Menurut adat kemenakan laki-laki harus mendapat binaan dari mamanya sebagai

Menurut adat kemenakan laki-laki harus mendapat binaan dari mamanya sebagai
.

Oleh: Ranika Ralnandes

(Mahasiswa Unand, Fak. Ilmu Budaya Sastra Daerah Minangkabau)

Dalam Minang dijelaskan mengenai hukum adat waris yang mana hal itu merupakan suatu aturan ketentuan adat yang mengatur mengenai seperti apa harta pusaka dilanjutkan atau diwariskan, dari sang pewaris kepada ahli waris ke generasi berikutnya. 

Ketentuan hukum waris di Indonesia semuanya berkaitan dengan susunan masyarakat itu sendiri, dimana tiap-tiap masyarakat memiliki hubungan kekerabatan yang berbeda-beda. Yang mana semua wilayah Minangkabau menggunakan sistem adat matrilineal yang berdasarkan pada garis keturunan sang ibu. 

Menurut hukum adat, kedudukan pewarisan anak laki-laki menurut hukum adat menetapkan bahwa seorang anak laki-laki di Minangkabau tidak dapat mewarisi harta dari ayahnya, sedangkan harta milik ibu laki-laki hanya memiliki hak kepengurusan. 

Jika dijelaskan tentang kedudukan anak laki-laki dalam hal harta peninggalan yang tinggi, dan harta warisan yang rendah menurut hukum adat, bahwa kedudukan anak laki-laki dalam harta warisan yang tinggi juga tidak berhak mewaris dan hanya anak perempuan yang mempunyai hak kepemilikan atas warisan itu. Tetapi juga untuk pewarisan rendah, anak laki-laki memiliki hak lebih dari perempuan atas harta pusaka tersebut berdasarkan ketentuan hukum Islam. 

Tiap laki-laki di Minangkabau mempunyai dua fungsi dan kedudukan. Yaitu, sebagai mamak di keluarga bagian orang tuanya dan Sebagai rang sumando dikeluarga bagian istrinya.

Laki-laki Sebagai Mamak

Di konsep kepemimpinan suku, pada tiap-tiap laki-laki dapat secara selektif menduduki Pangulu Pucuk suku, Pangulu Andiko atau pangulu kapalo pusako. Teruntuk yang tak terpilih sebagai Pangulu, mereka akan bertugas sebagai Tungganai, Ulama atau Dubalang.

Di rumah orang tuanya, laki-laki memiliki kedudukan sebagai mamak rumah. Mereka berperan sebagai Mamak Rumah, maka akan bertanggung jawab untuk membimbing/memberi pengajaran dan contoh/teladan kepada semua kemenakan atau keponakannya, baik itu laki-laki ataupun perempuan mengenai segala hal adat-istiadat kehidupan bersosial.

Mereka bertugas untuk mengawasi dan juga melindungi semua kemanakan nya baik itu laki-laki ataupun perempuan dari semua bentuk hal yang memalukan, membahayakan, ataupun merugikan kaumnya. 

Tugas mereka juga sebagai pemberi bantuan ekonomi kepada semua kemanakan nya baik itu dalam bentuk materi (uang) atau tenaga kerja sebesar dua per tujuh dari penghasilannya.

Dengan merealisasikan kata falsafah "anak dipangku, kemanakan dibimbiang." Dengan bahasa Indonesia nya "anak dipeluk, keponakan dibimbing." Caranya yaitu; dalam waktu 7 hari, mereka bisa membagi waktu sebaik mungkin, 5 (lima) hari untuk anaknya. Yang mana ia bertugas memberi pengajaran dan pituah kepada anaknya sesuai tuntunan Agama Islam. 

Sedangkan untuk 2 (dua) harinya, mereka mempergunakan untuk membimbing kemanakan nya. Bimbingan itu dalam bentuk, bagaikan Antara seorang pendidik dengan muridnya. Didikan atau bimbingan yang diberikan bersesuaikan dengan moral dan juga etika dalam beragama, dan berbudaya. 

pengurusan dan pemakaian harta pusaka, baik dari persawahan atau ladang, dan memantau pemanfaatan hasil bumi dari pusaka tinggi, dan mereka juga bertugas untuk mewakili kaumnya dalam rapat nagari/gotong royong

Laki-laki Sebagai Rang Sumando 

Dihari-harinya mereka berkedudukan dalam posisi yang terhormat, nama panggilan atau nama kecilnya tidak boleh disebut, harus disebut dengan gelar pusakanyanya. Rang Sumando memiliki tanggung jawab penuh atas kehidupan istri dan anak-anaknya. Seluruh pertemuan yang terjadi dengan Mamak Rumah harus diketahui olehnya, dan dialah yang menyiapkan rumah dan sisa acaranya. Jika saja pertemuan itu menyangkut penyelesaian masalah kaum dalam keluarga istri, maka Urang Sumando diperbolehkan tidak hadir. 

Seperti pedoman adat yang mengatakan: “pai jo mupakat, tingga jo rundingan." Jika kaum di keluarga istrinya ingin memberikan jabatan anaknya sebagai panghulu, maka harus disetujui oleh rang sumando terlebih dahulu, sebagai ayahnya. Begitu juga dengan anaknya yang akan menikah. Begitu pula jika anaknya akan menikah, dan juga selama berlangsungnya acara, mamak memiliki hak untuk membatalkan pernikahan tersebut. jika saja hal itu merasa sangat dikhawatirkan akan merugikan atau mempermalukan kaumnya, Maka pendapat sang Rang sumando juga sangat dibutuhkan. 

Peran Rang Sumando yang dapat berdiri di atas keluarga istrinya dan menjadi tempat bertanya dan memecahkan masalah, disebut urang Sumando oleh masyarakat Minangkabau, yang diibaratkan sebagai rang sumando niniak mamak.

Adapun Rang Sumando Kacang Miang atau Rang Sumando Langau Hijau dan Rang Sumando Lapik Buruk, karena tidak mampu menjalankan peran/tugasnya, maka keluarga istri tidak akan pernah mengajaknya untuk berunding.

Laki-laki Sebagai Anak

Sebagai seorang anak, kita tidak hanya harus berbakti kepada orang tua, tetapi juga memiliki tanggung jawab terhadap mereka. Tanggung jawab laki-laki Minang itu tidak hanya ketika dia masih muda tetapi terus berlanjut, bahkan setelah ayah dan ibunya meninggal, tanggung jawab itu tetap ada tak kurang nya seperti mengirimkan do'a untuk mereka. 

Laki- laki Sebagai Kemenakan

Laki-laki Minang akan mulai mempelajari semua tentang adat dan aturan suku ketika ia menjadi kemanakan di bawah bimbingan mamaknya. Sebagai seorang kemanakan laki-laki Minang harus patuh dan tunduk, serta mengetahui dengan baik, isi dan aturan yang ada di dalam kaumnya. 

Laki-laki Sebagai Ayah

Tak hanya menjadi seorang Sumando, laki-laki Minang pastinya juga akan merasakan masa dimana ia akan menjadi seorang ayah. Sebagai seorang ayah, laki-laki Minang harus bertanggung jawab penuh atas hidup istri dan anak-anaknya. Tanggung jawabnya tidak hanya secara fisik tetapi juga secara mental. Ia juga bertugas untuk mengajari anak dan istrinya mengenai hidup berdasarkan dengan nilai-nilai agama dan adat Minangkabau.

Laki-laki Sebagai Penghulu

Sehabis melalui semua tahapan itu, laki-laki Minang akan terpilih dan jika mampu, mereka akan menjadi pemimpin dalam kaumnya. Di bagian ini tanggung jawabnya akan lebih sulit karena dia harus bertanggung jawab atas semua anggota kaumnya.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan begitu banyaknya keragaman budaya, salah satu nya kebudayaan pemberian gelar yang terdapat di Minangkabau. Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam hal adat, bahasa dan budaya. 

Salah satunya adalah “pemberian gelar kepada Marapulai” kepada laki-laki yang sudah menikah, di Minangkabau jika laki-laki menikah maka sekaligus akan menerima gelar tersebut oleh mamak (paman) dari pihak laki-laki. Nantinya Gelar inilah yang akan lebih umum daripada nama yang diberikan saat Masih bayi. (***)


Menurut adat kemenakan laki-laki harus mendapat binaan dari mamanya sebagai
Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian dan pembagian harta pusaka. Perempuan sebagai pemilik harta pusaka dapat mempergunakan semua hasilnya untuk keperluan keluarga besarnya, meliputi ; anak dan kemenakan, anak pisang, dll sesuai dengan maksud dan tujuan pemanfaatan harta pusaka. Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. Tugas dan fungsi seorang laki-laki di Minangkabau masing-masing memiliki peran yang disesuaikan dengan usia dan pengamalan. Tengoklah pada uraian berikut ini, yang dapat diklasifikasi sebagai berikut, yaitu : a. Peran laki-laki Minang sebagai kemenakan, b. peran laki-laki Minang sebagai Mamak, c. Peran laki-laki Minang sebagai Penghulu.

Selain itu bagaimana hubungan seorang kemenakan dengan seorang Mamak dapat dilihat pada hubungannya yang sangat khas.


1. SEBAGAI KEMENAKAN :
Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan; ketek anak urang, alah gadang kamanakan awak). Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya. Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya. Dalam kaitan ini, peranan Surau menjadi penting, karena Surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut. Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako, anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok:

a. Kemenakan di bawah daguak : b. Kemenakan di bawah pusek,

c. Kemenakan di bawah lutuik,


Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya.
Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah).
Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan pusako kaum.

2. SEBAGAI MAMAK :

Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu kaum.

3. SEBAGAI PENGHULU : Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya;

Tagak badunsanak mamaga dunsanak Tagak basuku mamaga suku Tagak ba kampuang mamaga kampuang

Tagak ba nagari mamaga nagari



HUBUNGAN MAMAK DAN KEMENAKAN

Tali kekerabatan mamak dan kemenakan pada adat dan budaya Minangkabau, dapat dibedakan atas empat bahagian. Keempat macam tali kekerabatan mamak dan kemenakan ini adalah sebagai berikut:

1. Kemenakan Bertali Darah
Kemenakan bertali darah, yaitu semua anak dari saudara perempuannya bagi seorang laki-laki yang didasarkan atas hubungan darah menurut garis keibuan.

2. Kemenakan Bertali Adat. Kemenakan bertali adat, yaitu kedatangan orang lain yang sifatnya “hinggok mancankam tabang manumpu” (hinggap mencengkam terbang menumpu). Hal ini diibaratkan kepada seekor burung, jika ia akan terbang menumpukan kakinya agar ada kekuatan untuk terbang, dan mencengkram kakinya bila akan hinggap kepada dahan atau ranting. Maksudnya orang yang datang kepada sebuah nagari. Di nagari baru itu, ia dan keluarganya bersandar kepada seorang penghulu. Agar dia diakui sebagai kemenakan si Penghulu, maka ia haruslah melakukan “adat diisi lembaga dituang”. Artinya, ia dan keluarganya mengisi adat yang sudah digariskan, yaitu melaksanakan kewajiban adat sebagaimana layaknya seorang kemenakan kepada Mamaknya. Namun demikian, walaupun ia telah didudukkan sebagai kemenakan si penghulu, akan tetapi statusnya dalam masyarakat hokum adat tidak menjadikan ia – duduk sama rendah tegak tidak sama tinggi dengan penghulu-penghulu dalam nagari itu.


3. Kemenakan Bertali Air.

Kemenakan bertali air yaitu orang datang yang dijadikan anak kemanakan oleh penghulu pada sebuah nagari. Orang datang ini tidak mengisi adat dan lembaga di tuang.


4. Kemenakan Bertali Ameh.


Kemenakan bertali ameh yaitu orang yang dibeli untuk dijadikan kemenakan oleh penghulu. Kemenakan seperti ini tidak mengisi adat pada penghulu tersebut, dan tidak menuang lembaga pada nagari tersebut.

Seorang laki-laki di Minangkabau dalam hubungan tali kekerabatan mamak kemenakan terutama yang bertali darah akan selalu memangku dua fungsi yang bersifat diagonal, yaitu : – sebagai kemenakan saudara laki-laki ibu, dan

– sebagai mamak dari saudara-saudara perempuan. Hubungan tali kerabat ini diturunkan atau dilanjutkan kebawah melalui garis keturunan perempuan.

Hubungan mamak kemenakan ini diperkembangkan karena keperluan memasyarakatkan anggota-anggota rumah gadang dan menyiapkan serta menumbuhkan calon pemimpin dari lingkungan sosial yang terkecil (paruik), kampung sampai kelingkungan sosial yang lebih besar yaitu nagari, agar anggota laki-laki dari lingkungan sosial itu berkemampuan dan berkembang menjalankan fungsi yang digariskan. Sebagai calon pemimpin, seorang kemenakan oleh mamaknya diberikan dasar-dasar dan prinsip-prinsip tanggungjawab, meliputi fungsi : – peranan pemeliharaan dan serta penggunaan unsur potensi manusia atau keturunan, – pemeliharaan harta pusaka.

– norma-norma hidup bermasyarakat sebagai anggota kampung dan nagari.

Kemenakan laki-laki dipersiapkan sedemikian rupa oleh mamaknya, agar nantinya salah seorang dari mereka akan menjadi pucuk pimpinan di tengah kaumnya. Sehubungan dengan hal tersebut kepemimpinan seseorang itu sangat ditentukan pembinaan di tengah-tenah kaumnya oleh mamak-mamaknya. Konsep-konsep dasar tentang pembinaan individu oleh mamak telah diwarisi secara turun temurn, dan karenanya pengetahuan si mamak harus melebihi kemenakannya, sebagaimana dikatakan ;

“indak nan cadiak pado mamak, melawan mamak jo ilmunya, melawan malin jo kajinyo” (tidak ada yang cerdik dari mamak, melawan mamak dengan ilmunya melawan malin dengan kajinya). Maksudnya, melawan Mamak, harus dengan pengertian positif dimana kemenakan seperintah mamak, kemenakan harus mengikuti apa yang diwariskan oleh mamaknya. Kecerdikan mamak berasal dari generasi terdahulu, dan sekarang wajib pula bagi kemenakan untuk menerima dan mengamalkan ilmu yang diperoleh dari mamaknya.

Dalam adat sudah dikiaskan agar dalam membina kemenakan jangan sampai terjadi otoriter dan kesewenangan. Sebagaimana dikatakan dalam adat “kemenakan manyambah lahia, mamak manyambah batin” (kemenakan menyembah lahir, mamak menyembah batin). Maksudnya ; mamak dalam membimbing kemenakan hendaklah menunjukkan sikap, tingkah laku yang berwibawa dan bukan karena kekuasaannya sebagai seorang mamak. Bimbingan terhadap kemenakan laki-laki sangat penting karena mereka dipersiapkan sebagai pimpinan di tengah kaum keluarganya dan sebagai pewaris sako (gelar kebesaran kaum) yang ada pada kaumnya.

Tanpa ada kemenakan laki-laki dikatakan juga ibarat “tabek nan indak barangsang, ijuak nan indak basaga, lurah nan indak babatu” (tebat yang tidak mempunyai ransang, ijuk yang tidak mempunyai saga, lurah yang tidak mempunyai batu),

Maksudnya ; kemenakan laki-laki diharapkan sebagai pagar dari kaumnya. Bila terjadi silang sengketa antara kelompok masyarakat lainnya pihak laki-laki yang terutama sebagai juru bicara dari kaumnya. Tanpa ada yang laki-laki mungkin orang lain akan ba silanteh angan (menganggap angin lalu – meremehkan – merendahkan ) terhadap anggota kaumnya. Bimbingan Mamak kepada Kemenakan tidak saja semata diberikan pada kemenakan laki-laki. bimbingan kepada kemenakan yang perempuan tidak kalah pentingnya, karena dialah sebagai penyambung garis keturunan dan pewaris harta pusaka. Selain peran seorang ibu di rumah gadang sangat diutamakan, seorang mamak laki-laki akan menjalankan tugasnya, yaitu ; – selalu “siang maliek-liekan, malam mandanga-dangakan, manguruang patang, mangaluakan pagi” (siang melihat-lihatkan, malam mendengar-dengarkan, mengeluarkan pagi mengurung sore), artinya tugas seorang Mamak tidak terlepas dari pengawasannya.

Dengan demikian tali kekerabatan antara mamak kemenakan menunjukkan kepemimpinan dan pewarisan keturunan yang berkesinambungan, yang diturunkan dari ninikk kepada mamak, dari mamak kepada kemenakan.