Metode dakwah adalah cara atau wasilah (perantara) dalam menyampaikan seruan dan ajakan ke jalan Allah SWT (syariat Islam).
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
1. Hikmah.
2. Mauidhah hasanah
Mauidhah hasanah adalah berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, lemah-lembut, sopan, santun, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.
3. Mujadalah
Mujadalah yaitu berdakwah dengan cara dialog, bertukar pikiran, dan membantah dengan cara sebaik-baiknya, argumentasi yang kuat, mengemuakan dalil aqli (logika) dan naqli (nash Quran dan hadits), dengan tidak memberikan tekanan-tekanan dan tidak pula dengan menjelekkan yang menjadi mitra dakwah.
Yang dimaksud "jalan Tuhanmu (Allah)" (sabili robbika) di sini ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Allah SWT dalam ayat ini meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Kedua, Allah SWT menjelaskan agar dakwah itu dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti: a. Pengetahuan tentang rahasia dari faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keadaannya. b. Perkataan yang tepat (efektif) dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batal atau syubhat (meragukan). c. Kenabian mengetahui hukum-hukum Alquran, paham Alquran, paham agama, takut kepada Allah, benar perkataan dan perbuatan. Artinya yang paling tepat dan dekat kepada kebenaran ialah arti yang pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yang mana pengetahuan itu memberi manfaat. Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenan dengan rahasia, faidah, dan maksud dari wahyu Ilahi, suatu pengetahuan yang cukup dari da'i, tentang suasana dan keadaan yang meliputi mereka, pandai memilih bahan-bahan pelajaran agama yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap jiwa mereka, sehingga mereka tidak merasa berat dalam menerima ajaran agama, dan pandai pula memilih cara dan gaya menyajikan bahan-bahan pengajian itu, sehingga umat mudah menerimanya. Ketiga, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dilakukan dengan metode pengajaran yang baik (mauidhah hasanah), yang diterima dengan lembut oleh hati manusia, tapi berkesan di dalam hati mereka. Tidaklah patut jika pengajaran dan pengajian itu selalu menimbulkan pada jiwa manusia rasa gelisah cemas dan ketakutan. Orang yang jatuh karena dosa, disebabkan jahilnya atau tanpa kesadaran, tidaklah wajar kesalahan-kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka sehingga menyakitkan hatinya. Khotbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk menjinakkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan.
Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, Rasulullah Saw menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan, dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian tidak terjadi kebosanan yang disebabkan urutan-urutan pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan. Keempat, Allah SWT menjelaskan, jika terjadi perbantahan atau perdebatan, maka hendaklah melakukan bantahan dengan argumentasi atau perbantahan yang baik. Tidaklah baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaliknya, hendaklah diciptakan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan hati yang puas. Suatu perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat jiwa manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, tahan harga diri, sifat-sifat tersebut sangat peka.Lawan berdebat supaya dihadapi demikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT. Kelima, Allah SWT menjelaskan ketentuan akhir dan segala usaha dan perjuangan itu pada Allah. Hanya Allah sendiri yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukanlah orang lain ataupun dai itu sendiri.
Dan diturunkan ketika Hamzah gugur dalam keadaan tercincang, ketika Nabi Saw melihat keadaan jenazahnya, lalu beliau Saw bersumpah melalui sabdanya, “Sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu.” Tafsir al-Muyassar (Mujamma’ Raja Fahd arahan Syaikh al-Allamah Dr. Shalih bin Muhammad Alu asy-Syaikh)
Adapun memberi hidayah kepada mereka, maka ini wewenang Allah semata. Dia lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Tafsir Ibnu Katsir:
Pelajaran yang baik itu agar dijadikan peringatan buat mereka akan pembalasan Allah SWT (terhadap mereka yang durhaka). Firman Allah subhanahu wa ta’ala.: …dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik, yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Ayat ini sama pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya: "Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka. (Al-‘Ankabut: 46), hingga akhir ayat. Allah SWT memerintahkan Nabi Saw untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya yang telah Dia perintahkan kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus oleh Allah kepada Fir’aun, yang kisahnya disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya:
Firman Allah : Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya., hingga akhir ayat. Maksudnya, Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan kepastiannya.
Demikian Tiga Cara (Metode) Dakwah - Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 125. Wallahu a'la bish-shawabi. (www.risalahislam.com).* |