KOMPAS.com - Sebuah laporan berjudul "Memperhitungkan Peran AS dalam Sampah Plastik Laut Global" menyebutkan bahwa Amerika Serikat saat ini menjadi penyumbang limbah plastik terbesar di dunia. Show
Laporan tersebut diamanatkan oleh Kongres sebagai bagian dari Save Our Seas 2.0 Act yang menjadi undang-undang pada Desember 2020 dan diserahkan kepada pemerintah federal. Secara keseluruhan, AS menyumbang sekitar 42 juta metrik ton (MMT) sampah plastik pada 2016. Angka itu dua kali lipat lebih besar dari China dan gabungan negara-negara Uni Eropa. Melansir AFP, rata-rata setiap orang Amerika menghasilkan 130 kilogram sampah plastik per tahun. Inggris ada pada urutan berikutnya dengan 99 kilogram per orang per tahun, diikuti oleh Korea Selatan dengan 88 kilogram per tahun. "Keberhasilan keajaiban penemuan plastik pada abad ke-20 juga telah menghasilkan banjir sampah plastik skala global yang terlihat di mana-mana," kata Margaret Spring, pemimpin komite ahli yang menyusun laporan tersebut. Baca juga: Studi: 710 Juta Ton Sampah Plastik Akan Menumpuk di Bumi pada 2040 Produksi plastik global meningkat dari 20 juta metrik ton pada 1966 menjadi 381 MMT pada 2015. Artinya, meningkat 20 kali lipat selama setengah abad. Awalnya, perhatian pada limbah laut hanya terfokus pada sumber berbasis kapal dan laut. Akan tetapi, saat ini hampir semua plastik di darat berpotensi mencapai lautan melalui sungai dan aliran air. Penelitian telah menunjukkan hampir seribu spesies kehidupan laut rentan terhadap belitan plastik atau menelan mikroplastik. Laporan itu menyebutkan, sekitar 8 MMT sampah plastik memasuki dunia setiap tahun atau setara dengan membuang truk sampah plastik ke laut setiap menit. Pada tingkat saat ini, jumlah plastik yang dibuang ke laut dapat mencapai hingga 53 MMT per tahun pada 2030 atau sekitar setengah dari total berat ikan yang ditangkap dari laut setiap tahun. Sebagian alasannya adalah ledakan produksi sampah plastik di limbah padat perkotaan tidak diimbangi dengan skala daur ulang yang berkelanjutan. Dengan demikian, semakin banyak plastik yang masuk ke tempat pembuangan sampah. Baca juga: Deposit Botol, Cara Norwegia Atasi Sampah Plastik... Laporan tersebut juga menawarkan sejumlah langkah untuk mengatasi krisis, terutama mengurangi produksi plastik murni. Tindakan lain yang disarankan termasuk menggunakan bahan yang terdegradasi lebih cepat dan lebih mudah didaur ulang, pengurangan plastik sekali pakai tertentu, dan pengelolaan limbah yang lebih baik. Upaya lainnya, meningkatkan teknologi penangkapan limbah akan menghentikan plastik di saluran air, sementara membendung pembuangan plastik langsung ke laut juga tetap menjadi prioritas. "Ini adalah laporan paling komprehensif dan memberatkan tentang polusi plastik yang pernah diterbitkan," kata Judith Enk, presiden organisasi nirlaba Beyond Plastics. "Ini adalah kode merah untuk plastik di lautan dan mendokumentasikan bagaimana pembersihan sampah tidak akan menyelamatkan lautan," sambungnya. Ia pun mendesak pembuat kebijakan dan pemimpin bisnis untuk membaca laporan tersebut serta mengambil tindakan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. RIAU24.COM - Pencemaran lingkungan menjadi isu besar akhir-akhir ini. Dari pemanasan global hingga polusi udara dan polusi air. Kita sebagai manusia mengalami akibat yang menghancurkan karena segala macam kekacauan yang ditimbulkan. Limbah plastik secara drastis mempengaruhi lingkungan laut, membunuh ribuan kehidupan laut seperti mamalia laut, penyu, dan burung laut. Bisphenol A, bahan kimia yang dilepaskan dari botol limbah dan wadah kemasan yang dibuang di tepi pantai, akan menjadi mimpi buruk bagi ikan dan kita yang nantinya akan memakan ikan itu pula. Banyak tumbuhan laut langka yang punah akibat membuang sampah plastik ke laut. Hampir 513 juta ton plastik berakhir di lautan setiap tahun dimana 80% berasal dari hanya 20 negara di Dunia. Menurut penelitian terbaru, 5 pencemar teratas adalah Cina, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Pandangan mendetail pada bagian masing-masing negara terhadap pencemaran laut ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang penyebab utama. Sementara China menyumbang 8,82 ton limbah plastik yang berakhir di laut bumi setiap tahun, sumbangan negara lainnya tak kalah banyak. Indonesia (3,22 ton), Filipina (1,88 ton), Vietnam (1,83 ton), Sri Lanka (1,59 ton), Thailand (1,03 ton), Mesir (0,97 ton), Malaysia (0,94 ton), Nigeria (0,85 ton), Bangladesh (0,79 ton), dan Afrika Selatan (0,63 ton). Tidak hanya volume sampah plastik yang begitu besar bisa mencemari lingkungan laut dan mempengaruhi kesehatan manusia secara tidak langsung, tetapi biaya ekonomi untuk membersihkan sampah tersebut dan biaya memerangi untuk mengelola situasi ini sangat besar. Sementara negara-negara tumbuh, konsumsi plastik mereka juga tumbuh dan mengancam dunia. Statistik menunjukkan bahwa sampah yang dibuang dalam bentuk kantong plastik dan botol mengalami peningkatan sebesar 620% sejak tahun 1975. Jika limpahan dari Sistem Pengelolaan Sampah tidak dihindari, masa depan tampak sangat suram dalam hal lingkungan, khususnya kehidupan laut. Negara apa yang paling banyak sampah plastik?Amerika Serikat (AS) menduduki peringkat pertama sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar.
Siapa penyumbang sampah plastik terbesar di dunia?WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) sejauh ini merupakan penyumbang sampah plastik terbesar di dunia, menurut laporan baru yang diserahkan kepada pemerintah federal pada Rabu (8/12/2021).
Siapa penghasil sampah terbanyak?Timbulan sampah dari rumah tangga merupakan penghasil sampah terbesar dibandingkan dengan sumber-sumber sampah lainnya, yaitu sebesar 36%, lebih besar dari timbulan sampah dari pasar tradisional yang hanya 24% (Data Adipura KLHK 2015 - 2016).
Apakah Indonesia penghasil sampah terbesar di dunia?Berdasarkan data The Economist Intelligence, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil sampah makanan (food loss and waste) terbesar di dunia, selain Arab Saudi, dan Amerika Serikat.
Plastic pollution is the accumulation of plastic objects and particles (e.g. plastic bottles, bags and microbeads) in the Earth's environment that adversely affects humans, wildlife and their habitat.[1][2] Plastics that act as pollutants are categorized by size into micro-, meso-, or macro debris.[3] Plastics are inexpensive and durable, making them very adaptable for different uses; as a result, manufacturers choose to use plastic over other materials.[4] However, the chemical structure of most plastics renders them resistant to many natural processes of degradation and as a result they are slow to degrade.[5] Together, these two factors allow large volumes of plastic to enter the environment as mismanaged waste and for it to persist in the ecosystem. Plastic pollution can afflict land, waterways and oceans. It is estimated that 1.1 to 8.8 million tonnes of plastic waste enters the ocean from coastal communities each year.[6] It is estimated that there is a stock of 86 million tons of plastic marine debris in the worldwide ocean as of the end of 2013, with an assumption that 1.4% of global plastics produced from 1950 to 2013 has entered the ocean and has accumulated there.[7] Some researchers suggest that by 2050 there could be more plastic than fish in the oceans by weight.[8] Living organisms, particularly marine animals, can be harmed either by mechanical effects such as entanglement in plastic objects, problems related to ingestion of plastic waste, or through exposure to chemicals within plastics that interfere with their physiology. Degraded plastic waste can directly affect humans through both direct consumption (i.e. in tap water), indirect consumption (by eating animals), and disruption of various hormonal mechanisms. As of 2019, 368 million tonnes of plastic is produced each year; 51% in Asia, where China is the world's largest producer.[9] From the 1950s up to 2018, an estimated 6.3 billion tonnes of plastic has been produced worldwide, of which an estimated 9% has been recycled and another 12% has been incinerated.[10] This large amount of plastic waste enters the environment and causes problems throughout the ecosystem; for example, studies suggest that the bodies of 90% of seabirds contain plastic debris.[11][12] In some areas there have been significant efforts to reduce the prominence of free range plastic pollution, through reducing plastic consumption, litter cleanup, and promoting plastic recycling.[13][14] As of 2020, the global mass of produced plastic exceeds the biomass of all land and marine animals combined.[15] A May 2019 amendment to the Basel Convention regulates the exportation/importation of plastic waste, largely intended to prevent the shipping of plastic waste from developed countries to developing countries. Nearly all countries have joined this agreement.[16][17][18][19] On 2 March 2022 in Nairobi, 175 countries pledged to create a legally binding agreement by the end of the year 2024 with a goal to end plastic pollution.[20] The amount of plastic waste produced increased during the COVID-19 pandemic due to increased demand for protective equipment and packaging materials.[21] Higher amounts of plastic ended up in the ocean, especially plastic from medical waste and masks.[22][23] Several news reports point to a plastic industry trying to take advantage of the health concerns and desire for disposable masks and packaging to increase production of single use plastic.[24][25][26][27] CausesThe pathway by which plastics enters the world's oceans There are differing estimates of how much plastic waste has been produced in the last century. By one estimate, one billion tons of plastic waste have been discarded since the 1950s.[28] Others estimate a cumulative human production of 8.3 billion tons of plastic, of which 6.3 billion tons is waste, with only 9% getting recycled.[29][30] It is estimated that this waste is made up of 81% polymer resin, 13% polymer fibres and 32% additives. In 2018 more than 343 million tonnes of plastic waste were generated, 90% of which was composed of post-consumer plastic waste (industrial, agricultural, commercial and municipal plastic waste). The rest was pre-consumer waste from resin production and manufacturing of plastic products (e.g. materials rejected due to unsuitable colour, hardness, or processing characteristics).[30] A large proportion of post-consumer plastic waste consists of plastic packaging. In the United States plastic packaging has been estimated to make up 5% of MSW. This packaging includes plastic bottles, pots, tubs and trays, plastic films shopping bags, rubbish bags, bubble wrap, and plastic or stretch wrap and plastic foams e.g. expanded polystyrene (EPS). Plastic waste is generated in sectors including agriculture (e.g. irrigation pipes, greenhouse covers, fencing, pellets, mulch; construction (e.g. pipes, paints, flooring and roofing, insulants and sealants); transport (e.g. abraded tyres, road surfaces and road markings); electronic and electric equipment (e-waste); and pharmaceuticals and healthcare. The total amounts of plastic waste generated by these sectors is uncertain.[30] Several studies have attempted to quantify plastic leakage into the environment at both national and global levels which have highlight the difficulty of determining the sources and amounts of all plastic leakage. One global study has estimated that between 60 and 99 million tonnes of mismanaged plastic waste were produced in 2015. Borrelle et al. 2020 has estimated that 19–23 million tonnes of plastic waste entered aquatic ecosystems in 2016. while the Pew Charitable Trusts and SYSTEMIQ (2020) have estimated that 9–14 million tonnes of plastic waste ended up in the oceans the same year. Despite global efforts to reduce the generation of plastic waste, losses to the environment are predicted to increase. Modelling indicates that, without major interventions, between 23 and 37 million tonnes per year of plastic waste could enter the oceans by 2040 and between 155 and 265 million tonnes per year could be discharged into the environment by 2060. Under a business as usual scenario, such increases would likely be attributable to a continuing rise in production of plastic products, driven by consumer demand, accompanied by insufficient improvements in waste management. As the plastic waste released into the environment already has a significant impact on ecosystems, an increase of this magnitude could have dramatic consequences.[30] The trade in plastic waste has been identified as "a main culprit" of marine litter.[a] Countries importing the waste plastics often lack the capacity to process all the material. As a result, the United Nations has imposed a ban on waste plastic trade unless it meets certain criteria.[b] Types of plastic debrisThere are three major forms of plastic that contribute to plastic pollution: micro-, macro-, and mega-plastics. Mega- and micro plastics have accumulated in highest densities in the Northern Hemisphere, concentrated around urban centers and water fronts. Plastic can be found off the coast of some islands because of currents carrying the debris. Both mega- and macro-plastics are found in packaging, footwear, and other domestic items that have been washed off of ships or discarded in landfills. Fishing-related items are more likely to be found around remote islands.[32][33] These may also be referred to as micro-, meso-, and macro debris. Plastic debris is categorized as either primary or secondary. Primary plastics are in their original form when collected. Examples of these would be bottle caps, cigarette butts, and microbeads.[34] Secondary plastics, on the other hand, account for smaller plastics that have resulted from the degradation of primary plastics.[35] MicrodebrisMicroplastics in the surface ocean 1950–2000 and projections beyond, in million metric tonnes. Microdebris are plastic pieces between 2 mm and 5 mm in size.[33] Plastic debris that starts off as meso- or macrodebris can become microdebris through degradation and collisions that break it down into smaller pieces.[3] Microdebris is more commonly referred to as nurdles.[3] Nurdles are recycled to make new plastic items, but they easily end up released into the environment during production because of their small size. They often end up in ocean waters through rivers and streams.[3] Microdebris that come from cleaning and cosmetic products are also referred to as scrubbers. Because microdebris and scrubbers are so small in size, filter-feeding organisms often consume them.[3] Nurdles enter the ocean by means of spills during transportation or from land based sources. The Ocean Conservancy reported that China, Indonesia, Philippines, Thailand, and Vietnam dump more plastic in the sea than all other countries combined.[36] It is estimated that 10% of the plastics in the ocean are nurdles, making them one of the most common types of plastic pollution, along with plastic bags and food containers.[37][38] These micro-plastics can accumulate in the oceans and allow for the accumulation of Persistent Bio-accumulating Toxins such as bisphenol A, polystyrene, DDT, and PCB's which are hydrophobic in nature and can cause adverse health affects.[39][40] Amounts, locations, tracking, and correlations of the microdebrisA 2004 study by Richard Thompson from the University of Plymouth, UK, found a great amount of microdebris on beaches and in waters in Europe, the Americas, Australia, Africa, and Antarctica.[5] Thompson and his associates found that plastic pellets from both domestic and industrial sources were being broken down into much smaller plastic pieces, some having a diameter smaller than human hair.[5] If not ingested, this microdebris floats instead of being absorbed into the marine environment. Thompson predicts there may be 300,000 plastic items per square kilometre of sea surface and 100,000 plastic particles per square kilometre of seabed.[5] International Pellet Watch collected samples of polythene pellets from 30 beaches in 17 countries which were analysed for organic micro-pollutants. It was found that pellets found on beaches in the US, Vietnam and southern Africa contained compounds from pesticides suggesting a high use of pesticides in the areas.[41] In 2020 scientists created what may be the first scientific estimate of how much microplastic currently resides in Earth's seafloor, after investigating six areas of ~3 km depth ~300 km off the Australian coast. They found the highly variable microplastic counts to be proportionate to plastic on the surface and the angle of the seafloor slope. By averaging the microplastic mass per cm3, they estimated that Earth's seafloor contains ~14 million tons of microplastic – about double the amount they estimated based on data from earlier studies – despite calling both estimates "conservative" as coastal areas are known to contain much more microplastic. These estimates are about one to two times the amount of plastic thought – per Jambeck et al., 2015 – to currently enter the oceans annually.[42][43][44] MacRodebrisKantong plastik adalah contoh makrodebris. Makroplastik di Surface Ocean 1950-2000 dan proyeksi di luar, dalam jutaan metrik ton. Puing -puing plastik dikategorikan sebagai makrodebris ketika lebih besar dari 20 & nbsp; mm. Ini termasuk barang -barang seperti tas belanjaan plastik. [3] Makrodebris sering ditemukan di perairan laut, dan dapat berdampak serius pada organisme asli. Jaring ikan telah menjadi polutan utama. Bahkan setelah mereka ditinggalkan, mereka terus menjebak organisme laut dan puing -puing plastik lainnya. Akhirnya, jaring yang ditinggalkan ini menjadi terlalu sulit untuk dihapus dari air karena mereka menjadi terlalu berat, bertambah berat hingga 6 ton. [3] Produksi plastik9,2 miliar ton plastik diperkirakan telah dibuat antara tahun 1950 dan 2017. Lebih dari setengah plastik ini telah diproduksi sejak tahun 2004. Dari semua plastik yang dibuang sejauh ini, 14% telah dibakar dan kurang dari 10% telah didaur ulang. [ 30] Dekomposisi plastikPerkiraan rata -rata waktu dekomposisi dari item puing laut khas. Item plastik ditampilkan dengan warna biru. Plastik sendiri berkontribusi pada sekitar 10% dari limbah yang dibuang. Banyak jenis plastik tergantung pada prekursor mereka dan metode untuk polimerisasi mereka. Bergantung pada komposisi kimianya, plastik dan resin memiliki berbagai sifat terkait dengan penyerapan dan adsorpsi kontaminan. Degradasi polimer membutuhkan waktu lebih lama sebagai akibat dari lingkungan saline dan efek pendinginan laut. Faktor -faktor ini berkontribusi pada kegigihan puing -puing plastik di lingkungan tertentu. [33] Studi terbaru menunjukkan bahwa plastik di laut terurai lebih cepat dari yang pernah diperkirakan, karena paparan sinar matahari, hujan, dan kondisi lingkungan lainnya, yang mengakibatkan pelepasan bahan kimia beracun seperti bisphenol A. Namun, karena peningkatan volume plastik Di laut, dekomposisi telah melambat. [45] Konservasi laut telah meramalkan laju dekomposisi beberapa produk plastik. Diperkirakan bahwa gelas plastik busa akan memakan waktu 50 tahun, pemegang minuman plastik akan memakan waktu 400 tahun, popok sekali pakai akan memakan waktu 450 tahun, dan pancing akan memakan waktu 600 tahun untuk menurun. [5] Polutan organik yang persistenDiperkirakan bahwa produksi global plastik adalah sekitar 250 mt/tahun. Kelimpahan mereka telah ditemukan untuk mengangkut polutan organik yang persisten, juga dikenal sebagai Pops. Polutan ini telah dikaitkan dengan peningkatan distribusi ganggang yang terkait dengan pasang merah. [33] Polutan komersialPada tahun 2019, kelompok bebas dari plastik yang diselenggarakan lebih dari 70.000 sukarelawan di 51 negara untuk mengumpulkan dan mengidentifikasi limbah plastik. Relawan ini mengumpulkan lebih dari "59.000 kantong plastik, 53.000 sachet dan 29.000 botol plastik," seperti yang dilaporkan oleh The Guardian. Hampir setengah dari item dapat diidentifikasi oleh merek konsumen. Merek yang paling umum adalah Coca-Cola, Nestlé, dan PepsiCo. [46] [47] Menurut koordinator kampanye global untuk proyek Emma Priestland pada tahun 2020, satu -satunya cara untuk menyelesaikan masalah adalah menghentikan produksi plastik penggunaan tunggal dan menggunakan produk yang dapat digunakan kembali. [48] [49] Cina adalah konsumen terbesar plastik sekali pakai. [50] Coca-Cola menjawab bahwa "lebih dari 20% dari portofolio kami hadir dalam pengemasan isi ulang atau air mancur", mereka mengurangi jumlah plastik dalam kemasan sekunder. [51] Nestlé menjawab bahwa 87% dari kemasannya dan 66% dari kemasan plastik mereka dapat digunakan kembali atau didaur ulang dan pada tahun 2025 mereka ingin membuatnya 100%. Pada tahun itu mereka ingin mengurangi konsumsi plastik perawan dengan sepertiga. [Kutipan diperlukan] [52]citation needed][52] PepsiCo menjawab bahwa mereka ingin mengurangi "plastik perawan dalam bisnis minuman kami sebesar 35% pada tahun 2025" dan juga memperluas penggunaan kembali dan mengisi ulang apa yang harus mencegah 67 miliar botol penggunaan tunggal pada tahun 2025. [52] Negara -negara pencemar plastik utamaBagian limbah plastik yang dikelola dengan tidak memadai Per kapita limbah plastik yang salah dikelola (dalam kilogram per orang per hari) Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat yang diperkirakan pada tahun 2022 bahwa masuknya plastik di seluruh dunia ke laut adalah 8 juta metrik ton plastik per tahun. [53] Sebuah studi tahun 2021 oleh Ocean Cleanup memperkirakan bahwa sungai menyampaikan antara 0,8 dan 2,7 juta metrik ton plastik ke laut, dan memberi peringkat negara -negara sungai ini. Sepuluh teratas adalah, dari yang paling sedikit: Filipina, India, Malaysia, Cina, Indonesia, Myanmar, Brasil, Vietnam, Bangladesh, dan Thailand. [54] Salah mengelola pencemar limbah plastik12 Pencemar limbah plastik yang salah dikelola & nbsp; & nbsp; Cina (27,7%) China (27.7%) & nbsp; & nbsp; Indonesia (10,1%) Indonesia (10.1%) & nbsp; & nbsp; Filipina (5,9%) Philippines (5.9%) & nbsp; & nbsp; Vietnam (5,8%) Vietnam (5.8%) & nbsp; & nbsp; Sri Lanka (5,0%) Sri Lanka (5.0%) & nbsp; & nbsp; Thailand (3,2%) Thailand (3.2%) & nbsp; & nbsp; Mesir (3,0%) Egypt (3.0%) & nbsp; & nbsp; Malaysia (2,9%) Malaysia (2.9%) & nbsp; & nbsp; Nigeria (2,7%) Nigeria (2.7%) & nbsp; & nbsp; Bangladesh (2,5%) Bangladesh (2.5%) & nbsp; & nbsp; Afrika Selatan (2,0%) South Africa (2.0%) & nbsp; & nbsp; India (1,9%) India (1.9%) & nbsp; & nbsp; sisa dunia (27,3%) Rest of the world (27.3%) Pada tahun 2018 sekitar 513 juta ton plastik berakhir di lautan setiap tahun di mana 83,1% berasal dari 20 negara berikut: Cina adalah pencemar limbah plastik yang paling salah dikelola di laut 27,7% dari total dunia, second Indonesia with the 10.1%, third Philippines with 5.9%, fourth Vietnam with 5.8%, fifth Sri Lanka 5.0%, sixth Thailand with 3.2%, seventh Egypt with 3.0%, eighth Malaysia with 2.9%, ninth Nigeria with 2.7%, tenth Bangladesh with 2.5%, eleventh South Africa with 2.0%, twelfth India with 1.9%, thirteenth Algeria with 1.6%, fourteenth Turkey with 1.5%, fifteenth Pakistan with 1.5%, sixteenth Brazil with 1.5%, seventeenth Myanmar with 1.4%, eighteenth Morocco Dengan 1,0%, Korea Utara kesembilan belas dengan 1,0%, Amerika Serikat ke -20 dengan 0,9%. Negara -negara dunia lainnya gabungan berakhir 16,9% dari limbah plastik yang salah dikelola di lautan, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Science pada tahun 2015. [6] [55] [56] Semua negara Uni Eropa digabungkan akan menempati peringkat kedelapan belas dalam daftar. [6] [55] Pada tahun 2020, sebuah penelitian merevisi potensi kontribusi AS 2016 terhadap plastik yang salah kelola; [16] diperkirakan bahwa plastik yang dihasilkan AS dapat menempatkan AS di belakang Indonesia dan India dalam polusi laut, atau mungkin menempatkan AS di belakang Indonesia, India, Thailand, Cina, Brasil, Filipina, Mesir, Jepang, Rusia, dan Vietnam. Pada tahun 2022, diperkirakan semua negara OECD (Amerika Utara, Chili, Kolombia, Eropa, Israel, Jepang, S. Korea) dapat menyumbang 5% dari polusi plastik samudera, dengan seluruh dunia mencemari 95%. [57] Sejak 2016 China berhenti mengimpor plastik untuk daur ulang dan sejak 2019 perjanjian internasional yang ditandatangani oleh 187 negara membatasi ekspor plastik untuk daur ulang. [58] [59] Sebuah studi 2019 menghitung limbah plastik yang salah kelola, dalam jutaan ton metrik (MT) per tahun:
Total pencemar limbah plastikSekitar 275 juta ton limbah plastik dihasilkan setiap tahun di seluruh dunia; Antara 4,8 juta dan 12,7 juta ton dibuang ke laut. Sekitar 60% dari limbah plastik di laut berasal dari 5 negara teratas berikut. [61] Tabel di bawah ini daftar 20 negara pencemar limbah plastik teratas pada tahun 2010 menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Science, Jambeck et al (2015). [6] [55] Pencemar plastik teratas pada 2010.
Semua negara Uni Eropa digabungkan akan menempati peringkat kedelapan belas dalam daftar. [6] [55] Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Lingkungan Ilmu & Teknologi, Schmidt et al (2017) menghitung bahwa 10 sungai: dua di Afrika (Nil dan Niger) dan delapan di Asia (Gangga, Indus, Kuning, Yangtze, Hai HE, Pearl, Mekong dan Amur) "Transportasi 88-95% dari plastik global ke laut.". [62] [63] [64] [65] Kepulauan Karibia adalah pencemar plastik terbesar per kapita di dunia. Trinidad dan Tobago memproduksi 1,5 kilogram limbah per kapita per hari, adalah pencemar plastik terbesar per kapita di dunia. Setidaknya 0,19 & nbsp; kg per orang per hari puing -puing plastik Trinidad dan Tobago berakhir di lautan, atau misalnya Saint Lucia yang menghasilkan lebih dari empat kali lipat jumlah limbah plastik per kapita sebagai Cina dan bertanggung jawab untuk 1,2 kali lebih tidak benar secara tidak benar secara tidak benar tidak benar tidak benar secara tidak benar secara tidak patut tidak benar tidak benar secara tidak benar secara tidak benar secara tidak benar secara tidak benar secara tidak patut tidak benar Buang limbah plastik per kapita daripada Cina. Dari tiga puluh pencemar global per kapita teratas, sepuluh berasal dari wilayah Karibia. Ini adalah Trinidad dan Tobago, Antigua dan Barbuda, Saint Kitts dan Nevis, Guyana, Barbados, Saint Lucia, Bahama, Grenada, Anguilla dan Aruba, menurut serangkaian studi yang dirangkum oleh Forbes (2019). [66] EfekEfek pada lingkunganDistribusi puing -puing plastik sangat bervariasi sebagai akibat dari faktor -faktor tertentu seperti arus angin dan laut, geografi garis pantai, daerah perkotaan, dan rute perdagangan. Populasi manusia di daerah tertentu juga memainkan peran besar dalam hal ini. Plastik lebih mungkin ditemukan di daerah tertutup seperti Karibia. Ini berfungsi sebagai sarana distribusi organisme ke pantai terpencil yang bukan lingkungan asalnya. Ini berpotensi meningkatkan variabilitas dan penyebaran organisme di bidang tertentu yang kurang beragam secara biologis. Plastik juga dapat digunakan sebagai vektor untuk kontaminan kimia seperti polutan organik yang persisten dan logam berat. [33] Seorang pria dan wanita menyeret sekantong limbah plastik yang dikumpulkan dari pantai di Ghana Polusi plastik juga sangat memengaruhi lingkungan kita. "Polusi ini signifikan dan meluas, dengan puing -puing plastik yang ditemukan bahkan di daerah pantai yang paling terpencil dan di setiap habitat laut". [67] Informasi ini memberi tahu kita tentang seberapa banyak perubahan polusi plastik yang terjadi di laut dan bahkan pantai. Pada Januari 2022 sekelompok ilmuwan mendefinisikan batas planet untuk "entitas baru" (polusi, termasuk polusi plastik) dan ternyata telah terlampaui. Menurut rekan penulis Patricia Villarubia-Gómez dari Stockholm Resilience Center, "Ada peningkatan 50 kali lipat dalam produksi bahan kimia sejak 1950. Ini diproyeksikan menjadi tiga kali lipat lagi pada tahun 2050". Setidaknya ada 350.000 bahan kimia buatan di dunia. Mereka sebagian besar memiliki "efek negatif pada kesehatan planet". Plastik saja mengandung lebih dari 10.000 bahan kimia dan menciptakan masalah besar. Para peneliti menyerukan batasan produksi kimia dan beralih ke ekonomi sirkular, yang berarti produk yang dapat digunakan kembali dan didaur ulang. [68] Masalah puing -puing plastik laut ada di mana -mana. Diperkirakan 1,5-4% dari produksi plastik global berakhir di lautan setiap tahun, terutama sebagai akibat dari infrastruktur pengelolaan limbah yang buruk dan praktik yang dikombinasikan dengan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap penggunaan dan pembuangan plastik. Pelapukan puing -puing plastik menyebabkan fragmentasi menjadi partikel yang bahkan invertebrata laut kecil dapat menelan sehingga mencemari rantai makanan. Ukuran mereka yang kecil membuat mereka tidak dapat dilacak dengan sumbernya dan sangat sulit untuk dihapus dari lingkungan laut terbuka. [69] Di lingkungan laut, polusi plastik menyebabkan "keterikatan, efek toksikologis melalui konsumsi plastik, mati lemas, kelaparan, penyebaran, dan aroma organisme , penyediaan habitat baru, dan pengenalan spesies invasif adalah efek ekologis yang signifikan dengan meningkatnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan hubungan trofik. Kontaminan yang muncul mempengaruhi aspek sosial-ekonomi melalui dampak negatif pada pariwisata, perikanan, pengiriman, dan kesehatan manusia ". [70] Polusi plastik sebagai penyebab perubahan iklimPada tahun 2019 sebuah laporan baru "Plastik dan Iklim" diterbitkan. Menurut laporan itu, pada tahun 2019, produksi dan pembakaran plastik akan menyumbangkan gas rumah kaca setara dengan 850 juta ton karbon dioksida (CO2) dengan atmosfer. Dalam tren saat ini, emisi tahunan dari sumber -sumber ini akan tumbuh menjadi 1,34 miliar ton pada tahun 2030. Pada tahun 2050 plastik dapat memancarkan 56 miliar ton emisi gas rumah kaca, sebanyak 14 persen dari anggaran karbon yang tersisa. [71] Pada 2100 itu akan memancarkan 260 miliar ton, lebih dari setengah anggaran karbon. Itu adalah emisi dari produksi, transportasi, insinerasi, tetapi ada juga pelepasan metana dan efek pada fitoplankton. [72] Efek plastik di tanahPolusi plastik di tanah menimbulkan ancaman bagi tanaman dan hewan - termasuk manusia yang didasarkan pada tanah. [73] Perkiraan jumlah konsentrasi plastik di tanah adalah antara empat dan dua puluh tiga kali lipat dari laut. Jumlah plastik yang siap di tanah lebih besar dan lebih terkonsentrasi daripada di dalam air. [74] Limbah plastik yang salah kelola berkisar dari 60 persen di Asia Timur dan Pasifik hingga satu persen di Amerika Utara. Persentase limbah plastik yang salah mengelola yang mencapai lautan setiap tahun dan dengan demikian menjadi puing -puing laut plastik adalah antara sepertiga dan satu setengah total limbah yang salah mengelola tahun itu. [75] [76] Pada tahun 2021 sebuah laporan yang dilakukan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian menyatakan bahwa plastik sering digunakan dalam pertanian. Ada lebih banyak plastik di tanah yang di lautan. Kehadiran plastik di lingkungan melukai ekosistem dan kesehatan manusia dan menimbulkan ancaman terhadap keamanan pangan. [77] Plastik terklorinasi dapat melepaskan bahan kimia berbahaya ke tanah di sekitarnya, yang kemudian dapat meresap ke dalam air tanah atau sumber air di sekitarnya dan juga ekosistem dunia. [78] Ini dapat menyebabkan kerusakan serius pada spesies yang meminum air. Efek pada banjirRelawan membersihkan selokan di Ilorin, Nigeria selama hari sanitasi sukarela. Bahkan ketika ada infrastruktur yang memadai untuk sanitasi, polusi plastik dapat mencegah drainase dan menghalangi aliran limbah. Plastic waste can clog storm drains, and such clogging can increase flood damage, particularly in urban areas.[79] A buildup of plastic garbage at trash cans raises the water level upstream and may enhance the risk of urban flooding.[80] For example, in Bangkok flood risk increases substantially because of plastic waste clogging the already overburdened sewer system.[81] In tap waterA 2017 study found that 83% of tap water samples taken around the world contained plastic pollutants.[82][83] This was the first study to focus on global drinking water pollution with plastics,[84] and showed that with a contamination rate of 94%, tap water in the United States was the most polluted, followed by Lebanon and India. European countries such as the United Kingdom, Germany and France had the lowest contamination rate, though still as high as 72%.[82] This means that people may be ingesting between 3,000 and 4,000 microparticles of plastic from tap water per year.[84] The analysis found particles of more than 2.5 microns in size, which is 2500 times bigger than a nanometer. It is currently unclear if this contamination is affecting human health, but if the water is also found to contain nano-particle pollutants, there could be adverse impacts on human well-being, according to scientists associated with the study.[85] However, plastic tap water pollution remains under-studied, as are the links of how pollution transfers between humans, air, water, and soil.[86] In terrestrial ecosystemsMismanaged plastic waste leads to plastic directly or indirectly entering terrestrial ecosystems.[87] There has been a significant increase of microplastic pollution due to the poor handling and disposal of plastic materials.[88] In particular, plastic pollution in the form of microplastics now can be found extensively in soil. It enters the soil by settling on the surface and eventually making its way into subsoils.[89] These microplastics find their way into plants and animals.[90] Effluent and sludge of wastewater contain large amounts of plastics. Wastewater treatment plants don't have a treatment process to remove microplastics which results in plastics being transferred into water and soil when effluent and sludge are applied to land for agricultural purposes.[90] Several researchers have found plastic microfibers that are released when fleece and other polyester textiles are cleaned in washing machines.[91] These fibers can be transferred through effluent to land which pollutes soil environments.[89] The increase in plastic and microplastic pollution in soils can cause adverse impacts on plants and microorganisms in the soil, which can in turn affect soil fertility. Microplastics affect soil ecosystems that are important for plant growth. Plants are important for the environment and ecosystems so the plastics are damaging to plants and organisms living in these ecosystems.[88] Microplastics alter soil biophysical properties which affect the quality of the soil. This affects soil biological activity, biodiversity and plant health. Microplastics in the soil alter a plant's growth. It decreases seedling germination, affects the number of leaves, stem diameter and chlorophyll content in these plants.[88] Microplastics in the soil are a risk not only to soil biodiversity but also food safety and human health. Soil biodiversity is important for plant growth in agricultural industries. Agricultural activities such as plastic mulching and application of municipal wastes contribute to the microplastic pollution in the soil. Human-modified soils are commonly used to improve crop productivity but the effects are more damaging than helpful.[88] Plastics also release toxic chemicals into the environment and cause physical, chemical harm and biological damage to organisms. Ingestion of plastic doesn't only lead to death in animals through intestinal blockage but it can also travel up the food chain which affects humans.[87] Effects of plastic on oceans and seabirdsThe unaltered stomach contents of a dead albatross chick photographed on Midway Atoll National Wildlife Refuge in the Pacific in September 2009 include plastic marine debris fed the chick by its parents Marine plastic pollution (or plastic pollution in the ocean) is a type of marine pollution by plastics, ranging in size from large original material such as bottles and bags, down to microplastics formed from the fragmentation of plastic material. Marine debris is mainly discarded human rubbish which floats on, or is suspended in the ocean. Eighty percent of marine debris is plastic.[92][93] Microplastics and nanoplastics result from the breakdown or photodegradation of plastic waste in surface waters, rivers or oceans. Recently, scientists have uncovered nanoplastics in heavy snow, more specifically about 3000 tons that cover Switzerland yearly.[94] It is estimated that there is a stock of 86 million tons of plastic marine debris in the worldwide ocean as of the end of 2013, assuming that 1.4% of global plastics produced from 1950 to 2013 has entered the ocean and has accumulated there.[95] It is estimated that 19–23 million tonnes of plastic leaks into aquatic ecosystems annually.[96] The 2017 United Nations Ocean Conference estimated that the oceans might contain more weight in plastics than fish by the year 2050.[97] A woman and a boy collecting plastic waste at a beach during a cleanup exercise Oceans are polluted by plastic particles ranging in size from large original material such as bottles and bags, down to microplastics formed from the fragmentation of plastic material. This material is only very slowly degraded or removed from the ocean so plastic particles are now widespread throughout the surface ocean and are known to be having deleterious effects on marine life.[98] Discarded plastic bags, six pack rings, cigarette butts and other forms of plastic waste which finish up in the ocean present dangers to wildlife and fisheries.[99] Aquatic life can be threatened through entanglement, suffocation, and ingestion.[100][101][102] Fishing nets, usually made of plastic, can be left or lost in the ocean by fishermen. Known as ghost nets, these entangle fish, dolphins, sea turtles, sharks, dugongs, crocodiles, seabirds, crabs, and other creatures, restricting movement, causing starvation, laceration, infection, and, in those that need to return to the surface to breathe, suffocation.[103] There are various types of ocean plastics causing problems to marine life. Bottle caps have been found in the stomachs of turtles and seabirds, which have died because of the obstruction of their respiratory and digestive tracts.[104] Ghost nets are also a problematic type of ocean plastic as they can continuously trap marine life in a process known as "ghost fishing".[105] Marine life is one of the most important when one is affected by plastic pollution. Plastic pollution puts animals' lives in danger and is in constant fear of extinction. Marine wildlife such as seabirds, whales, fish and turtles mistake plastic waste for prey; most then die of starvation as their stomachs become filled with plastic. They also suffer from lacerations, infections, reduced ability to swim, and internal injuries.[106] This evidence tells us how damaged marine wildlife is being affected by plastic pollution, they bring up how many animals mistake plastic for prey and eat it without knowing. "Globally, 100,000 marine mammals die every year as a result of plastic pollution. This includes whales, dolphins, porpoises, seals and sea lions".[107] This evidence tells us the statistics of how many marine mammals really are negatively affected enough to die from plastic pollution. Effects on freshwater ecosystemsResearch into freshwater plastic pollution has been largely ignored over marine ecosystems, comprising only 13% of published papers on the topic.[108] Plastics make their way into bodies of freshwater, underground aquifers, and moving freshwaters through runoff and erosion of mismanaged plastic waste (MMPW). In some areas, the direct waste disposal into rivers is a remaining factor of historical practices, and has only been somewhat limited by modern legislation.[109] Rivers are the primary transport of plastics into marine ecosystems, sourcing potentially 80% of the plastic pollution in the oceans.[110] Research on the top ten river catchments ranked by annual amount of MMPW showed that some rivers contribute as high as 88–95% of ocean-bound plastics, the highest being the Yangtze River into the East China Sea.[111] Asian rivers contribute nearly 67% of plastic waste found in the ocean annually, largely influenced by the high density coastal populations all throughout the continent as well as relatively intense bouts of seasonal rainfall.[112] Impacts on freshwater biodiversityInvertebratesA study analyzing ingestion of plastics across a variety of previously published experiments showed that out of the 206 species covered, the majority of papers documented ingestion in fish.[109] This doesn't quite mean that fish ingest plastic more than other organisms, but instead highlights the underrepresentation of plastic effects in equally important organisms, like aquatic plants, amphibians and invertebrates. Despite this disparity, controlled experiments analyzing microplastic impact on aquatic plants like the algae Chlorella spp and common duckweed Lemna minor have yielded significant results. Between microplastics of polypropylene (PP) and polyvinyl chloride (PVC), PVC demonstrated greater toxicity to Chlorella pyrenoidosa, overall negatively impacting their photosynthetic ability. This effect on photosynthesis is likely due to the 60% reduction of algal chlorophyll a associated with high PVC concentrations found in the same study.[113] When analyzing the effect of polyethylene microbeads (origin: cosmetic exfoliants) on the aquatic macrophyte L. minor, no effect on photosynthetic pigments & productivity was found, but root growth and root cell viability decreased.[114] These results are concerning as plants and algae are integral to nutrient and gas cycling within an aquatic system, and have the capacity to create significant changes in water composition due to their sheer density. Crustaceans have also been analyzed for their response to plastic presence. There is proof that freshwater crustaceans, specifically European crabs and crayfish, suffer entanglement in polyamide ghost nets used in lake fishing.[115] When exposed to plastic nanoparticles of polystyrene, Daphnia galeata (common water flea) experienced reduced survival within 48 hours as well as reproductive issues. Over a span of 5 days, the amount of pregnant Daphnia decreased by nearly 50%, and less than 20% of exposed embryos survived without any immediate repercussions.[116] Other arthropods, like juvenile stages of insects are susceptible to similar plastic exposure as some spend part of their adolescence fully submerged in a freshwater resource. This similarity in lifestyle to other aquatic invertebrates indicates that insects may experience similar side effects of plastic exposure. VertebrataPaparan plastik dalam amfibi sebagian besar telah dipelajari pada tahap kehidupan remaja, ketika subjek uji masih bergantung pada lingkungan akuatik di mana lebih mudah untuk memanipulasi variabel secara eksperimental. Studi tentang katak air tawar Amerika Selatan yang umum, Physalaemus cuvieri menunjukkan bahwa plastik mungkin memiliki potensi untuk menginduksi perubahan morfologis mutagenik dan sitotoksik. [117] Lebih banyak penelitian yang perlu dilakukan pada respons amfibi terhadap polusi plastik, terutama karena amfibi dapat berfungsi sebagai spesies indikator awal penurunan lingkungan. [118] Mamalia dan burung air tawar telah lama diketahui memiliki interaksi negatif dengan polusi plastik, sering mengakibatkan keterikatan atau mati lemas/tersedak setelah menelan. Sementara peradangan dalam saluran pencernaan di kedua kelompok telah dicatat, sayangnya ada sedikit atau tidak ada data tentang efek toksikologis dari polutan plastik dalam organisme ini. [109] Ikan telah dipelajari paling banyak mengenai polusi plastik pada organisme air tawar, dengan sebagian besar penelitian menunjukkan bukti konsumsi plastik dalam sampel yang ditangkap liar dan spesimen laboratorium. [109] Ada beberapa upaya untuk melihat kematian plastik pada spesies model air tawar yang umum, Danio Rerio, alias ikan zebra. Peningkatan produksi lendir dan respons peradangan dalam D. rerio gi-tract dicatat, tetapi juga, para peneliti mencatat perubahan berbeda dalam komunitas mikroba dalam mikrobioma usus ikan zebra. [119] Temuan ini signifikan, karena penelitian dalam beberapa dekade terakhir telah semakin mengungkapkan berapa banyak mikrobioma daya usus mengenai penyerapan nutrisi dan sistem endokrin inang mereka. [120] Karena itu, plastik mungkin memiliki efek yang jauh lebih drastis pada kesehatan organisme individu daripada yang diketahui saat ini, sehingga menuntut perlunya penelitian lebih lanjut sesegera mungkin. Banyak dari temuan ini juga telah ditemukan dalam pengaturan laboratorium, sehingga lebih banyak upaya yang perlu disalurkan untuk mengukur kelimpahan plastik & toksikologi pada populasi liar. Efek pada manusiaSitus tempat sampah sedang didaur ulang di Ghana Senyawa yang digunakan dalam pembuatan mencemari lingkungan dengan melepaskan bahan kimia ke udara dan air. Beberapa senyawa yang digunakan dalam plastik, seperti phthalate, bisphenol A (bra), difenil eter polibrominasi (PBDE), berada di bawah undang -undang yang erat dan mungkin sangat menyakitkan. Meskipun senyawa ini tidak aman, mereka telah digunakan dalam pembuatan kemasan makanan, perangkat medis, bahan lantai, botol, parfum, kosmetik dan banyak lagi. Menghirup mikroplastik (MPS) telah terbukti menjadi salah satu kontributor utama penyerapan MP pada manusia. Anggota parlemen dalam bentuk partikel debu diedarkan secara konstan melalui ventilasi dan sistem pendingin udara di dalam ruangan. [121] Dosis besar senyawa ini berbahaya bagi manusia, menghancurkan sistem endokrin. Bra meniru hormon wanita yang disebut estrogen. PBD menghancurkan dan menyebabkan kerusakan pada hormon tiroid, yang merupakan kelenjar hormon vital yang memainkan peran utama dalam metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Anggota parlemen juga dapat memiliki efek merugikan pada keberhasilan reproduksi pria. MPS seperti BPA dapat mengganggu biosintesis steroid dalam sistem endokrin pria dan dengan tahap awal spermatogenesis. [122] Anggota parlemen pada pria juga dapat menciptakan stres oksidatif dan kerusakan DNA pada spermatozoa, menyebabkan berkurangnya viabilitas sperma. [122] Meskipun tingkat paparan bahan kimia ini bervariasi tergantung pada usia dan geografi, sebagian besar manusia mengalami paparan simultan terhadap banyak bahan kimia ini. Tingkat rata -rata paparan harian di bawah level yang dianggap tidak aman, tetapi lebih banyak penelitian perlu dilakukan pada efek paparan dosis rendah pada manusia. Banyak yang tidak diketahui tentang seberapa parah manusia dipengaruhi secara fisik oleh bahan kimia ini. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam produksi plastik dapat menyebabkan dermatitis pada kontak dengan kulit manusia. Dalam banyak plastik, bahan kimia beracun ini hanya digunakan dalam jumlah jejak, tetapi pengujian yang signifikan sering diperlukan untuk memastikan bahwa elemen beracun terkandung dalam plastik oleh bahan inert atau polimer. Anak-anak dan wanita selama usia reproduksi mereka paling berisiko dan lebih rentan merusak kekebalan tubuh mereka serta sistem reproduksi mereka dari bahan kimia yang mengganggu hormon ini. Produk kehamilan dan keperawatan seperti botol bayi, dot, dan peralatan makan plastik menempatkan bayi dan anak -anak pada risiko paparan yang sangat tinggi. [121] Kesehatan manusia juga terkena dampak negatif oleh polusi plastik. "Hampir sepertiga dari situs air tanah di AS mengandung BPA. BPA berbahaya pada konsentrasi yang sangat rendah karena mengganggu hormon dan sistem reproduksi kita. [123] Kutipan ini memberi tahu kita berapa banyak persentase air kita yang terkontaminasi dan tidak boleh diminum setiap hari. "Pada setiap tahap siklus hidupnya, plastik menimbulkan risiko yang berbeda bagi kesehatan manusia, yang timbul dari paparan partikel plastik itu sendiri dan bahan kimia terkait". [124] Kutipan ini merupakan intro ke berbagai titik mengapa plastik " merusak bagi kita, seperti karbon yang dilepaskan ketika sedang dibuat dan diangkut yang juga terkait dengan bagaimana polusi plastik membahayakan lingkungan kita. Sebuah studi tahun 2022 yang diterbitkan di Environment International menemukan mikroplastik dalam darah 80% orang yang diuji dalam penelitian ini, dan mikroplastik tersebut berpotensi menjadi tertanam dalam organ manusia. [125] Signifikansi klinisKarena meresapnya produk plastik, sebagian besar populasi manusia terus -menerus terpapar pada komponen kimia plastik. Di Amerika Serikat, 95% orang dewasa memiliki kadar BPA yang terdeteksi dalam urin mereka. Paparan bahan kimia seperti BPA telah berkorelasi dengan gangguan kesuburan, reproduksi, pematangan seksual, dan efek kesehatan lainnya. [126] Phthalate spesifik juga menghasilkan efek biologis yang sama. Sumbu hormon tiroidBisphenol A mempengaruhi ekspresi gen yang terkait dengan sumbu hormon tiroid, yang mempengaruhi fungsi biologis seperti metabolisme dan perkembangan. BPA dapat mengurangi aktivitas reseptor hormon tiroid (TR) dengan meningkatkan aktivitas corepressor transkripsi TR. Ini kemudian mengurangi tingkat protein pengikat hormon tiroid yang berikatan dengan triiodothyronine. Dengan mempengaruhi sumbu hormon tiroid, paparan BPA dapat menyebabkan hipotiroidisme. [12] Hormon seksBPA dapat mengganggu tingkat fisiologis hormon seks. Ia melakukan ini dengan mengikat globulin yang biasanya mengikat hormon seks seperti androgen dan estrogen, yang mengarah pada gangguan keseimbangan antara keduanya. BPA juga dapat mempengaruhi metabolisme atau katabolisme hormon seks. Ini sering bertindak sebagai antiandrogen atau sebagai estrogen, yang dapat menyebabkan gangguan dalam perkembangan gonad dan produksi sperma. [12] Upaya PenguranganBarang -barang rumah tangga yang terbuat dari berbagai jenis plastik. Pembangkit limbah, diukur dalam kilogram per orang per hari Upaya untuk mengurangi penggunaan plastik, untuk mempromosikan daur ulang plastik dan untuk mengurangi limbah plastik yang salah kelola atau polusi plastik telah terjadi atau sedang berlangsung. Tinjauan ilmiah pertama dalam literatur akademik profesional tentang polusi plastik global secara umum menemukan bahwa respons rasional terhadap "ancaman global" adalah "pengurangan konsumsi bahan plastik perawan, bersama dengan strategi terkoordinasi internasional untuk pengelolaan limbah" - seperti pelarangan Ekspor limbah plastik kecuali mengarah pada daur ulang yang lebih baik - dan menggambarkan keadaan pengetahuan tentang dampak "tidak dapat dibalik" yang merupakan salah satu alasan untuk pengurangannya. [127] [128] Beberapa supermarket mengenakan biaya pelanggan mereka untuk kantong plastik, dan di beberapa tempat yang lebih efisien bahan yang dapat digunakan kembali atau biodegradable digunakan sebagai pengganti plastik. Beberapa komunitas dan bisnis telah melarang beberapa barang plastik yang umum digunakan, seperti air botolan dan kantong plastik. [129] Beberapa organisasi non-pemerintah telah meluncurkan skema pengurangan plastik sukarela seperti sertifikat yang dapat diadaptasi oleh restoran untuk diakui sebagai ramah lingkungan di antara pelanggan. [130] Pada Januari 2019, "Aliansi Global untuk mengakhiri limbah plastik" diciptakan oleh perusahaan di industri plastik. Aliansi ini bertujuan untuk membersihkan lingkungan dari limbah yang ada dan meningkatkan daur ulang, tetapi tidak menyebutkan pengurangan produksi plastik sebagai salah satu targetnya. [131] Pada tanggal 2 Maret 2022 di Nairobi, perwakilan dari 175 negara berjanji untuk menciptakan perjanjian yang mengikat secara hukum untuk mengakhiri polusi plastik. Perjanjian tersebut harus membahas siklus hidup penuh plastik dan mengusulkan alternatif termasuk reusability. Komite Negosiasi Antarpemerintah (Inc) yang harus memahami perjanjian tersebut pada akhir tahun 2024 dibuat. Perjanjian tersebut harus memfasilitasi transisi ke ekonomi melingkar, yang akan mengurangi emisi GRK sebesar 25%. Inger Andersen, direktur eksekutif UNEP menyebut keputusan "kemenangan oleh planet Bumi atas plastik sekali pakai". [20] [132] Plastik biodegradable dan degradablePenggunaan plastik biodegradable memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Biodegradables adalah biopolimer yang terdegradasi pada komposer industri. Biodegradables tidak terdegradasi seefisien dalam komposter domestik, dan selama proses yang lebih lambat ini, gas metana dapat dipancarkan. [133] Ada juga jenis bahan lain yang dapat terdegradasi yang tidak dianggap biopolimer, karena mereka berbasis minyak, mirip dengan plastik konvensional lainnya. Plastik ini dibuat agar lebih terdegradasi melalui penggunaan aditif yang berbeda, yang membantu mereka menurun ketika terpapar sinar UV atau stres fisik lainnya. [133] Namun, aditif yang mempromosikan biodegradasi untuk polimer telah ditunjukkan untuk tidak secara signifikan meningkatkan biodegradasi. [134] Meskipun plastik biodegradable dan terdegradasi telah membantu mengurangi polusi plastik, ada beberapa kelemahan. Salah satu masalah mengenai kedua jenis plastik adalah bahwa mereka tidak rusak dengan sangat efisien di lingkungan alami. Di sana, plastik yang terdegradasi yang berbasis minyak dapat dipecah menjadi fraksi yang lebih kecil, pada titik mana mereka tidak menurun lebih lanjut. [133] Komite parlemen di Inggris juga menemukan bahwa plastik kompos dan biodegradable dapat menambah polusi laut karena ada kekurangan infrastruktur untuk menangani jenis plastik baru ini, serta kurangnya pemahaman tentang mereka di pihak konsumen. [135] Misalnya, plastik ini perlu dikirim ke fasilitas pengomposan industri untuk menurun dengan benar, tetapi tidak ada sistem yang memadai untuk memastikan limbah mencapai fasilitas ini. [135] Komite dengan demikian merekomendasikan untuk mengurangi jumlah plastik yang digunakan daripada memperkenalkan jenis baru ke pasar. [135] Yang juga patut dicatat adalah evolusi enzim baru yang memungkinkan mikroorganisme yang tinggal di lokasi yang tercemar untuk mencerna plastik yang normal dan sulit didegradasi. Sebuah studi tahun 2021 yang mencari homolog dari 95 enzim penggagalan plastik yang diketahui yang mencakup 17 jenis plastik menemukan 30.000 enzim lebih lanjut. Terlepas dari di mana -mana mereka, tidak ada bukti terkini bahwa enzim baru ini memecah jumlah plastik yang berarti untuk mengurangi polusi. [136] PembakaranHingga 60% dari peralatan medis plastik bekas dibakar daripada disimpan di tempat pembuangan sampah sebagai tindakan pencegahan untuk mengurangi penularan penyakit. Ini memungkinkan penurunan besar dalam jumlah limbah plastik yang berasal dari peralatan medis. [126] Dalam skala besar, plastik, kertas, dan bahan lainnya menyediakan bahan bakar yang bermanfaat bagi pabrik limbah. Sekitar 12% dari total plastik yang diproduksi telah dibakar. [137] Banyak penelitian telah dilakukan mengenai emisi gas yang dihasilkan dari proses pembakaran. [138] Plastik yang dibakar melepaskan sejumlah racun dalam proses pembakaran, termasuk dioksin, furan, merkuri dan bifenil poliklorinasi. [138] Saat dibakar di luar fasilitas yang dirancang untuk mengumpulkan atau memproses racun, ini dapat memiliki efek kesehatan yang signifikan dan menciptakan polusi udara yang signifikan. [138] AturanBagian dari limbah plastik yang dikelola secara tidak memadai (2010) Pangsa yang diproyeksikan dari limbah plastik yang dikelola secara tidak memadai (2025) Lembaga -lembaga seperti Badan Perlindungan Lingkungan AS dan Administrasi Makanan dan Obat -obatan AS sering tidak menilai keamanan bahan kimia baru sampai setelah efek samping negatif ditunjukkan. Begitu mereka mencurigai bahan kimia mungkin beracun, dipelajari untuk menentukan dosis referensi manusia, yang ditentukan sebagai tingkat efek samping yang dapat diamati terendah. Selama studi ini, dosis tinggi diuji untuk melihat apakah itu menyebabkan efek kesehatan yang merugikan, dan jika tidak, dosis yang lebih rendah dianggap aman juga. Ini tidak memperhitungkan fakta bahwa dengan beberapa bahan kimia yang ditemukan dalam plastik, seperti BPA, dosis yang lebih rendah dapat memiliki efek yang dapat dilihat. [139] Bahkan dengan proses evaluasi yang sering kompleks ini, kebijakan telah diberlakukan untuk membantu mengurangi polusi plastik dan efeknya. Peraturan pemerintah telah diimplementasikan yang melarang beberapa bahan kimia digunakan dalam produk plastik tertentu. Di Kanada, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, BPA telah dilarang dimasukkan dalam produksi botol bayi dan cangkir anak -anak, karena masalah kesehatan dan kerentanan yang lebih tinggi dari anak -anak yang lebih muda terhadap efek BPA. [126] Pajak telah ditetapkan untuk mencegah cara spesifik mengelola limbah plastik. Pajak tempat pembuangan sampah, misalnya, menciptakan insentif untuk memilih mendaur ulang plastik daripada menahannya di tempat pembuangan sampah, dengan membuat yang terakhir lebih mahal. [133] Ada juga standarisasi jenis plastik yang dapat dianggap kompos. [133] Norma Eropa EN 13432, yang ditetapkan oleh Komite Eropa untuk Standardisasi (CEN), mencantumkan standar yang harus dipenuhi plastik, dalam hal komposisi dan biodegradabilitas, agar secara resmi diberi label sebagai kompos. [133] [140] Given the significant threat that oceans face, the European Investment Bank Group aims to increase its funding and advisory assistance for ocean cleanup. For example, the Clean Oceans Initiative (COI) was established in 2018. The European Investment Bank, the German Development Bank, and the French Development Agency (AFD) agreed to invest a total of €2 billion under the COI from October 2018 to October 2023 in initiatives aimed at reducing pollution discharge into the oceans, with a special focus on plastics.[141][142][143] Voluntary reduction efforts failingMajor plastic producers continue to lobby governments to refrain from imposing restrictions on plastic production and to advocate for voluntary corporate targets to reduce new plastic output. However, the world's top 10 plastic producers, including The Coca-Cola Company, Nestle SA and PepsiCo have been failing to meet even their own minimum targets for virgin plastic use.[144] There have been several international covenants which address marine plastic pollution, such as the Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter 1972, the International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973 and the Honolulu Strategy, there is nothing around plastics which infiltrate the ocean from the land.[145] In 2020, 180 countries agreed to limit the amount of plastic waste that rich countries export to poorer countries, using rules from the Basel Convention. However, during January 2021, the first month that the agreement was in effect, trade data showed that overall scrap exports actually increased.[146] Legally binding plastics treatySome academics and NGOs believe that a legally binding international treaty to deal with plastic pollution is necessary. They think this because plastic pollution is an international problem, moving between maritime borders, and also because they believe there needs to be a cap on plastic production.[147][148][149] Lobbyists were hoping that UNEA-5 would lead to a plastics treaty, but the session ended without a legally binding agreement.[150][151] In 2022, countries agreed to devise a Global plastic pollution treaty by 2024.[152][153] Waste import bansSince around 2017, China,[154] Turkey,[155] Malaysia,[156] Cambodia,[157] and Thailand[158] have banned certain waste imports. It has been suggested that such bans may increase automation[159] and recycling, decreasing negative impacts on the environment.[160] According to an analysis of global trade data by the nonprofit Basel Action Network, violations of the Basel Convention, active since January 1, 2021, have been rampant during 2021. The U.S., Canada, and the European Union have sent hundreds of millions of tons of plastic to countries with insufficient waste management infrastructure, where much of it is landfilled, burned, or littered into the environment.[161] Circular economy policiesLaws related to recyclability, waste management, domestic materials recovery facilities, product composition, biodegradability and prevention of import/export of specific wastes may support prevention of plastic pollution.[citation needed] A study considers producer/manufacturer responsibility "a practical approach toward addressing the issue of plastic pollution", suggesting that "Existing and adopted policies, legislations, regulations, and initiatives at global, regional, and national level play a vital role".[70] Standardization of products, especially of packaging[162][163][additional citation(s) needed] which are, as of 2022, often composed of different materials (each and across products) that are hard or currently impossible to either separate or recycle together in general or in an automated way[164][165] could support recyclability and recycling. For instance, there are systems that can theoretically distinguish between and sort 12 types of plastics such as PET using hyperspectral imaging and algorithms developed via machine learning[166][167] while only an estimated 9% of the estimated 6.3 billion tonnes of plastic waste from the 1950s up to 2018 has been recycled (12% has been incinerated and the rest reportedly being "dumped in landfills or the natural environment").[10] Collection, recycling and reductionThe two common forms of waste collection include curbside collection and the use of drop-off recycling centers. About 87 percent of the population in the United States (273 million people) have access to curbside and drop-off recycling centers. In curbside collection, which is available to about 63 percent of the United States population (193 million people), people place designated plastics in a special bin to be picked up by a public or private hauling company.[168] Most curbside programs collect more than one type of plastic resin, usually both PETE and HDPE.[169] At drop-off recycling centers, which are available to 68 percent of the United States population (213 million people), people take their recyclables to a centrally located facility.[168] Once collected, the plastics are delivered to a materials recovery facility (MRF) or handler for sorting into single-resin streams to increase product value. The sorted plastics are then baled to reduce shipping costs to reclaimers.[169] Ada berbagai tingkat daur ulang per jenis plastik, dan pada 2017, laju daur ulang plastik keseluruhan adalah sekitar 8,4% di Amerika Serikat. Sekitar 2,7 & nbsp; juta ton (3,0 & nbsp; juta ton pendek) plastik didaur ulang di AS pada tahun 2017, sementara plastik 24,3 & nbsp; juta (26,8 & nbsp; juta ton pendek) dibuang di tempat pembuangan sampah pada tahun yang sama. Beberapa plastik didaur ulang lebih dari yang lain; Pada 2017 sekitar 31,2 persen botol HDPE dan 29,1 persen botol dan toples PET didaur ulang. [170] Kemasan yang dapat digunakan kembali mengacu pada kemasan yang diproduksi dari bahan tahan lama dan dirancang khusus untuk beberapa perjalanan dan kehidupan yang diperpanjang. Ada toko nol limbah dan toko isi ulang [171] [172] untuk produk terpilih serta supermarket konvensional yang memungkinkan pengisian ulang produk yang dikemas plastik yang dipilih atau secara sukarela menjual produk tanpa atau lebih kemasan berkelanjutan. [173] Pada 21 Mei 2019, model layanan baru yang disebut "Loop" untuk mengumpulkan kemasan dari konsumen dan menggunakannya kembali, mulai berfungsi di wilayah New York, AS, didukung oleh beberapa perusahaan besar. Konsumen menjatuhkan paket dalam tas pengiriman khusus dan kemudian pengumpulan pengambilan, bersih, isi ulang dan kembalikan. [174] Ini telah dimulai dengan beberapa ribu rumah tangga dan bertujuan untuk tidak hanya menghentikan plastik penggunaan tunggal, tetapi untuk menghentikan penggunaan tunggal secara umum dengan mendaur ulang wadah produk konsumen dari berbagai bahan. [175] Strategi lain yang efektif, yang dapat didukung oleh kebijakan, menghilangkan kebutuhan botol plastik seperti dengan menggunakan isi ulang mis. Botol baja, [176] dan air karbonator, [177] [kutipan tambahan dibutuhkan] yang juga dapat mencegah potensi dampak negatif pada kesehatan manusia karena pelepasan mikroplastik. [178] [179] [180]additional citation(s) needed] which may also prevent potential negative impacts on human health due to microplastics release.[178][179][180] Mengurangi limbah plastik dapat mendukung daur ulang dan sering diambil bersama dengan daur ulang: "3r" merujuk pada pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang. [70] [181] [182] [183] Pembersihan lautOrganisasi "The Ocean Cleanup" sedang mencoba mengumpulkan limbah plastik dari lautan oleh jaring. Ada kekhawatiran dari bahaya hingga beberapa bentuk organisme laut, terutama Neuston. [184] Penghalang gelembung yang bagusDi Belanda, sampah plastik dari beberapa sungai dikumpulkan oleh penghalang gelembung, untuk mencegah plastik melayang ke laut. Yang disebut 'Great Bubble Barrier' ini menangkap plastik yang lebih besar dari 1 & nbsp; mm. [185] [23] Penghalang gelembung diimplementasikan di Sungai Ijssel (2017) dan di Amsterdam (2019) [186] [187] dan akan diterapkan di Katwijk di ujung sungai Rhine. [188] [189] Pemetaan dan PelacakanDunia kita dalam data memberikan grafik tentang beberapa analisis, termasuk peta, untuk menunjukkan sumber polusi plastik [190] [191] - termasuk lautan secara spesifik. [192] Mengidentifikasi sumber plastik laut terbesar dalam kesetiaan tinggi dapat membantu membedakan penyebab, untuk mengukur kemajuan dan mengembangkan penanggulangan yang efektif. Sebagian besar plastik laut mungkin berasal-juga tidak diimpor (lihat di atas)-limbah plastik kota-kota pesisir [190] serta dari sungai (dengan 1.000 sungai teratas yang diperkirakan oleh satu studi 2021 untuk menyumbang 80% dari global tahunan global global tahunan global tahunan global tahunan global emisi). [193] Kedua sumber ini dapat saling terkait. [194] Sungai Yangtze ke Laut Cina Timur diidentifikasi oleh beberapa penelitian yang menggunakan bukti pengambilan sampel sebagai sungai pemancar plastik tertinggi (sampel), [111] [195] berbeda dengan studi 2021 yang disebutkan di peringkat 64. [193 ] Intervensi manajemen di tingkat lokal di daerah pesisir ditemukan sangat penting untuk keberhasilan global mengurangi polusi plastik. [196](see above) – plastic waste of coastal cities[190] as well as from rivers (with top 1000 rivers estimated by one 2021 study to account for 80% of global annual emissions).[193] These two sources may be interlinked.[194] The Yangtze river into the East China Sea is identified by some studies that use sampling evidence as the highest plastic-emitting (sampled) river,[111][195] in contrast to the beforementioned 2021 study that ranks it at place 64.[193] Management interventions at the local level at coastal areas were found to be crucial to the global success of reducing plastic pollution.[196] Ada satu global, pembelajaran mesin interaktif- dan berbasis pemantauan satelit, peta situs limbah plastik yang dapat membantu mengidentifikasi siapa dan di mana salah mengelola limbah plastik, membuangnya ke lautan. [197] [198] Menurut negara/wilayahAlbaniaPada Juli 2018, Albania menjadi negara pertama di Eropa yang melarang kantong plastik ringan. [199] [200] [201] Menteri Lingkungan Albania Blendi Klosi mengatakan bahwa bisnis mengimpor, memproduksi atau memperdagangkan kantong plastik kurang dari 35 mikron risiko ketebalan menghadapi denda antara 1 juta hingga 1,5 juta LEK (€ 7.900 hingga € 11.800). [200] AustraliaDiperkirakan bahwa setiap tahun, Australia memproduksi sekitar 2,5 juta ton limbah plastik setiap tahun, yang sekitar 84% berakhir sebagai tempat pembuangan sampah, dan sekitar 130.000 ton kebocoran limbah plastik ke lingkungan. [202] Enam dari delapan negara bagian dan wilayah pada Desember 2021 berkomitmen untuk melarang berbagai plastik. Target Pengemasan Nasional Pemerintah Federal menciptakan tujuan menghapus plastik sekali pakai yang terburuk pada tahun 2025, [203] dan di bawah Rencana Plastik Nasional 2021, [204] telah berkomitmen "untuk menghapus pengisian longgar dan dibentuk kemasan polystyrene oleh Juli 2022, dan berbagai produk lainnya pada bulan Desember 2022. [203] KanadaPada tahun 2022 Kanada mengumumkan larangan memproduksi dan mengimpor plastik penggunaan tunggal dari Desember 2022. Penjualan barang -barang tersebut akan dilarang mulai Desember 2023 dan ekspor dari tahun 2025. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau berjanji untuk melarang plastik penggunaan tunggal masuk 2019. [205] CinaCina adalah konsumen terbesar plastik sekali pakai. [50] Pada tahun 2020 Cina menerbitkan rencana untuk memotong 30% limbah plastik dalam 5 tahun. Sebagai bagian dari rencana ini, tunggal penggunaan kantong plastik dan sedotan akan dilarang [206] [207] Uni EropaPada 2015 Uni Eropa mengadopsi arahan yang membutuhkan pengurangan dalam konsumsi kantong plastik penggunaan tunggal per orang menjadi 90 pada tahun 2019 dan hingga 40 pada tahun 2025. [208] Pada bulan April 2019, UE mengadopsi arahan lebih lanjut yang melarang hampir semua jenis plastik penggunaan tunggal, kecuali botol, dari awal tahun 2021. [209] [210] Pada 3 Juli 2021, Petunjuk Plastik Penggunaan Single UE (SUPD, EU 2019/904) mulai berlaku di negara-negara anggota UE. Arahan ini bertujuan untuk mengurangi polusi plastik dari plastik sekali pakai sekali pakai. Ini berfokus pada 10 plastik sekali pakai yang paling umum ditemukan di pantai, yang merupakan 43% dari serasah laut (alat pancing 27% lainnya). Menurut Petunjuk SUP, ada larangan: kuncup kapas plastik dan tongkat balon; piring plastik, peralatan makan, pengaduk dan sedotan; Styrofoam Minuman dan Kemasan Makanan (F.E. Cangkir sekali pakai, makanan satu orang); Produk yang terbuat dari plastik yang dapat didegradasi oxo, yang terdegradasi menjadi mikroplastik. Filter rokok, cangkir minum, tisu basah, handuk sanitasi dan tampon menerima label yang menunjukkan produk berisi plastik, yang termasuk dalam sampah, dan serasah memiliki efek negatif pada lingkungan. [211] [212] IndiaPemerintah India memutuskan untuk melarang plastik penggunaan tunggal dan mengambil sejumlah langkah untuk mendaur ulang dan menggunakan kembali plastik, mulai 2 Oktober 2019 [213] Kementerian Air Minum dan Sanitasi, Pemerintah India, telah meminta berbagai departemen pemerintah untuk menghindari penggunaan botol plastik untuk menyediakan air minum selama pertemuan pemerintah, dll., Dan sebagai gantinya membuat pengaturan untuk menyediakan air minum yang tidak menghasilkan limbah plastik . [214] [215] Negara bagian Sikkim telah membatasi penggunaan botol air plastik (dalam fungsi dan pertemuan pemerintah) dan produk Styrofoam. [216] Keadaan Bihar telah melarang penggunaan botol air plastik dalam pertemuan pemerintah. [217] The 2015 National Games of India, yang diselenggarakan di Thiruvananthapuram, dikaitkan dengan protokol hijau. [218] Ini diprakarsai oleh misi Suchitwa yang ditujukan untuk tempat-tempat "nol-limbah". Untuk membuat acara "bebas sekali pakai", ada larangan penggunaan botol air sekali pakai. [219] Acara ini menyaksikan penggunaan peralatan makan yang dapat digunakan kembali dan gelas baja stainless. [220] Atlet diberi labu baja isi ulang. [221] Diperkirakan bahwa praktik hijau ini menghentikan generasi 120 ton limbah sekali pakai. [222] Kota Bangalore pada tahun 2016 melarang plastik untuk semua tujuan selain untuk beberapa kasus khusus seperti pengiriman susu dll. [223] Negara Bagian Maharashtra, India mempengaruhi produk plastik dan termokol Maharashtra Ban 23 Juni 2018, menundukkan pengguna plastik untuk denda dan potensi pemenjaraan untuk pelanggar berulang. [224] [225] Pada tahun 2022 India telah mulai menerapkan larangan luas negara pada berbagai jenis plastik. Ini juga diperlukan untuk mencapai target iklim negara karena dalam produksi plastik digunakan lebih dari 8.000 aditif, sebagian dari mereka adalah ribuan kali lebih banyak gas rumah kaca yang lebih kuat daripada CO2. [226] IndonesiaDi Bali, salah satu dari banyak pulau Indonesia, dua saudara perempuan, Melati dan Isabel Wijsen, melakukan upaya untuk melarang kantong plastik pada tahun 2019. [227] [228] Pada Januari 2022 Organisasi mereka Bye Bye Plastal Tas telah menyebar ke lebih dari 50 lokasi di seluruh dunia. [229] IsraelDi Israel, dua kota: Eilat dan Herzliya, memutuskan untuk melarang penggunaan kantong plastik dan peralatan makan tunggal di pantai. [230] Pada tahun 2020 Tel Aviv bergabung dengan mereka, melarang penjualan plastik penggunaan tunggal di pantai. [231] KenyaPada Agustus 2017, Kenya memiliki salah satu larangan kantong plastik paling keras di dunia. Denda $ 38.000 atau hingga empat tahun penjara kepada siapa pun yang ketahuan memproduksi, menjual, atau menggunakan kantong plastik. [232] Selandia BaruSelandia Baru mengumumkan larangan banyak jenis plastik penggunaan tunggal yang sulit didekulikan pada tahun 2025. [233] NigeriaPada tahun 2019, Dewan Perwakilan Nigeria melarang produksi, impor dan penggunaan kantong plastik di negara ini. [234] TaiwanPada bulan Februari 2018, Taiwan membatasi penggunaan gelas plastik sekali pakai, sedotan, peralatan dan tas; Larangan ini juga akan mencakup biaya tambahan untuk kantong plastik dan memperbarui peraturan daur ulang mereka dan membidik pada tahun 2030 itu akan sepenuhnya ditegakkan. [232] United KingdomIn January 2019, the Iceland supermarket chain, which specializes in frozen foods, pledged to "eliminate or drastically reduce all plastic packaging for its store-brand products by 2023."[235] As of 2020, 104 communities achieved the title of "Plastic free community" in United Kingdom, 500 want to achieve it.[236] After two schoolgirls Ella and Caitlin launched a petition about it, Burger King and McDonald's in the United Kingdom and Ireland pledged to stop sending plastic toys with their meals. McDonald's pledged to do it from the year 2021. McDonald's also pledged to use a paper wrap for it meals and books that will be sent with the meals. The transmission will begin already in March 2020.[237] United StatesIn 2009, Washington University in St. Louis became the first university in the United States to ban the sale of plastic, single-use water bottles.[238] In 2009, the District of Columbia required all businesses that sell food or alcohol to charge an additional 5 cents for each carryout plastic or paper bag.[239] In 2011 and 2013, Kauai, Maui and Hawaii prohibit non-biodegradable plastic bags at checkout as well as paper bags containing less than 40 percent recycled material. In 2015, Honolulu was the last major county approving the ban.[239] In 2015, California prohibited large stores from providing plastic bags, and if so a charge of $0.10 per bag and has to meet certain criteria.[239] In 2016, Illinois adopted the legislation and established “Recycle Thin Film Friday” in effort toe reclaim used thin-film plastic bags and encourage reusable bags.[239] In 2019, the state New York banned single use plastic bags and introduced a 5-cent fee for using single use paper bags. The ban will enter into force in 2020. This will not only reduce plastic bag usage in New York state (23 billion every year until now), but also eliminate 12 million barrels of oil used to make plastic bags used by the state each year.[240][241] The state of Maine ban Styrofoam (polystyrene) containers in May 2019.[242] In 2019 the Giant Eagle retailer became the first big US retailer that committed to completely phase out plastic by 2025. The first step – stop using single use plastic bags – will begun to be implemented already on January 15, 2020.[243] In 2019, Delaware, Maine, Oregon and Vermont enacted on legislation. Vermont also restricted single-use straws and polystyrene containers.[239] In 2019, Connecticut imposed a $0.10 charge on single-use plastic bags at point of sale, and is going to ban them on July 1, 2021.[239] VanuatuOn July 30, 2017, Vanuatu's Independence Day, made an announcement of stepping towards the beginning of not using plastic bags and bottles. Making it one of the first Pacific nations to do so and will start banning the importation of single-use plastic bottles and bags.[232] Obstruction by major plastic producersThe ten corporations that produce the most plastic on the planet, The Coca-Cola Company, Colgate-Palmolive, Danone, Mars, Incorporated, Mondelēz International, Nestlé, PepsiCo, Perfetti Van Melle, Procter & Gamble, and Unilever, formed a well-financed network that has sabotaged for decades government and community efforts to address the plastic pollution crisis, according to a detailed investigative report by the Changing Markets Foundation. The investigation documents how these companies delay and derail legislation so that they can continue to inundate consumers with disposable plastic packaging. These large plastic producers have exploited public fears of the COVID-19 pandemic to work toward delaying and reversing existing regulation of plastic disposal. Big ten plastic producers have advanced voluntary commitments for plastic waste disposal as a stratagem to deter governments from imposing additional regulations.[244] Deception of the public about recyclingAs early as the early 1970s, petrochemical industry leaders understood that the vast majority of plastic they produced would never be recycled. For example, an April 1973 report written by industry scientists for industry executive states that sorting the hundreds of different kinds plastic is "infeasible" and cost-prohibitive. By the late 1980s, industry leaders also knew that the public must be kept feeling good about purchasing plastic products if their industry was to continue to prosper, and needed to quell proposed legislation to regulate the plastic being sold. So the industry launched a $50 million/year corporate propaganda campaign targeting the American public with the message that plastic can be, and is being, recycled, and lobbied American municipalities to launch expensive plastic waste collection programs, and lobbied U.S. states to require the labeling of plastic products and containers with recycling symbols. They were confident, however, that the recycling initiatives would not end up recovering and reusing plastic in amounts anywhere near sufficient to hurt their profits in selling new "virgin" plastic products because they understood that the recycling efforts that they were promoting were likely to fail. Industry leaders more recently have planned 100% recycling of the plastic they produce by 2040, calling for more efficient collection, sorting and processing.[245][246] Tindakan untuk menciptakan kesadaranhari BumiPada tahun 2019, The Earth Day Network bermitra dengan Keep America yang indah dan Hari Pembersihan Nasional untuk pembersihan Hari Bumi Nasional perdana. Pembersihan diadakan di 50 negara bagian, lima wilayah AS, 5.300 lokasi dan memiliki lebih dari 500.000 sukarelawan. [247] [248] Hari Bumi 2020 adalah peringatan 50 tahun Hari Bumi. Perayaan akan mencakup kegiatan seperti pembersihan global yang hebat, ilmu warga, advokasi, pendidikan, dan seni. Hari Bumi ini bertujuan untuk mendidik dan memobilisasi lebih dari satu miliar orang untuk tumbuh dan mendukung generasi aktivis lingkungan berikutnya, dengan fokus utama pada limbah plastik [249] [250] Hari Lingkungan DuniaSetiap tahun, 5 Juni diamati sebagai Hari Lingkungan Dunia untuk meningkatkan kesadaran dan meningkatkan tindakan pemerintah tentang masalah mendesak. Pada tahun 2018, India menjadi tuan rumah Hari Lingkungan Dunia ke-43 dan temanya adalah "mengalahkan polusi plastik", dengan fokus pada plastik sekali pakai atau sekali pakai. Kementerian Lingkungan Hidup, Hutan, dan Perubahan Iklim India mengundang orang untuk mengurus tanggung jawab sosial mereka dan mendesak mereka untuk mengambil perbuatan baik hijau dalam kehidupan sehari -hari. Beberapa negara bagian mempresentasikan rencana untuk melarang plastik atau secara drastis mengurangi penggunaannya. [251] Aksi lainnyaPada 11 April 2013 untuk menciptakan kesadaran, seniman Maria Cristina Finucci mendirikan State Patch Garbage di UNESCO [252] Markas Besar di Paris, Prancis, di depan Direktur Jenderal Irina Bokova. Ini adalah yang pertama dari serangkaian peristiwa di bawah perlindungan UNESCO dan Kementerian Lingkungan Hidup Italia. [253] Lihat juga
Catatan
Referensi
Sumber
Bacaan lebih lanjut
Tautan eksternal
Negara mana yang memiliki polusi plastik tertinggi?Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat yang diperkirakan pada tahun 2022 bahwa masuknya plastik di seluruh dunia ke laut adalah 8 juta metrik ton plastik per tahun.... Total Pencemar Limbah Plastik .. Negara mana yang menghasilkan plastik terbanyak?China saat ini adalah produsen plastik terbesar di dunia, dengan sekitar 31% dari keseluruhan produksi plastik di seluruh dunia (Gambar 1).China juga merupakan pengekspor plastik terbesar. is currently the world's largest producer of plastics, with around 31% of the overall production of plastics worldwide (Figure 1). China is also the biggest exporter of plastics.
Apa 5 industri penghasil limbah plastik teratas?Krisis limbah plastik tumbuh setiap tahun ... ExxonMobil menyumbang 5,9% dari total limbah plastik penggunaan tunggal .. Dow 5,6%. Sinopec 5,3%. Indorama usaha 4,6%. Saudi Aramco 4,3%. Petrochina 4%. Lyondellbasell 3,9%. Reliance Industries 3.1%. |