Apa akibatnya jika tidak ada mata kuliah Pancasila pada saat ini?

JAKARTA, KOMPAS.com -- Ketua Ikatan Guru Civic Indonesia (IGCI) Retno Listyarti mengingatkan, bangsa ini jangan sampai membiarkan eksistensi Pancasila diragukan sebagai falsafah hidup dan cermin impian seluruh bangsa tentang pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang diidealkan bersama.

Karena itu, kata dia, pendidikan Pancasila harus diyakini dapat menjadi penanaman nilai-nilai hidup bersama dalam keberagaman. Menurut Retno, tereduksinya pendidikan Pancasila, telah membawa dampak buruk terhadap pemahaman guru dan siswa tentang bagaimana hidup dalam masyarakat multikulural.

"Bahkan, istilah multikultural ini asing bagi siwa karena minim ditemukan dalam pembelajaran di sekolah. Padahal Indonesia merupakan negara multikultural yang butuh membangun kebersamaan dalam keberbedaan agar terus harmonis sebagai suatu bangsa," tutur Retno.

Kurikulum pendidikan kewarganegaran dan sejarah saat ini minim membahas multikulturalisme. Ini sebagai dampak materi Pancasila yang tak lagi menonjol dalam kurikulum. Guru-guru yang masih menjadikan buku teks sebagai bahan ajar juga tidak mengembangkan ruang untuk mengajarkan dan mendiskusikan soal multikultural. Para penulis buku teks tak mencantumkan karena mengikuti acuan dalam kurikulum.

Oleh karena itu, harapan agar Pendidikan Pancasila kembali diperkuat dan utuh dalam kurikulum pendidikan di jenjang pendidikan dasar hingga tinggi, kembali mencuat menyambut Hari Lahir Pancasila 1 Juni.

"Pendidikan Pancasila perlu direvitalisasi sebagai upaya fundamental dalam membangun dan membelajarkan nilai-nilai dasar ideologis Pancasila pada siswa di sekolah," kata Retno.

Kajian pendidikan Pancasila dilakukan Sekolah Tanpa Batas yang didukung Koalisi Pendidikan dan IGCI, menemukan fakta materi Pancasila dalam pendidikan kewarganegraan minim dan hanya sebagai tempelan.

Bambang Wisudo dari Sekolah Tanpa Batas memaparkan, di tingkat SD misalnya, materi Pancasila dalam pendidikan kewarganeraan diajarkan di kelas 2 dan 6 dengan porsi kecil. Di SMP diajarkan di kelas VIII, sedangkan di SMA di kelas XII.

Materi pendidikan kewarganegaraan yang disajikan di sekolah dinilai memberatkan. Di jenjang SD sudah dikenalkan soal ketatanegaraan. Padahal, semestinya di jenjang inilah pendidikan Pancasila semestinya untuk membangun karakter anak bangsa.

Adapun di jenjang SMP dan SMA materi pendidikan kewarganegaraan seakan-akan hendak menjadikan siswa ahli tata negara. Semestinya di jenjang ini, siswa diajarkan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, aktif, dan kritis menyikapi situasi sosial dan kewarganegaraan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

PENTINGNYA PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGIPancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat indonesia. Pancasila disebut sebagai pilar ideologis negara indonesia.Jadi, dizaman yang seperti sekarang ini penanaman nilai-nilai pancasila harus diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Karena para pemuda dizaman saat ini sudah mengenal adanya teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat pesat. Hal tersubut berdampak buruk karena para pemuda di zaman ini mengikuti kebudayaan luar tanpa menyaring kebudayaan tersebut sesuai dengan kaidah pancasila. Dengan adanya pendidikan pancasila yaitu generasi muda tidak tercabut dari akar budayanya sendiri dan mereka memiliki pedoman atau kaidah penuntun dalam berpikir serta bertindak dalam kehidupan sehari-hari dengan berlandaskan makna dan nilai nilai pancasila. Sehingga dalam berperilaku serta bersosialisasi antar sesama manusia, baik dalam kehidupan masyarakat maupun berbangsa dan bernegara harus dilandasi pancasila. Generasi muda kurang memiliki nilai kesadaran, oleh sebab itu banyak yang bertindak tidak sesuai dengan kaidah pancasila. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya pendidikan pancasila agar generasi muda di zaman ini mampu menyaring kebudayaan luar yang tidak sesuai dengan kaidah pancasila.Penyerapan nilai-nilai pancasila diarahkan berjalan secara manusiawi dan alamiah tidak saja lewat pengalaman pribadi. Nilai-nilai moral pancasila tidak diukur sekedar dipahami melainkan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran pelaksanaan pancasila adalah perorangan, keluarga dan masyarakat, baik dilingkungan tempat tinggal masing-masing maupun dilingkungan perkuliahan. Sehingga mahasiswa dapat menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam bermasyarakat.Pendidikan pancasila merupakan salah satu mata pelajaran pendukung pengembangan karakter manusia. Pendidikan pancasila ditingkat perguruan tinggi sangat penting yang artinya, karena merupakan prosese lanjutan pembentukan karakter bagi manusia dimana akan berlangsung sampai manusia itu menemui ajalnya.Bagi sebagian mahasiswa tidak akan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan mahasiswa lain bahkan dalam lingkup masyarakat, demikian pun masyarakat tidak akan mengalami kesulitan dalam menerima mahasiswa, jika dalam diri seorang mahasiswa sudah tertanam nilai nilai luhur pancasila yang merukan penjelmaan dari karakter bangsa indonesia. Sebaliknya, tidak dapat diperkirakan apa yang akan terjadi ketika sebagian mahasiswa bergabung dengan masyarakat yang didalam dirinya yang tidak dibekali ajaran-ajaran moral pancasila. Melihat kenyataan ini pelajaran pancasila memiliki peranan penting didunia pendidikan terutama ditingkat perguruan tinggi karena awal dan lanjutan dari prosese pembentukan karakter manusia. Kadang kala nilai-nilai luhur yang ada dalam pancasila selalu diabaikan sehingga akibat dari itu nilai nilai luhur tersebut dengan sendirinya akan hilang. Selain itu, mahasiswa juga perlu menanamkan nilai persatuan indonesia. Karena kehidupan kampus yang majemuk terdiri atas mahasiswa dari berbagai daerah sehingga diperlukan sikap toleransi yang tinggi. Sebab itu seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa indonesia menggunakan pancasila sebagai dasar moral atau norma dan sebagai tolak ukur baik buruk dan benar salahnya sikap, perubahan dan tingkah laku sebagai bangsa indonesia. Adapun tujuan penyelenggaraan pendidikan pancasila diperguruan tinggi yaitu untuk: 1) memperkuat pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2) memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara republik indonesia, dan membimbing untuk dapat menerapkannya dalam kehidpan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3) mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945. 4) membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air, dan kesatuan bangsa.

Bertens, K. (2013). Etika, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Creswell, J. W. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hindarto, N. Rusilowati, A. & Supriyanto, T. (2013). ‘Karisma’ suatu Model Pembelajaran Karakter Terintegrasi dalam Beberapa Mata Pelajaran. Makalah dalam Seminar Nasional, di FMIPA Unnes, Desember 2012.

Joyce, M. W. & Calhoun, E. (2011). Models of Teaching, edisi 8. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurlela, A. (2014). Peranan lingkungan sebagai sumber pembelajaran geografi dalam menumbuhkan sikap dan perilaku keruangan peserta didik. Journal Gea. 14(1)

Kamayanti, A. (2012). Mendobrak reproduksi dominasi maskulinitas dalam pendidikan akuntansi: Internalisasi Pancasila dalam pembelajaran accounting fraud. Journal of research and aplication accounting and management. I(2). 73-80.

Karman, M. (2011). Pendidikan Karakter: Sebuah Tawaran Model Pendidikan Holistik-Integralistik. dalam Buku Pendidikan Holistik Pendidikan Lintas Perspektif. Editor Jejen Musfah, Jakarta : Kencana.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Petunjuk Teknis Pengajuan, Penyaluran, dan Pengelolaan Bantuan Pendidikan Karakter Melalui Satuan Pendidikan Nonformal. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.

Keputusan Mendiknas Nomor 232/U/2000 dan 045/U/2002 tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa.

Keputusan Dirjen DIKTI Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Kusuma, A. D. (2010). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Ma’arif, A. S. (2011). Dinamika praktek kehidupan berpancasila di masyarakat. Proceeding kongres Pancasila III Surabaya. 31 Mei s/d 1 Juni PP 33-47.

Maman, R. (2011). Metode Penelitian pendidikan Moral dalam Pendekatan Kuaantatif, Kualitatif, Campuran, Tindakan dan Pengembangan. Semarang: UNNES Press.

Marpaung, Y. (2006). Metode pembelajaran matematika untuk anak. Makalah disampaikan pada saresehan pengembangan pembelajaran di Fakultas Ilmu Pendidikan, UNY, Karangmalang, 1 Oktober 2006. Yogyakarta.

Moleong, L .J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Notoatmojo, S. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Riineka Cipta.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum.

Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah PP Nomor: 032 Taahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan .

Peraturan Presiden Nomor: 08 Tahun 2012 tentang kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning, Konsep dan Implementasi. Bandung: Nusa Media.

Sudjana, N. (2001). Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, A. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supriyadi. (2005). Pengembangan ketrampilan proses bervisi science environment, technologi and sociaty (SET) untuk meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan alam. Thesis, Program Pasca Sarjana UNNES.

Surat Edara Dirjen DIKTI Nomor 2393/D/T/2009 tentang Penyelenggaraan Perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.

Susanto. (2013). Teori belajar dan pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta: Kencana Predana Media Group.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wahana, P. (2016). Menerapkan etika nilai max scheler dalam perkuliahan pendidikan pancasila untuk membangun kesadaran moral mahasiswa. Jurnal Filsafat Vol 26 No. 2, Agustus 2016.

Walgito, B. (2013). Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi.

Winarno. (2013). Penanaman ideologi Pancasila sebagai solusi terkikisnya nasionalisme melalui pengembangan model pembelajaran berorientasi kompetensi pendidikan kewarganegaraan perguruan tinggi. Jurnal Ketahanan Nasional, XIX (2), Agustus 2013: 98-103.