DR. Dr. Iwan Dakota SpJP(K), MARS, FIHA,
FESC,FACC, FSCAI, memaparkan tentang misi besar Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, agenda yang kini dirintis untuk memeratakan kualitas layanan jantung komprehensif dari Sabang hingga Merauke hingga akrobat manajemen keuangan yang dilakukan untuk menyelamatkan pasien bayi dan anak dengan kelainan jantung. Show Direktur Utama Pusat Jantung Nasional Harapan Kita itu menerima persi.or.id di ruangannya. Berikut wawancara lengkapnya. Pada berbagai kesempatan, Anda selalu menekankan bahwa kini rumah sakit (RS) yang Anda pimpin berstatus resmi sebagai Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, bisa diceritakan lebih detil? Jadi, kalau kita melihat Pusat Jantung Nasional, juga mempunyai kewajiban dan tugas untuk melakukan pengampuan, pembinaan dan pelatihan dalam pelayanan kardiovaskular. Tugas kami adalah pelayanan, pendidikan, dan penelitian. Oleh karena itu, kami punya Indonesia Cardivascular Research Center Nah apa sih tugas sebagai Pusat Jantung Nasional? Pertama, melakukan pengampuan, pembinaan termasuk juga meningkatkan kompetensi SDM dengan kegiatan pelatihan bahkan sekaligus juga melakukan penelitian bersama jejaring. Jejaring yang ada sekarang, ada dua jenis. Pertama, yang sudah mempunyai kemampuan operasi bedah jantung terbuka, ada 14 di seluruh Indonesia, terdiri atas RS milik pemerintah baik pusat maupun daerah, RS TNI serta RS Polri, mulai Aceh hingga Papua, di antaranya Aceh, Medan, Pekanbaru, Padang, Palembang, hingga di Pulau Jawa, yaitu RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta, RSUP. Dr. Kariadi Semarang, RSUP Sanglah di Bali, RSUD Dr Moewardi Solo serta RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Selain itu juga ada RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang masuk dalam jejaring pembinaan kita. Di luar 14 RS itu, ada 10 RS yang masih belum dapat melakukan operasi bedah jantung terbuka tapi sudah mampu melakukan tindakan canggih berupa intervensi non bedah atau minimal invasif serta cath lab untuk melakukan pemasangan ring. Jadi total ada 24 RS yang kita bina. Pada 2018, pemerintah menambahkan dua RS untuk dijadikan jejaring kardiovaskular yaitu RSUD Dr. Soedarso Pontianak Kalimantan Barat serta RSUD Dok II Jayapura, Papua. Tugas ini tentu tidak ringan, yang paling berat, kita bisa bayangkan, saat melakukan pembinaan, misalnya minggu ini kita berangkat ke Aceh, dengan kekuatan tim 14 orang, lalu minggu berikutnya pindah ke RS di Manado. Dalam sebulan itu, harus ada bagian dari tim yang bergerak untuk melakukan pengampuan dan pendampingan. Untuk satu RS, kita bina dua tahun, sampai mereka bisa mandiri. Bagaimana bentuk pengampuan itu? Ada kriteria yang kita terapkan, misalnya setiap bulan mereka minimal melakukan operasi misalnya 4 atau 10, kemudian harus memberikan laporan, bagaimana hasilnya. Pada proses itu juga dilakukan telekonferensi, karena kita harus straight forward, kasus ini oke, bisa dilakukan sendiri, namun ada juga yang harus masih kami dampingi. Kita kan harus mempertahankan kualitas. Kalau tidak, mortalitas tinggi, hasil nggak begitu bagus, masyarakat nggak akan percaya. Untuk kasus-kasus yang tergolong kompleks di tahapan pengampuan, mohon maaf, pasien RS yang kami bina, harus kirim ke Jakarta. Kami sangat menjaga trust masyarakat terhadap kemampuan RS melakukan operasi. Apa yang melatari Pusat Jantung
Nasional melakukan pengampuan dalam lingkup nasional? Masalahnya adalah, pertama harus ada pemerataan pelayanan, kalau dibiarkan hanya ada Pusat Jantung Nasional yang mampu, berarti semua orang harus dikirim ke sini, dari seluruh Indonesia. Anda tahu berapa waktu tunggu untuk operasi di kita? Untuk dewasa mungkin enam bulan sedangkan pediatrik, pasien penyakit jantung bawaan anak, itu dua tahun, kalau itu terus dibiarkan, ketika saya panggil pasien tiga bulan lagi, sudah pada meninggal semua. Sehingga yang kita kerjakan adalah empowering, melakukan penguatan RS daerah agar mereka mampu. Tujuannya, agar tidak terpusat, nggak semua kasus pasien harus dikirim ke Harapan Kita. Kedua, masyarakat di daerah akan lebih senang jika keluarganya dioperasi di daerah sendiri karena biaya lebih murah karena orang sakit itu kan pasti didampingi. Itu dampak sosial ekonominya. Ketiga, faktor aksesibilitas, semua masyarakat Indonesia harus memiliki akses terhadap layanan kardiovaskular, harus ada pemerataan dan penyebaran. Untuk mewujudkan itu, dari segi fasilitas gampang banget, satu tahun beres semua di seluruh Indonesia. Tapi, bagaimana dengan SDM-nya? Itu yang paling susah, makanya kami selenggarakan pendidikan dan pelatihan. Semua dokter bedah jantung di seluruh Indonesia harus pendidikan dan dilatih di sini, bahkan yang sudah selesai menjalani pelatihan pun, harus terus diperbaharui kemampuannya. Kami monitor terus proses ini, kalau mortalitasnya tinggi, kita bilang setop dan dokter harus refresh lagi di sini, kami lakukan terus audit medik. Mengapa Pusat Jantung Nasional mampu melakukan semua itu? Karena loading case di sini banyak, dalam satu hari minimal ada 14 tindakan, sehingga ada 4.000 kasus operasi per tahun di sini serta variasi kasus-kasus lainnya, baik itu pada dewasa maupun anak. Bagaimana dengan pemahaman yang ingin Anda berikan pada masyarakat terhadap keberadaan Pusat Jantung Nasional? Namun, di sini kami juga memiliki gedung delapan lantai, yang merawat anak-anak dan bayi yang lahir dalam kondisi biru, yang harus dioperasi saat itu juga. Penyakit jantung bawaan itu di antaranya kelainan struktur, pembuluh darah tertukar antara arteri dengan vena. Belum lagi penyakit jantung katup dewasa dan remaja serta penyakit jantung hipertensi, mungkin koronernya nggak apa-apa tapi jantungnya bengkak, orangnya nggak bisa jalan jauh. Untuk penyakit jantung bawaan, saya berani bicara, mayoritas 90% kasusnya dikerjakan di sini, hanya nol koma sekian persen yang dikerjakan di RS lain, sehingga waktu tunggunya bisa sampai dua tahun. Saya cuma ingin membuka paradigma, Pusat Jantung Nasional bukan semata RS, kami memberikan kontribusi untuk pelayanan dan pendidikan untuk seluruh Indonesia. Jadi dibutuhkan dua tahun untuk memastikan RS yang dibina tersebut sudah kompeten? Di tahap awal mereka yang datang ke sini, kemudian laporan wajib dilakukan setiap bulan, kita lakukan audit medik. Syaratnya, kualitas yang mereka lakukan harus sama dengan yang kita lakukan di sini sehingga nantinya di seluruh Indonesia kita harapkan sama, untuk itu diperlukan quality control untuk tindakan-tindakan. Mengapa hingga kini waktu tunggu penanganan, terutama pada pasien anak di Pusat Jantung Nasional masih terhitung lama, yang menandakan pemerataan kemampuan di daerah masih rendah? Belum lagi, sebelum dioperasi pasien harus diberikan obat yang sangat mahal, ada yang sekali suntik itu Rp5 juta, untuk mempertahankan sampai dia dioperasi seminggu atau sebulan kemudian. Di RS kami, pediatric cardiac surgeon ada lima orang dan di seluruh indonesia total kurang dari 10. Muncul pertanyaan, kenapa semua dibebankan ke RS Jantung Harapan Kita? Karena, RS-nya nggak mau melakukan tindakan tersebut, karena pertama membutuhkan teknologi tinggi, SDM-nya, termasuk perawatnya, juga harus khusus untuk itu. Bagaimana dengan dukungan pembiayaan dari BPJS Kesehatan? Kenapa? Itu cerita lama, karena dari zaman case mix dulu sampai Indonesia Case Based Groups (INA CBG’s) sekarang, biayanya tidak terkeluarkan dari mana-mana, sehingga diambil perkiraan rata-rata biaya tindakan yang dinilai equal. Itu sampai sekarang nggak diubah. Kalau mau jujur, prosedur bedah jantung anak Norwood itu biaya bisa sampai 1 miliar, itu operasi jantung pediatrik yang paling susah dilakukan, angka keberhasilannya juga nggak begitu tinggi, tapi kami lakukan di sini untuk menyelamatkan pasien. Belum lagi, ada obat-obatan tertentu yang harus diberikan sembari menunggu tindakan berikutnya. Biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan itu tidak sesuai dengan unit cost. Sehingga ini bisa dibilang proyek tekor kesohor untuk RS Jantung Harapan Kita, kami lebih banyak ruginya sekarang tapi show must go on! Operasi jantung anak itu tidak ada yang simple, jarang sekali yang operasinya hanya satu kali, tindakan harus dilakukan hingga tiga kali, karena harus tunggu sampai besar sedikit ukuran jantungnya. Jadi, lebih rumit dibandingkan kasus jantung dewasa seperti PJK. Belum lagi ada beberapa tindakan yang bedah kardiologi terbuka yang memerlukan obat-obatan, yang mahal sekali dan tidak ada tercantum dalam sistem tarif BPJS Kesehatan. Hingga kini sistem itu belum pernah direvisi, itu yang menyebabkan RS-RS lain nggak mau melakukan prosedur itu, selain karena alasan tenaganya nggak punya, pembayaran BPJS Kesehatan juga tidak sesuai dengan unit cost, sudah begitu, lama pula dibayar. Tindakan apa yang sudah dilakukan Pusat Jantung Nasional untuk mengatasi masalah ini? Terkait ini, ada cerita lucu, salah satu CEO RS swasta berkata pada saya, kasus di RS Jantung Harapan Kita itu banyak, sebagian kasih dong ke kita! Oke, saya tawarkan kasus pediatrik, dia lalu bilang, jangan dong rugi, kasus dewasa saja. Saya bilang, kalau memang mau sharing, ya pada kasus-kasus operasi pediatrik kardiologi, sehingga bisa mengurangi waktu tunggu dan beban Pusat Jantung Nasional. Jadi, langkah Pusat Jantung Nasional untuk mengatasi penumpukkan kasus-kasus sulit, termasuk pediatrik ini? Ketiga, kita himbau teman-teman dokter bedah jantung terutama, juga kardiolog lainnya untuk mau disebar ke seluruh Indonesia. Jangan maunya numpuk di Jawa dan beberapa Sumatera, sehingga kita bisa melakukan tindakan pemerataan pelayanan di seluruh Indonesia. Jadi, kita tidak hanya memikirkan RS ini saja, tapi RS di seluruh Indonesia. Dengan ketidaksesuaian tarif dengan unit cost tadi, bagaimana
Anda menyikapinya dalam mengelola keuangan Pusat Jantung Nasional? Untuk menutupnya, pertama dari tindakan lain yang memungkinan RS mendapat penerimaan lebih. Kedua, kita juga mendapat dana CSR dari perusahaan swasta, Yayasan Jantung Indonesia dan bantuan pihak-pihak ketiga lainnya yang tidak mengikat. Aplikasi penggalangan dana publik juga bisa masuk ke kami, karena dulu pernah masuk bantuan dari stasiun televisi swasta yang membuka donasi. Seharusnya dengan posisi strategis Pusat Jantung Nasional, urusan penyesuaian tarif ini lancar ya? Bagaimana dengan
dukungan pemerintah daerah? Support dari pemda ini paling krusial, mereka mau mengupayakan dokter bedah di wilayahnya, memberikan fasilitas, sehingga dokternya betah. Pemberian beasiswa juga bisa dilakukan, dokter yang kemudian tugas belajar, tapi ketika mereka sudah selesai, harusnya diberikan perhatian oleh pemdanya. Ada beberapa kasus, di sejumlah daerah, dokter bedah jantungnya nggak betah di sana, tiga bulan ke luar, kami ikut prihatin. Jika mau mengembangkan dokter bedah di daerah, berikan fasilitas, basiswa, dan jika mereka sudah selesai, berikan perhatian. Namun tentunya, jangan semua urusan dibebankan kepada Pusat Jantung Nasional. Semua stake holder harus terlibat, termasuk pemda setempat. Kebutuhan untuk pemerataan ini, mungkin tidak banyak yang memikirkan, tapi Pusat Jantung Nasional memikirkannya, misalnya RS DOK 2 Papua, harus ada solusi untuk masyarakat di sana, mencari solusi untuk keberadaan dokter bedah jantung, ini jadi concern kami. Bagaimana dengan sejarah yang melatari Pusat
Jantung Nasional serta pergerakannya membantu RS-RS lain? Waktu itu RS masih dimiliki Yayasan Harapan Kita, baru pada 1998 diserahkan penuh kepada pemerintah dan karyawannya PNS. Bangunan fisik diserahkan penuh pada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan, waktu itu selain Harapan Kita belum ada RS lain yang intens melakukan tindakan operasi jantung. Sehingga, pada tahap awal, dokter-dokter bedah di sini secara pribadi menjalin koneksi ke daerah, ke Padang, juga kota-kota lain. Mereka mengajari dokter-dokter di daerah walaupun saat itu belum ada perintah khusus. Mereka bilang, oke saya bantu lakukan operasi, jadi sifatnya voluntary. Itu terjadi dari 1985 hingga 2000-an. Sehingga selanjutnya kami membuat kegiatan itu dilakukan institusi. Kami menentukan RS mana yang perlu kita bina, prioritasnya RS pemerintah, karena yang melayani masyarakat banyak dengan jaminan dari Askes saat itu. Bahkan, kalau kami membina di daerah, bukan cuma orangnya, namun peralatan pun dipinjamkan di sana. Heart lungs machine, mesin jantung paru yang menggantikan kerja jantung dan paru ketika operasi milik kami sempat digunakan di RSHS, Padang dan Palembang hingga satu tahun lebih. Saat itu mereka belum mampu membeli karena memang mahal, hingga Rp1 miliar, hingga kemudian mereka mampu membeli dengan uang dari Pemda atau dari Kementerian Kesehatan, semua itu dilakukan karena show must go on. Bahkan, tenaga yang kami kirim bisa tinggal sementara di sana, karena pascaoperasi itu pasien masih perlu pemantauan dan juga harus mengajari dokter di sana. Jadi saya kira nggak begitu banyak RS di Indonesia yang melakukan proses seperti kami, secara terstruktur, terjadwal, menjangkau dari Sabang hingga ke Marauke. Target Pusat Jantung Nasional ke depan? Maka proses pengampuan itu kami monitor dan evaluasi terus, jika ada kekurangan, kami segera dampingi. Jika ada kasus sulit, kita ke sana untuk melakukan operasi. Jika semua proses berlangsung mulus, semua RS akan mandiri. Target kami, semua RS milik pemerintah di tingkat provinsi, harus dapat melakukan operasi bedah jantung terbuka sehingga bisa disebut pelayanan jantung komprehensif, baik nonbedah hingga bedah jantung. Kapan target itu bisa terealisasi? Sehingga kalau ditanya, bisa nggak sih terealisasi 10 tahun ke depan? Nggak bisa, karena membina 14 RS jejaring untuk melakukan bedah jantung terbuka itu lebih dari 10 tahun prosesnya, dari 1985 sampai sekarang. Itu baru bisa optimal di 14 RS, dengan kemampuan berbeda-beda. Ada yang harus di-refresh lagi, karena sebagian dokter belum mampu melakukan operasi bypass, baru bisa bedah katup saja. Karena permasalahan jantung itu kompleks, banyak tindakan intervensi. Saya mempunyai prediksi dalam 20 tahun ke depan, setiap provinsi, dari Sabang sampai Merauke, harusnya memiliki kemampuan mempunyai pelayanan jantung terpadu yang komprehensif termasuk bedah. Pengertian komprehensif itu pelayanan yang tidak hanya mencakup poliklinik, perawatan ICU, cathlab atau pemasangan stent saja. Karena, ada kasus-kasus tertentu yang tidak bisa diatasi dengan makan obat sehingga harus diatasi dengan tindakan operasi. Contohnya yang paling gampang, adalah operasi jantung anak, tentu tidak cukup diatasi dengan obat kalau kasusnya adalah arteri yang tertukar, atau ruang jantung yang normalnya 4 namun pada anak tertentu hanya punya dua. Sehingga, harus ada tindakan korektif secara mekanis, mungkin anatominya harus diubah, yang memang agak susah. Proses ini yang kami lagi rintis, agar di semua provinsi, SOP, panduan praktik klinis (PPK), clinical pathway, key performace indicator-nya semuanya sama. Tingkat mortalitasnya harus dibawah 5%, agar trust masyarakat bisa didapat. Sehingga, jika terdapat kasus-kasus sulit, kami bilang jangan dikerjakan, kirim ke Pusat Jantung Nasional atau panggil kami. Trust masyarakat yang penting. Kami mengambil peran di sini karena nggak banyak yang memprioritaskan agenda itu. Bagaimana dengan sorotan terhadap besarnya klaim kasus jantung pada BPJS Kesehatan? Nah yang menjadi pertanyaan mengapa sampai begitu besar? Memang penyakit jantung agak unik, biayanya besar karena memerlukan high tech, high cost. Tindakan yang paling banyak dilakukan, yaitu non bedah, pasang cincin stent, memang high tech, high cost. Tapi, kalau dibandingkan dengan 10 tahun lalu, biayanya jauh lebih rendah. Saya berani mengatakan, komponen yang paling mahalnya adalah alat habis pakai berupa stent itu, sekarang bisa ditekan. Dulu harganya Rp25-30 juta, sekarang cuma Rp6-7 juta, itu yang paling rendah di seluruh Asia Tenggara. Kami mengupayakannya kepada pihak-pihak tertentu, untuk mengurangi cost. Tapi jika ingin fair, lakukan saja audit medik, untuk menentukan apakah ada fraud, tindakan berlebihan. Saya kira Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) sebagai organisasi yang menaungi dokter-dokter jantung yang melakukan tindakan itu sudah menyatakan, semua tindakan harus didasarkan atas indikasi medisnya, evidence based medicine. Sudah ada guidelines clinical pathway, PPK yang mengatur sampai berapa hari pasien harus dirawat. Itu jelas sekali, kalau ada deviasi terhadap clinical pathway, harus diaudit. Khusus untuk Pusat Jantung Nasional, kami juga memiliki guidelines sebagai RS pendidikan untuk jantung. Tentu saja kami mengedepankan evidence based medicine, segala sesuatu bisa diaudit. Saran kami, patuhi saja PPK. Bicara tentang keluarga, saudara kandung Anda, Tito Karnavian kini menjadi Menteri Dalam Negeri, ada yang menjadi dokter juga Dr Fifa Argentina SpKK serta Prof Dr Diah Natalisa MBA adalah Deputi Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Bagaimana kiat orang tua Anda membesarkan anak-anaknya hingga menjadi figur-figur yang berkontribusi besar pada Indonesia? Orang tua kami dari keluarga biasa saja, mereka bilang tidak bisa memberikan harta, tapi mereka selalu memberikan pendidikan terbaik, sekolah terbaik. Ayah saya seorang wartawan senior di Palembang, Sumatera Selatan. Dia selalu bilang, tidak bisa memberikan warisan harta tapi berkomitmen memberikan pendidikan dasar terbaik, karena modal utama adalah pendidikan yang bisa memberikan semangat untuk berkompetisi. Anda masih praktik? Divisi Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vasluler FKUI-Pusat Jantung Nasional Harapan Kita terdiri atas sembilan divisi, antara lain Klinikal Kardiologi, Non Invasif, Invasif, Pencitraan /Imaging Nuklir, Pediatrik, Geriatrik, EKG/Elektro Fisiologi, Vaskuler serta Prev. Rehab. Spesialis yang kemudian mendalami vaskuler pada masa saya belajar jarang sekali, padahal seorang Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah berarti harus menguasai soal vaskuler yang ada di tubuh kita dari ujung kepala sampai kaki, dari aorta sampai ke cabang-cabangnya, termasuk vena. Tindakan untuk varises itu bagian dari vaskuler, termasuk kami yang mengerjakan ablasi pada varises. Bagaimana kiat untuk memiliki jantung yang sehat? Kadang orang yang sudah pasang cincin karena penyempitan, kembali merokok karena merasa sudah bebas, nyatanya muncul penyumbatan kembali di tempat yang sama. Jadi, harus berhenti total! Faktor tertinggi penyempitan berulang adalah diabetes dan rokok. Jadi penyakit jantung memang berbahaya tapi bisa dicegah, kontrol faktor risiko! Lakukan juga pemeriksaan kesehatan, mulai usia 40 tahun itu wajib, lakukan berkala untuk skrining penyakit jantung. Lakukan untuk mencegah serangan, jika sudah ada serangan, nggak akan bermanfaat banyak. Nama Anda unik, inspirasinya dari mana? News & World Report AS merilis daftar rumah sakit terbaik untuk kardiologi dan bedah jantung 26 Juli, dengan Klinik Cleveland, Mayo Clinic dan Cedars-Sinai Medical Center mempertahankan status tiga besar mereka. Peringkat tersebut melibatkan 800 rumah sakit dan menamai 50 teratas untuk perawatan jantung, termasuk prosedur dada utama dan merawat pasien dengan penyakit kardiovaskular. & NBSP; Dibandingkan dengan peringkat 2021, daftar 2022 menabrak UCLA Medical Center yang berbasis di Los Angeles, yang berada di tempat ketujuh tahun lalu. Rumah Sakit Memorial Northwestern yang berbasis di Chicago beringsut beberapa tempat berada di 10 besar. 10 rumah sakit teratas untuk kardiologi, menurut berita A.S: 1. Klinik Cleveland 2. Mayo Clinic (Rochester, Minn.) & NBSP; 3. Pusat Medis Cedars-Sinai (Los Angeles) & NBSP; 4. Rumah Sakit NewYork-Presbyterian dan Cornell (New York City) & NBSP; 5. NYU Langone Hospitals (New York City) & NBSP; 6. Rumah Sakit Gunung Sinai (Kota New York) & NBSP; 7. Rumah Sakit Umum Massachusetts (Boston) & NBSP; 8. Rumah Sakit Memorial Northwestern (Chicago) 9. Stanford (California) Rumah Sakit Perawatan Kesehatan-Stanford 10. Rumah Sakit Brigham and Women (Boston) 50 teratas dapat ditemukan di sini.
Siapa ahli jantung terbaik di dunia 2022?Dr Mark Urman bernama 2022 Super Doctor® - 14 tahun berturut -turut pengakuan. Kami dengan bangga mengumumkan bahwa untuk tahun keempat belas berturut-turut, ahli jantung Cedars-Sinai Heart Mark K. Urman, MD, FACC, Fase, Faha telah dinamai rekan-rekannya lagi untuk dimasukkan dalam daftar Super Doctors®. Named 2022 Super Doctor® – 14 Straight Years of Recognition. We are proud to announce that for the fourteenth consecutive year, Cedars-Sinai Heart Institute cardiologist Mark K. Urman, MD, FACC, FASE, FAHA has been named by his peers again for inclusion in the Super Doctors® List.
Dimana dokter jantung terbaik di AS?10 Rumah Sakit Terbaik untuk Kardiologi, Bedah Jantung Diperingkat oleh US News.. Klinik Cleveland .. Mayo Clinic (Rochester, Minn.). Pusat Medis Cedars-Sinai (Los Angeles). NewYork-Presbyterian Hospital-Columbia dan Cornell (New York City). NYU Langone Hospitals (New York City). Rumah Sakit Gunung Sinai (Kota New York). Siapa Kardiolog Terbaik Dunia?Dr.Trehan dianggap sebagai salah satu ahli bedah jantung terbaik di dunia.Dia telah melakukan lebih dari 48.000 operasi jantung.Sejak 1991, ia telah bekerja sebagai ahli bedah pribadi Pranab Mukherjee, mantan presiden India. Trehan is regarded as one of the best cardiac surgeons in the world. He has performed more than 48,000 heart surgeries. Since 1991, he has been working as a personal surgeon of Pranab Mukherjee, former president of India.
Apa rumah sakit jantung nomor satu di Amerika Serikat?Berita A.S. mengevaluasi lebih dari 4.500 rumah sakit AS untuk peringkat rumah sakit terbaik 2022-23.Hanya 164 rumah sakit berada di peringkat setidaknya dalam satu spesialisasi.Sejak 1995, tidak ada rumah sakit lain di Amerika yang mengungguli Klinik Cleveland dalam perawatan jantung.Cleveland Clinic in heart care. |