti diungkapkannya dalam Journal of Climate milik American Meteorological Society yang akan terbit pada 15 Mei nanti.Selain berpengaruh terhadap populasi manusia yang hidup dekat ataupun bergantung pada air sungai, dampak berkurangnya debit sungai juga dirasakan samudra dunia. Dampak terbesar dirasa Samudra Pasifik karena berkurangnya pasokan air yang masuk ke dalam samudra terluas di dunia ini setara dengan membendung sepenuhnya aliran Sungai Mississippi di Amerika Serikat.Satu-satunya laut atau samudra yang masih menikmati peningkatan input air tawar dari sungai adalah Arktik. Namun, di sini pun peningkatan terjadi karena pemanasan global yang membuat salju dan es mencair. "Menghilangnya gletser di kawasan ini dan juga di tempat lainnya seperti Dataran Tinggi Tibet tentu akan membuat dampak perubahan iklim lebih buruk lagi," kata Dai.Dai memang cuma menyebut perubahan iklim yang menyebabkan sungai-sungai mengering. Tapi, makalah yang disusunnya mencantumkan faktor lain juga terlibat seperti bendungan-bendungan dan penyedotan air sungai untuk industri dan kebutuhan pertanian."Perubahan jangka panjang debit sungai seharusnya menjadi perhatian utama dalam konteks pemanasan global," begitu kata Dai. Pasalnya, Dai menambahkan, studi menemukan di banyak kasus sungai besar di dunia, efek aktivitas tahunan manusia terhadap perubahan debit sungai itu masih relatif kecil dibandingkan dengan variasi iklim.Beberapa sungai besar di dunia yang menunjukkan penurunan debit itu termasuk Amazon, Kongo, Changjiang (Yangtze), Mekong, Gangga, Irrawaddy, Amur, Mackenzie, Xijiang, Columbia, dan Niger.

WURAGIL | AP






Rekomendasi Berita

Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

Anies Baswedan mengatakan balapan Formula E merupakan jawaban Jakarta untuk menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.


Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

Pradikta Wicaksono mengungkapkan kejengkelannya ketika penampilannya yang disebut dekil, kurus, dan gondrong ini dikaitkan dengan tuntutan menikah.


Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

Setiap generasi memiliki ciri spesifiknya, apa perbedaan Generasi Z dan pendahulkunya, Generasi Milenial?


Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

Istilah Generasi Z berseliweran di media sosial. Apa sebenarnya yang dimaksud Gen Z ini dan bagaimana ciri-cirinya?


Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

Ekonom senior Faisal Basri ikut mendorong perbankan untuk tidak lagi membiayai proyek-proyek batu bara.


BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

BMKG mengatakan dampak siklon ke-10 ini yang paling kuat dibandingkan siklon-siklon sebelumnya, Masuk ke daratan dan menyebabkan banjir bandang.


Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

Mensos Risma menyebut peristiwa erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur kemungkinan sebagai dampak dari pemanasan global atau global warming.


Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

Pariwisata menyumbang pembuangan karbon dalam Global warming. Itulah yenga mendorong pebisnis tur Rick Steves menyumbang US$ 1 juta.


Peduli Perubahan Iklim, Ramon Y Tungka Mau ke Amerika Latin

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Peduli Perubahan Iklim, Ramon Y Tungka Mau ke Amerika Latin

Ramon Y Tungka mengatakan, perjalanannya tersebut bukan sekadar untuk bersenang-senang.


Lengkungan Es di Arktik Mencair Lebih Cepat dari Perkiraan

Apa faktor yang menyebabkan debit air sungai berkurang
Lengkungan Es di Arktik Mencair Lebih Cepat dari Perkiraan

Lengkungan es di sepanjang Selat Nares, yang memisahkan Greenland dengan Pulau Ellesmere, Kanada, mencair dua bulan lebih awal.


PENDAHULUAN
I

Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Penelitian
Indonesia, demikian pula negara-negara sedang berkembang lainnya, sedang
pesat melaksanakan pembangunan terutama pembangunan ekonomi, untuk meningkatkan kesejahteraan bangsanya. Setiap pembangunan ekonorni, selamanya menuntut eksploitasi atau alokasi penggunaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya
tanah dan sumberdaya air. Penggunaan sumberdaya tanah dan air tersebut selalu
diikuti oleh risiko perubahan-perubahan lingkungannya, yang kadang-kadang rnengakibatkan penurunan kualitas lingkungan di samping kelangkaan daripada surnberdaya alam tersebut.
Dengan ledakan penduduk dan laju pembangunan yang pesat di negara kita,
salah satu masalah yang kita hadapi (Salim, 1978) adalah ancaman krisis air di
Indonesia. Negara kita adatah salah satu negara yang memiliki sungai secara tidak
rnerata bila dibandingkan dengan penyebaran jumlah penduduknya. Tanah air kita
dengan luas daratan 202.7 juta ha rnemiliki curah hujan tinggi, rata-rata 2 620 mml
tahun dengan penguapan dan kehilangan air rata-rata 1 370 mm per tahun, sehingga
jumlah limpasan yang tersedia adalah rata-rata 1 2 5 0 rnm per tahun. lni berarti
sama dengan 2 530 milyar m3 per tahun. Apabila jumlah penduduk pada tahun
1976 sebesar 134.2 juta iiwa maka potensi air yang tersedia per jiwa per tahun
adalah 18 846.6 m3.
Apabila aliran mantap {stable run-off/ diperkirakan hanya 25 - 35% dari ratarata aliran tahunan, maka u n t u i lndonesia besar aliran mantapnya adalah 4 71 1 rn3
per jiwa setahun. Angka rata-rata ini berlaku untuk seluruh tanah air, sedangka?
keadaan sungai dan jumlah penduduk di masingmasing pulau berlainan. Apabila


ha1 ini diperhitungkan maka untuk Jawa dan Madura aliran mantapnya menjadi
589.4 m3 per jiwa per tahun, yang berarti sudah di bawah rata-rata keperluan air
di tingkat nasionai (Salim, 1978). Menurut Doelhomid (1972) potensi air di Jawa
berdasarkan perhitungan curah hujan efektif mencapai 158 000 juta m3 per tahun.
Dari sejurnlah tersebut diperwnakan untuk keperluan irigasi lebih kurang 38000
juta rn3 pada musim hujan dan 13 000 juta m3 pada musirn kemarau. Sedangkan
untuk keperluan industri air minum dan domestik di Jawa diperkirakan tidak lebih
dari 12 000 juta m3 per tahun. Dengan demikian masih terdapat pemborosan air
yang terbuang ke laut yang kadang-kadangterlebih dahulu menirnbulkan banjir.
Dengan memperhitungkan ledakan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan
pembangunan, terutama di Jawa dan Madura, serta keadaan potensi air seperti
tersebut di atas maka pada tahun 2 000 pulau Jawa. Madura dan Nusa Tenggara
akan menghadapi defisit air yang cukup serius.
Kerisauan terhadap ancaman krisis air ini telah dirasakan tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Konperensi-konperensiintemasional rnengenai masalah
tersebut akhirakhir ini telah sering dilakukan. Di mulai dengan konperensi "Air
untuk Perdamaian" yang diadakan di Washington DC tahun 1967, dilanjutkan
dengan Konperensi Lingkungan Hidup di Stockholm tahun 1972, Kongres "Air
untuk Kebutuhan Manusia" di New Delhi tahun 1975, Konperensi Air Sedunia di
Man del Plata di Argentina tahun 1977, Konperensi Pengendalian Pencemaran Air
di Negarmegara yang Sedang Berkembang di Bangkok pada bulan Pebruari 1978,


Konperensi Lingkungan di Nairobi pada bulan Mei 1978 sampai ke Kongres "Air
untuk Keselamatan Manusia" yang diadakan pada bulan Juni 1978, semuanya memberikan perhatian yang serius terhadp krisis air yang sedang mengancam kehidupan
manusia dewasa ini (Notodihardjo, et a/., 1978).
Pada Konperensi Air Sedunia di Man del Plata, Argentina, pada tahun 1977
yang dihadiri oleh 116 utusan negara dan 96 utusan organisasi internasional, para

peserta sependapat untuk bekerjasarna dalam suatu "Rencana Aksi Man del Plata"
untuk rnengejar saJaran benama yaitu rnengarnankan air sehat bagi setiap manusia
di tahun 1990 dan bagi kenaikan produksi pangan agar negara berkembang dapat
berswasembada pangan, sehingga teratasi kelaparan yang mengancam penduduk
dunia (Salim, 1978).
Menurunnya debtt sungai pada suatu tempat akan berakibat fatal bagi pembangunan baik di bidang pertanian maupun non pertanian. D i bidang pertanian
ha1 ini dapat mengakibatkan berkurangnya areal sawah yang dapat diairi dan menurunnya produksi tanaman pertanian lainnya, yang rnemerlukan air irigasi. Bahkan
dapat menggagalkan panenan sekaligus. D i bidang bukan pertanian ha1 i n i akan
menghambat pembangunan di sektor industri, perkotaan, pemukiman, tenaga
listrik dan lain sebagainya yang memerlukan air banyak. Lebih-tebih lagi bila dii k u t i fluktuasi debit air yang besar, pada suatu saat terjadi banjir yang meminta
korban baik harta rnaupun jiwa seperti yang sering terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. D i pihak lain terjadi saat-saat kritis kekurangan air pada musim kemarau.
Dengan melihat kenyataan bahwa permintaan akan air justru terdapat di
pulau-pulau yang kurang banyak rnemiliki air maka pengelolaan surnberdaya air


dalarn pernbangunan rnenjadi sangat strategis.
Menurut Salirn (1978) ada tiga langkah pendekatan yang perlu diambil dalarn
mengelola air untuk pembangunan d i rnasa depan, yaitu (1) ikhtiar untuk mernperbesar kernarnpuan menyirnpan dan rnenahan aliran mantap air atau dengan
perkataan lain rnernperkecil fluktuasi debit sungai; ( 2 ) peningkatan efisiensi penggunaan air; dan (3) usaha perneliharaan kualitas air.
Salah satu masalah yang kita hadapi dalam usaha kita memelihara kualitas air
adalah kecenderungan peningkatan kadar lumpur d i beberapa perairan sungai.
Peningkatan kadar lurnpur akan menurunkan kualitas lingkungan. D i lingkungan
pemukirnan, daerahdaerah industri, daerah perkotaan maupun perkarnpungan yang
sehat diperlukan air yang cukup dan bersih. Banyak waduk-waduk yang menurun
kapasitas tampungnya karena hasil sedirnentasi, seperti yang dikemukakan oleh
Haeruman (1977).
Demikian pula di luar negeri Copeland (1960) mengemukakan bahwa tujuh
belas waduk yang dibangun untuk peneegahan banjir dan erosi di sesuatu daerah
allran sungai seluas 12 m i l penegi di New Mexico Barat Laut kehilangan 35 persen
kapasitas tarnpungnya dalam waktu lirna tahun pertama.
Kadar lumpur yang berasal dari partikel-partikel suspensi liat, lernpung, bahanbahan organik terurai, bakteri, plankton, dan organisme-organisme lainnya menyebabkan kekeruhan air (NTAC, 1968; Renn, 1970).
Arus yang mengalir d i atas dasar perairan dapat mengikis dan rnengaduk dasar
perairan sehingga dapat mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang
bersangkutan. Kondisi air yang keruh biasanya tidak disukai oleh hewan benthos
f Reid, 1961).Selanjutnya NTAC (1969) rnenyatakan bahwa partiket tanah atau pasir


dan jugaendapan lain akan merusakdasar perairan yang berkerikil dan berbatu-batu
karena partikel-partikel tersebut akan mengendap dan menutupi celahcelah kerikil
dan pasir,sehingga menghilangkan nilai guna dasar perairan sebagai wilayah pernijahan ikan habitat berbagai insekta air serta invertebrata, seperti siput, udang air
tawar, dan sebagainya.
Pengelolaan surnberdaya tanah erat sekali hubungannya dengan pengelolaan
sumberdaya air baik ditinjau dari segi penggunaan atau pemanfaatannya maupun
dari segi pengawetannya. Oieh karena i t u pengelolaan yang baik dari kedua sumberdaya tersebut mutlak diperlukan agar pemanfaatan ganda dari kedua surnberdaya

tersebut dapat dipertahankan dan diperkembangkan secara optimum, seimbang dan
lestari. Sebagaimanavang dikemukakan oleh Soerianegara (1977) bahwa pengelolaan
sumberdaya alam adalah usaha manusia u n t u k mengubah ekosistem sumberdaya
alam agar manusia memperoleh manfaat maksimum dengan mengusahakan kontinuitas produksinya, atau suatu proses pengalokasian sumberdaya alam dalam ruang dan
waktu u n t u k memenuhi kehidupan manusia (O'Riordan, 1971). D i sini tentunya.
dalam mengalokasikan sumberdaya alam harus dicari keseimbangan antara populasi
manusia dan sumber- daya agar terhindar dari kelangkaan sumberdaya alam maupun
kerusakan lingkungan hidup.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Sehubungan dengan latar belakang dan dasar-dasar pemikiran yang telah diuraikan di atas maka tujuan penelitian i n i adalah u n t u k mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi debit air dan kadar lumpur d i perairan sungai. Hasil penelitian


ini diharapkan dapat berguna bagi Pemerintah u n t u k mengambil kebijakan
mengenai pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya tanah dan sumberdaya air, seperti dalam hal-ha1 sebagai berikut :
a. Perencanaan tata guna tanah (landuseplanning~
.
b. Perencanaan tata guna air.
c. Menentukan kegiatan dan skala prioritas dalam pelaksanaan program perlindungan hutan, tanah dan air.
d. Perencanaan lokasi dan jenis kegiatan dalam pelaksanaan program INPRES
penghijauan dqn reboisasi.
e. Perbaikan kualitas lingkungan.
f. Pengamanan waduk dan lain-lain.
Penelitian i n i dilaksanakan d i daerah tarnpung atau sub daerah aliran sungai
(Sub DAS) yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, yang meliputi 30 unit
daerah tampung atau sub daerah aliran sungai.

KERANGKA TEORI
:

Tinjauan Pustaka
Berbicara rnengenai debit air dan kadar lumpur tidak lepas daripada pembicaraan rnengenai limpasan dan erosi karena besarnya lirnpasan dan erosi ini akan mernpengaruhi debit air dan kadar lurnpur.
Baver (1956) rnengemukakan bahwa faktor-faktor yang rnempengaruhi erosi


adalah iklirn (C),topografi (TI, s ~ f a dan
t
jenis tanah (S), vegetasi (V), dan rnanusia
(M). Hubungan tersebut dirumuskan secara deskriptif sebagai berikut :
E = f (C.T.S.V.M.)
...................................... (I)
Oleh Arsyad (1975) E dalam rumus di atas diartikan sebagai "kerusakan
tanah".
Peubah-peubah dalam persamaan tersebut ada yang dalam batas-batas tertentu
dapat diubah dan ada yang secara langsung t a k dapat diubah. Faktor-faktor yang
dalam batas-batas tertentu dapat diubah adalah faktor vegetasi, topografi, dan sifat
tanah. Faktor iklirn tak dapat diubah sedangkan faktor manusia tergantung pada
perlakuan yang diterapkan dalam penggunaan tanah.
Wixhemeier (1959) dan Wischemeier dan Mannering (19691 dalam Arsyad
(1975) mernperkenalkan suatu istilah energi-intensitas hujan ( E l ) yang merupakan
pengukur terbaik bagi pengaruh b e ~ m antara
a
hujan terhadap erosi. E l disebut
pula sebagai lndeks Erosi Potensial. Hail-hasil perhitungan dengan rumus Wischerneier yang diterapkan d i Indonesia, di Jongyol dan Bogor menunjukkan bahwa El3,
yang merupakan interaksi energi-intensitas hujan maksimum selama 30 rnenit berkorelasi linier sangat nyata dengan besarnya erosi yang terjadi.


E I,, didapat dari hubungan sebagai berikut :
El,
= CE (13,.10-2)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
sedangkan E adalah energi kinetik hujan dalam t o n meter per h a i l 0 0 untuk setiap
periode, dan ,I adalah intensitas hujan rnaksimum selarna 30 rnenit yang terjadi
selama waktu hujan. Sedangkan nilai E dihasilkan dari hubungan :
E=210,3+891ogl
......................................... (3)
di rnana I adalah intensitas hujan dalam cm/jam yang terjadi dalam satu periode, dan
E adalah energi k i n e t i k hulan dalqm t o n meter per hektar per jam.
intersepsi air
Vegetasi rnempengaruhi aliran perrnukaan dan erosi melalui (i)
hujan oleh bagian vegetatif sehingga mengurangi banyaknya air yang sampai k e
tanah, (b) mengurangi jatuh butir-butir hujan dan daya angkut aliran perrnukaan
oleh bagian vegetatif dan sisa-sisa vegetatif yang tersebar d i atas permukaan tanah.
(c) rnemperbesar porositas tanah dan kapasitas penyerapan air oleh akar dan sisa-sisa
vegetasi d i dalam tanah yang mernperbaiki struktur tanah, dan (d) mengurangi kadar
air tanah melalui transpirasi (Tedjojuwono, 1959. Arsyad, 1975).
Faktor topografi yang mempengaruhi aliran perrnukaan dan erosi adalah


tingkat kerniringan tanah dan panjang lereng. Hubungan antara tingkat kerniringan
tanah dan panjang lereng dirurnuskan oleh Zing (1940, dalam Baver, 1956) sebagai
berikut :
a. U n t u k tingkat kemiringan tanah :
Xc*= 0.0025 L'.53 ...................................... (4)
b. U n t u k panjang lereng .
Xc = 0.65 S1:49 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (5)
c. U n t u k keduanya (kemirngan tanah dan panjang lereng) :
Xc = C.SlALl.6 ....................................... (6)
sedangkan :

sedangkan :

X,

L

= banyaknya tanah yang terangkut (tonlacre)

panjang lereng (ft)


= kemiringan tanah (%)
= konstanta yang tergantung pada kecepatan infiitrasi, sifat fisik tanah.
intensitas dan larnanya hujan.
Menurut Gustafson (1948) hubungan antara kemiringan tanah dan kecepatan
air mengalir di atas perrnukaan tanah adalah bahwa kecepatan air mengalir tersebut
sebanding dengan :
(a) pangkat dua kekuatan rnengikis atau mengerosi tanah.
[b) pangkat enarn besarnya b u t i r bahan yang tererosi,
Lc) pangkat lima besarnya bahan yang terangkut.
Faktor sifat tanah yang berperan dan rnempengaruhi erosi adalah (a) kapasitas
infiltrasi tanah dan {b) stabilitas agregat tanah ( A r l a d , 1977). Tiap jenis tanah
mernpunyai kepekaan erosi yang berbeda-beda tergantung dari sifat-sifat fisik tanah
tersebut. Kepekaan tanah terhadap erosi dinamai erodibilitas tanah.
Menurut Bennett (1939) erodibilitas tanah ditentukan oleh sifat-sifat fisik
tanah, antara lain tekstur, stmktur, kandungan bahan organik dan susunan kirnia
tanah. Sedangkan Thompson (1957) menarnbahkan k e empat faktor tersebut di
atas faktor kedalarnan tanah, sifat-sifat tanah, dan kesuburan tanah.
Berdasarkan faktor-faktor yang menentukan erodibilitastanah tersebut maka
jenis-jenis tanah yang mempunyai kepekaan erosi besar adalah : Atuvial, Grumusol,
Renzina, Brown Forest Soil, Andosol, Podsolik Merah Kuning, Podsol, Hidmrnorf


Kelabu, Gley Humus, Planosot dan Solonzak. Tanah yang rnempunyai kepekaan
erosi kecil adalah Latosol dan L$terit A i r Tanah. Sedangkan jenis tanah Mediteran
Merah Kuning rnempunyai kepekaan erosi sedang hingga besar (Dudal dan Supraptohardjo, 1957).
Faktor rnanusia, menurut Arsyad (1977) tergantung pada bagairnana rnanusia
rnau mengusahakannya, yang tergantung pula pa& tingkat pengwsaan teknologi,
tingkat pendapatan, hubungan antara input dan output pertanian, pendidikan,
penyuiuhan, pernilikan tanah, dan penguasaan tanah.
Dengan rnengetahui faktor-faktor yang berpengamhterhadap erosi tersebut d i
atas maka dapat diketahui bagaimana caracara penanggulangannya.
Hubungan antara besarnya erosi dan faktor-faktor yang mernpengaruhinya
seperti tersebut d i atas secara kuantitatif dapat ditetapkan dengan rnetoda prediksi
erosi.
Menurut Arsyad f 1977) rnetoda pfediksi erosi yang paling sederhana dan dapat
dipergunakan d i Indonesia sebelum dikembangkan metode yang paling tepat aclalah
rnetoda Browning (1947, dalarn Thompson, 19571. Dalam rnetoda ini hubungan
antara besarnya erosi yang akan terjadi dengan tindakan pengawetan tanah yang digunakan dinyatakw sebagai berikut :
AsS.L.E.D.C.F.P.
. .. . .
..
.


... .
..
(7)
sedangkan :
A = banyaknya e r w i yang terjadi (ton/acre),
S = faktor kecurarnan lereng,
L = faktor panjang lereng,
E = faktor erosi dari tanah yang telah rnengalami kemsakan,
D = faktor kepekaan erosi,
C = faktor cara bercocok tanam,
F = faktor pemeliharaan kesuburan tanah,
P = faktor metoda mekanik pengawetan tanah.
;
-

S
C

.. .

. . .. . . . . . . . . . .

. . .. . . .

#

Nilai nurnerik untuk faktor-faktor tersebut rnempakan nisbah (ratio) kehilangan
tanah untuk setiap keadaan dengan keadaan dan perlakuan baku.
Williams dan Berndt (1972) mengernukakan bahwa "persamaan ercsi urnurn"
(universafsoil iarr equation) sangat berguna untuk mernperkirakan erosi di lapangan
dalarn suatu bidang tanah, karena dikembangkan berdasarkan data dari petakpetak
kecil, akan tetapi tidak praktis bila dipergunakan untuk mengukur hasil sebimen d i
sesuatu daerah aliran sungai untuk keperluan perencanaah waduk. Persarnaan erosi
urnum yang dirnaksudkan adalah sebagai berikut :
A = R.K.L.S.C.P.
.
. .
(8)
sedangkan :
A = banyaknya erosi per tahun (tonlacre) yang diperkirakan.
R = faktor curah hujan,
K = faktor kepekaan erosi tanah.
L = faktor panjang lereng,
S = faktor kecuraman lereng,
C = faktor tanaman-sistem pengolahan,
P = faktor tindakan-tindakan pengawetan tanah.

. . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . ... . . . . . .

Untuk pe*itungan hasil endapan sungai dari rurnus tersebut perlu rnodifikasi tersendiri.
Mengenai pengaruh hutan terhadap debit air dan hasil sediman, Manan (1977)
mengernukakan hutan mempunyai pengaruh baik, baik terhadap pengurangan perbedaan fluktuasi debit sepanjang tahun rnaupun kualitas a i m y . Sungai-sungai dan
danaudanau yang tidak terganggu rnanusia rnernpunyai kualitas yang baik dan
tinssi, seperti
danau Poso. Towuti. di Sulawesi Tensah.
Keadaan debit air dan hasil
.
sedirnen serta kualitas air d i perairan sungai merupakan cerrninan daripada pengelolaan daerah aliran sungai yang bersangkutan, d i sarnping kondisi fisik lingkungannya.
Sarnpurno (1976) rnenyatakan bahwa kesegaran hutan d i hulu akan rnernberikan pengaruh fsangat berakibat) menyenangkan d i bagian hilir, yaitu tidak terjadi
pendangkalan sungai secara cepat, berkurangnya banjir, cukupnya air tanah dan air
permukaan serta berkurangnya pengendapan lurnpur di pantai dan di pelabuhan.
Kualitas aliran air d i sungai sangat bervariasi besar dengan debit sungainya, dtsebabkan perubahan-perubahan pada dalarnnya dan daya angkut dari sungai selarna
terjadi hujan lebat. Makin besar arus air rnakin banyak muatan air yang diangkut.
Bahan-bahan yang berasal dari daerah-daerah pertanian urnurnnya bahan anorganik,
sedangkan dari daerah hutan umurnnya sedimen organik. Pada umumnya, hutan
kayu berdaun lebar, rnenghasilkan lebih banyak sedimen organik daripada hutan
kayu jarurn (Manan, 1977).
Mengenai pengaruh penebangan hutan terhadap hasil air, Manan (1977) mengernukakan bahwa percobaan-percobaan d i begerapa tempat di dunia rnenunjukkan
bahwa sesudah penebangan sebagian atau seluruhnya akan terjadi penambahan
hasil air (water yield]. Hal ini disebabkan o k h perubahan evapotranspirasi Persentase dari total hutan atau luas bidang dasar (basal areal) yang ditebang, cenderung
berkorelasi langsung dengan penarnbahan d a l m hasil air. Percobaan semacam ini
juga telah dilakukan oleh Hibbert (1967, dalam Hewtett dan Nutter, 1969) yang
meliputi 31 percobaan pada daerah aliran sungai. Tidak ada percobaan penebangan
hutan yang menghasilkan penurunan hail air. Percobaan yang menggunakan DAS
dengan dibiarkan turnbuh kernbali hutannya menunjukkan bahwa efek sebaliknya
segera timbul, yaitu penurunan hasil air. Hal itu penting sekali untuk diketahui
oleh para pengelola daerah aliran sungai (Manan, 1977).

.

Penimusan Masatah p e l i t i a n
Dari uraian-uraian di atas ternyata bahwa penelitian-penelitian yang telah m e n 9
hasilkan model-model persamaan empirik (pemmaan (1) s/d (8) didasarkan penelitian-penelitian satuan petak-petak bidang tanah yang kecil, terpisah, tidak mempakan
suatu pola yang kompleks seperti apa yang terlihat d i wilayah yang luas dan bervariasi. Oleh Williams dan Berndt (1972) persamaan (8) dipergunakan untuk mengukur hasil endapan dengan modifikasi-modifikasi tersendiri disesuaikan dengan
kondisi daerah aliran yang diselidiki.
Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian petak-petak satuan
bidang tanah yang tersendiri, tetapi dicoba dalam satuan wilayah yang lebih luas dan
lebih kompleks, d i mana tiap-tiap faktor yang diduga mempengaruhi debit air dan
kadar lumpur membentuk polapola yang kompleks di dalam satuan atau u n i t daerah
tampung atau sub daerah aliran sungai.
Bertitik t d a k dari anggapan bahwa debit sungai dan kadar lumpur dipengaruhi
oleh manusia dengan kegiatannya di atas kondisi fisik dan lingkungannya maka dicoba untuk membuat suatu model kerangka hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi debit sungai dan kadar lumpur dalam suatu DAS atau sub DAS seperti
terlihat pada Gambar 1.
Manusia
Dari segi manusianya, di Indonesia ini, lebih-lebih di pulau Jawa, perkembangannya sangat cepat, baik perkembangan jumlahnya maupun perkembangan kegiatannya. Sepeni digambarkan oleh Djojohadikusumo (1975) bahwa pulau Jawa pa&
tahun 2 000 akan merupakan suatu "pulau kota" (islandcity). Gambaran tersebut
didasarkan pada anggapan menurunnya tingkat kesuburan sebesar 25 persen dalam
satu generasi, sehingga penduduk .di negeri kita pada tahun 2.000 akan mencapai
2 5 0 jum jiwa lebih, yang berarti lebih dari dua kali lipat jumlah penduduk pa&
tahun 1971. Dari 250 juta pendududk tersebut di antaranya 146 juta jiwa akan berm u k i m di pulau Jawa dan Madura dengan kepadatan 1.105 jiwa per km2, suatu
tingkat kepadatan yang jauh lebih besar daripada pusat-pusat perkotaan yang paling
padat penduduknya d i Eropa Barat dewasa ini.
Sebaliknya, tanah sebagai tempat untuk melaksanakan usaha-usaha manusia
tenebut tidak bertambah luasnya, sehingga perubahan jumlah dan bentuk kegiatan
manusia tersebut dengan sendirinya akan mengakibatkan perubahan dalam pola tata
guna tanah. Selanjutnya perubahan-perubahan dalam pola tata guna tanah akan
mengakibatkan perubahan-perubahan lingkungan hidup, karena tanah dan air
merupakan salah satu komponen ekosistem yang mempunyai hubungan yang saling
kait mengait dengan komponen lainnya dalam suatu ekosistem d i sesuatu wilayah.
Dari segi manusia, pengaruhnya terhadap debit air dan ka&r lumpur dicoba
didekati dengan banyaknya dan kegiatannya.
a. Banyaknya manusia
Banyaknya manusia diukur dengan kepadatan penduduk yang diklasifikasikan
dalam 5 golongan, yaitu :
(1) kurang dari 5 0 0 jiwa per km2,
(2) 500 - 1 0 0 0 jiwa per km2,
(3) 1 000 1 500 jiwa per km2,
(4) 1 500 - 2 000 jiwa per k m 2 dan
(5) lebih dari 2 0 0 0 jiwa per km2.

-

Luas penyebaran dari tiap-tiap golongan di atas merupakan peubah-peubah yang
akan diteliti. dinyatakan dalam km2.

M A N U S I A

I

F

I

I
I
I

JUMLAH MANUSlA
#

I

I-

Kepadatan Penduduk

I---------,,--,-

I

I

KEGIATAN MANUSIA

I

-

-

1

I .

I
I

I

Mata Pencaharian

'1

>

KONDISI FlSlK LINGKUNGAN

lc