Apa akibat Pancasila sebagai ideologi terbuka?

Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia sekaligus dasar negara sebagaimana diterangkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Ideologi Pancasila disahkan pada saat Sidang PPKI 18 Agustus 1945.

Pancasila sebagai ideologi negara memiliki arti lima prinsip. Panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Ideologi Pancasila bersumber pada jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam ideologi ini dianggap mampu merefleksikan budaya, nilai, dan kepercayaan masyarakat Indonesia secara menyeluruh.

Adapun butir Pancasila yang menjadi dasar negara sebagai berikut:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga

Ideologi negara jika dilihat dari sistem pemikiran, maka terbagi menjadi dua jenis yaitu ideologi terbuka dan tertutup. Ideologi terbuka adalah suatu sistem dengan pemikiran terbuka. Sebaliknya, ideologi tertutup merupakan sebuah pemikiran tertutup.

Sebagaimana dijelaskan dalam hasil Seminar Nasional: Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila di Era Reformasi ISSN: 2598-6384, dikatakan Pancasila sebagai ideologi terbuka karena memiliki nilai dan cita-cita yang tidak dipaksakan dari luar. Nilai dan cita-cita Pancasila berasal dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat Indonesia sendiri.

Pancasila sebagai ideologi terbuka juga memiliki dua dimensi nilai yaitu nilai ideal dan aktual. Kedua nilai tersebut yang menjadi landasan bahwa Pancasila akan senantiasa menerima pengaruh hari luar dan Pancasila akan sejalan dengan perkembangan zaman.

Ideologi Pancasila merupakan norma dasar yang menjadi payung kehidupan berbangsa yang menaungi semua warga negara dari berbagai suku, adat, budaya, bahasa, agama, hingga afiliasi politik.

Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pancasila sebagai ideologi negara ternyata tidak bisa lepas dari tantangan yang ada. Tantangan yang muncul bisa dari faktor internal atau eksternal. Menurut penjelasan di Jurnal Office 2(2), berikut beberapa terhadap ideologi Pancasila dari faktor internal maupun eksternal.

  1. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai, sehingga ideologi Pancasila sering diabaikan.
  2. Penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi, mengakibatkan kepercayaan masyarakat kepada rezim yang berkuasa menurun. Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan terhadap ideologi negara.

Baca Juga

  1. Pertarungan ideologi antar negara super power antara Amerika Serikat dan Uni Soviet di tahun 1945 – 1990 yang berakhir pada bubarnya negara Soviet sehingga Amerika menjadi negara super power satu-satunya.
  2. Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai akibat dari keterbukaan informasi.
  3. Kebutuhan dunia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan kemajuan ideologi, sehingga terjadi eksploitasi sumber daya alam secara masif. Tentu saja kondisi tersebut bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan dan memicu bencana alam seperti banjir, dan kebakaran hutan.

Ideologi Pancasila tidak hanya berperan dalam aspek legal formal saja, namun juga hadir dalam kehidupan masyarakat secara nyata. Masih mengutip dari Jurnal Office 2(2), berikut ini beberapa peranan dari ideologi Pancasila.

  1. Ideologi sebagai penuntun warga negara. Dengan demikian, seluruh tingkah laku masyarakat harus berdasarkan pada ideologi tersebut. Misalnya saat terjadi pelanggaran hukum di masyarakat, maka ideologi perlu hadir untuk memberikan rambu yang jelas dan hukuman yang setimpal bagi pelaku.
  2. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai yang tidak sesuai sila Pancasila. Misalnya, tindakan terorisme yang memaksakan kehendak lewat kekerasan. Hal tersebut bertentangan dengan nilai toleransi, keyakinan, HAM, dan semangat persatuan yang ada dalam Pancasila.

Ideologi Pancasila bersumber pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka. Meskipun demikian, tidak berarti keterbukaan tersebut dapat memusnahkan atau meniadakan ideologi itu sendiri. Justru sebaliknya keterbukaan menjadi kekuatan tersendiri untuk Pancasila.

Baca Juga

Pancasila sebagai ideologi terbuka ternyata dipicu oleh beberapa faktor. Dalam Jurnal Office 2(2), disebutkan beberapa faktor yang menjadi pendorong keterbukaan ideologi Pancasila. Berikut penjelasannya.

  1. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat berkembang cepat.
  2. Ideologi tertutup cenderung memperlambat perkembangan diri.
  3. Pengalaman sejarah politik Indonesia di masa lampau.
  4. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai dasar Pancasila yang sifatnya abadi dan hasrat untuk mengembangkan secara kreatif dan dinamis demi tercapainya tujuan nasional.

Demikian penjelasan mengenai ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka. Sebagai warga negara Indonesia, kita perlu memahami hal-hal tersebut agar dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan benar. 

Dewasa ini, di era globalisasi, kekuatan media informasi tidak dapat dibendung. Media informasi dapat dengan mudah dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat. Pancasila merupakan ideologi terbuka, dimana merupakan ideologi yang dapat menyerap nilai baru yang bermanfaat untuk bangsa. Namun, di sisi lain harus ada kewaspadaan terhadap ideologi baru yang masuk tersebut.

Beberapa tantangan yang harus dihadapi Indonesia saat ini adalah masuknya ideologi asing melalui media informasi yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia. Ideologi ini seperti radikalisme, yaitu paham atau aliran yang terkait dengan perubahan besar, ekstremisme yaitu paham yang sangat kuat terhadap suatu pandangan yang melampaui batas kewajaran dan bertentangan dengan hukum yang berlaku, dan konsumerisme yaitu pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan. Ideologi-ideologi ini tentunya mempunyai pengaruh buruk bagi bangsa, negara, maupun masyarakat.

Karena hal itulah, kita sebagai warga negara Indonesia wajib waspada dan berhati-hati dalam menyaring ideologi atau budaya asing yang masuk ke Indonesia. Gunakan media informasi sebaik dan sebijak mungkin. Jangan sampai ideologi asing tersebut menggeser atau bahkan menghapus ideologi yang sudah dimiliki Indonesia, yaitu Pancasila.

Sumber : Lemhannas.go.id. (2020, 09 Maret). Pancasila di Tengah Era Globalisasi. Diakses pada 20 September 2021, dari http://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-tengah-era-globalisasi 

“Ketahanan ideologi Pancasila kembali diuji ketika dunia masuk pada era globalisasi di mana banyaknya ideologi alternatif merasuki ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa,” kata Deputi Bidang Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. membuka Focus Group Discussion (FGD) tentang Mencari Bentuk Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi bertempat di Ruang Gatot Kaca, Senin, 9 Maret 2020.

Reni menjelaskan bahwa Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa. Namun, di sisi lain diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi baru. Apabila Indonesia tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi luar tersebut, sedangkan ideologi asli bangsa Indonesia sendiri yakni Pancasila malah terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E., menjelaskan mengenai tantangan yang dihadapi saat ini. Tantangan pertama adalah banyaknya ideologi alternatif melalui media informasi yang mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti radikalisme, ekstremisme, konsumerisme. Hal tersebut juga membuat masyarakat mengalami penurunan intensitas pembelajaran Pancasila dan juga kurangnya efektivitas serta daya tarik pembelajaran Pancasila.

Kemudian tantangan selanjutnya adalah eksklusivisme sosial yang terkait derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Bonus demografi yang akan segera dinikmati Bangsa Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda di tengah arus globalisasi.

Pada kesempatan tersebut Dave juga memberikan rekomendasi implementasi nilai-nilai Pancasila di era globalisasi. Pertama, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang menarik bagi generasi muda dan masyarakat.

Rekomendasi selanjutnya adalah membumikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan dan/atau pembelajaran berkesinambungan yang berkelanjutan di semua lini dan wilayah. Oleh karena itu, Dave menganggap perlu ada kurikulum di satuan pendidikan dan perguruan tinggi yaitu Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (P3KN). 

Menanggapi pernyataan Dave, Analis Kebijakan Direktorat Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) Dr. Juandanilsyah, S.E., M.A., menjelaskan bahwa Pancasila saat ini diajarkan dan diperkuat melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan penekanan pada teori dan praktik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh perkembangan global juga berdampak pada anak-anak. 

Menurut Juan, Pancasila di masa mendatang akan mempertahankan otoritas negara dan penegakan hukum serta menjadi pelindung hak-hak dasar warga negara sebagai manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan kesadaran terhadap potensi bahaya gangguan dari luar yang dapat merusak dan mengajak siswa untuk mempertahankan identitas bangsa serta meningkatkan ketahanan mental dan ideologi bangsa.

“Seharusnya representasi sosial tentang Pancasila yang diingat orang adalah Pancasila ideologi toleransi, Pancasila ideologi pluralisme, dan Pancasila ideologi multikulturalisme,” kata Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Moeloek.

Representasi sosial tentang Pancasila yang dimaksud adalah kerangka acuan nilai bernegara dan berbangsa yang menjadi identitas Bangsa Indonesia. Hamdi menjelaskan bahwa jika Pancasila menjadi acuan, maka implementasi nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah terlihat dalam praktik bernegara, misalnya saat pengambilan kebijakan-kebijakan politik. Selanjutnya Hamdi menjelaskan bahwa terlihat Pancasila bisa memberikan solusi di tengah adanya beragam ideologi seperti sosialis dan liberal serta di tengah usaha politik identitas oleh agama, etnik, dan kepentingan.