Umat Islam menguasai sains dan teknologi untuk mencapai kemajuan merupakan pemikiran dari

[www.uinsgd.ac.id] Dekan Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung, Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag yang didampingi oleh Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama, Prof. Dr. H. Moh. Najib, M.Ag. dan mantan Dekan Fakultas Ushuluddin yang menjadi Pembantu Rektor II Bidang Administrasi,  Prof. Dr. H. Muhtar Solihin, M.Ag. menerima kunjungan Wakil Menteri Sains, Riset dan Teknologi Republik Islam Iran, Prof. Dr. Naderin Manesh, Wakil Direktor Departemen Pendidikan Universitas Internasional Almustafa, Qum Iran, Dr. Ali Reza Biniaz dan Temu Ilmiah Internasional tentang Revolusi Sain, Teknologi dan Kemanusiaan di Republik Islam Iran yang bertempat di Aula Fakultas Ushuluddin lantai IV, (Selasa, 19/2)

Dalam sambutanya Rosihon menjelaskan keberadaan Iran Corner memang telah lama berada di Fakultas Ushuluddin, sejak kepemimpinan Prof. Dr. H. Muhtar Solihin, M.Ag., “Pojok Iran ini telah lama ada di Fakultas Ushuluddin. Ya sejak Dekan Prof. Dr. H. Muhtar Solihin, M.Ag. yang selalu memberikan informasi seputar kebudayaan Iran. Adapun kegiatan yang telah dilakukan selama ini, mulai dari kursus bahasa Persia, pemutaran video dan festival kebudayaan Iran,” paparnya.

“Pada kesempatan ini yang akan diinformasikan seputar perkembangan kebudayaan Iran, khususnya berkenaan dengan teknologi dan sains Iran yang sungguh luar biasa, bahkan hasil penelitian dari Kanada menunjukkan 11 lebih cepat perkembangan sains dan teknologi yang terjadi di Iran jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Ini yang membagakan kita semua karena Iran merupakan negara Islam dan bagian dari kita semua,” jelasnya.

Menurut Naderi perkembangan peradaban Islam yang terjadi di Iran dilandasi; “Pertama, Ijtihad yang sungguh-sungguh, kedisiplinan dan semangat yang tinggi dalam mencapai dan belajar ilmu pengetahuan. Kedua, Pandangan dunia yang benar. Tahap ini tidak akan tercapai. Ketiga, Semua yang melandasi itu kemandirian berfikir, tanpa tekanan dari yang lain dan negara manapun,” tegasnya.

Identitas Iran yang mandiri dan tidak tergantung kepada negara lain. “Sudah dibuktikan dengan peradaban Persia dua abad yang lalu yang mandiri dan diakui peradabannya. Pada saat Islam hadir ke Iran bukan menjadi ancaman perabadan, tapi menjadi alternatif yang bisa harmonis. Contoh dari peran Islam dalam peradaban Iran, Sibaweh pakar lingustik Arab dari Iran, Al-Jabar, Ar-Razi, Ibnu Sina, bahkan di sastra Rumi semuanya dari Iran,” paparnya. 

Mengenai kemandirian Naderi menuturkan “Pada saat orang tergantung kepada blok Barat dan Blok Timur. Iran tetap berada di poros tengah, yakni Islam Iran.”

Pada saat terjadi embargo yang besar-besaran terhadap Iran, “Kami tidak gentar dan takut terhadap segala tindakan dan tekanan dari negara manapun, termasuk negara Barat. Ini yang menjadi ciri dan bukti dari kemandirian Iran. Meskipun pada awalnya kita diragukan oleh negara-negara Barat. Baru ketika kami cermerlang dan tampil memukau banyak negara-negara lain untuk ikut andil dengan Iran,” tambahnya.

Ihwal kemajuan teknologi ada prinsip yang harus dipegang para ilmuan. “Apapun yang dibentuk dari uranium dan bisa memusnahkan itu haram hukumnya untuk dilakukan. Meskipun dari ini kita bisa berbuta dan menciptakan apa saja,” pesannya.

“Ketika ahli nuklir Ahmad mati dibunuh orang-orang Barat, empat ribu orang siap untuk menggantikanya. Ini menunjukkan betapa penting dan banyak orang yang ahli nuklir di Iran ini,” jelasnya.

“Kemajuan ini semuanya bukan untuk Iran, tetapi untuk Islam karena islam itu satu,” tegasnya.

Bagi Ali menambahkan “Semua kemajuan peradaban Iran yang diharapkan bisa menjadi masyrakat ideal untuk dijadikan idola masyarakat dunia yang tampil gemilang ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Nabi Muhammad. Masyarakat Iran ini bercermin dari Muhammad yang dalam waktu singkat bisa menguasai dunia dengan pengetahuan dan kebudayaannya,” pungkasnya. [Ibn Ghifarie]

Umat Islam menguasai sains dan teknologi untuk mencapai kemajuan merupakan pemikiran dari

Meskipun Muhammad Rasyid Rida sudah belajar kepada guru-guru sebelumnya.Dalam perjalanan pemikirannya, ia banyak dipengaruhi juga oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah Al-Urwah Al-Wu£qa. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan Al-Afghani di Istanbul, tetapi niat itu tidak terwujud. Sewaktu Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, Muhammad Rasyid Rida mendapat kesempatan untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani ini. Dialog-dialog ilmiah itu meninggalkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Rasyid Rida. Muhammad Rasyid Rida mulai menjalankan ide-ide pembaruan ketika masih berada di Syria. Usaha-usaha itu mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Usmani. Ketika masih berada di Syria, ia merasa terikat dan tidak bebas. Akhirnya, ia berketetapan hati untuk pindah ke Mesir agar dapat dekat dengan Muhammad Abduh. Muhammad Rasyid Rida tiba di Mesir pada bulan Januari 1898. Beberapa bulan kemudian Muhammad Rasyid Rida mulai menerbitkan majalah yang termasyhur berjudul Al-Manar. Isi majalah ini banyak diilhami oleh pemikiran Muhammad Abduh. Pada edisi nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan Al-Manar sama dengan tujuan Al-Urwah Al- Wu£qa. Tujuan tersebut antara lain mengadakan pembaruan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi. Tujuan kedua majalah tersebut yaitu memurnikan tauhid umat Islam dari unsur-unsur ajaran yang bukan Islam, menghilangkan paham fatalisme yang bersarang di tengah kehidupan umat Islam, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam dari permainan politik negara-negara Barat. Beberapa pemikiran Rasyid Rida tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut: 1. Di tengah kehidupan umat Islam harus ditumbuhkan sikap aktif dan dinamis. 2. Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum fatalis, Jabariyah (yaitu kaum yang hanya pasrah pada keadaan). 3. Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa meninggalkan prinsip umumnya. 4. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi untuk mencapai kemajuan. 5. Kemunduran umat Islam disebabkan karena ada banyak unsur ajaran bukan Islam yang sudah masuk terlalu jauh ke dalam ajaran Islam, sehingga ajaran Islam di tengah kehidupan umat Islam tidak murni lagi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemurnian ajaran Islam di tengah kehidupan umat Islam. 117722 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

Oleh: M. Vicky – FST- Teknik Informatika (Pemateri) Saepul Rohman – FITK – Pendidikan Biologi (Moderator)

I’im Umamil Khairi – FST – Teknik Informatika (Notulen)

Photobucket.com/ca

Ilmuwan Muslim berhasil memberikan penemuan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan penerus saat ini.

Rep: Yusuf Assidiq Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Salah satu unsur kejayaan peradaban Islam adalah sains dan teknologi. Bidang ini mengalami beberapa fase, mulai dari kemunculannya, penyebaran, kemajuan, hingga kemunduran. Untuk menunjukkan kemajuan sains dan teknologi Islam pada masa keemasannya, cukuplah kiranya menyebut nama-nama, seperti Jabir bin Hayyan, al-Kindi, al-Khawarizmi, ar-Razi, al-Farabi, at-Tabari, al-Biruni, Ibnu Sina, dan Umar Khayyam. Tak seorang pun, baik di Timur ataupun di Barat, yang meragukan kualitas keilmuan mereka. Lantas, apa faktor-faktor yang menunjang kemajuan sains dan teknologi Islam pada masa lalu itu? Dalam pendahuluan buku Teknologi dalam Sejarah Islam, Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill mengutarakan tujuh faktor kemajuan sains dan teknologi Islam. Ketujuh faktor itu adalah agama Islam, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan, bahasa Arab, pendidikan, penghormatan kepada ilmuwan, maraknya penelitian, dan perdagangan internasional. Pertama adalah agama Islam. Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini memberikan dorongan yang sangat kuat kepada umatnya untuk melakukan pencapaian-pencapaian di bidang sains dan teknologi. Alquran memerintahkan umat Islam agar menggunakan akalnya dalam mengamati hakikat alam semesta. Perintah semacam itu di antaranya termaktub dalam surah Arrum [30] ayat 22; Albaqarah [2] ayat 164; Ali Imran [3] ayat 190-191; Yunus [10] ayat 5; dan al-An'am [6] ayat 97. Firman Allah SWT juga sering disertai pertanyaan afala ta'qilun dan afala tatafakkarun (tidakkah kamu sekalian berpikir). Di samping itu, Islam telah menyatukan seluruh umatnya yang menyebar dari Cina hingga Samudra Atlantik di bawah pengaruh satu bahasa dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, semua orang bebas mengembara ke berbagai kota pusat ilmu pengetahuan, seperti Baghdad, Kairo, Cordoba, dan lain-lain, untuk belajar. Kedua, pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan. Howard R Turner dalam Sains Islam yang Mengagumkan mengatakan bahwa pencapaian di bidang sains dan teknologi sudah menjadi ciri-ciri umum semua dinasti Islam, baik itu dinasti kecil maupun besar. Hampir di setiap kota Islam, ketika itu, terdapat gerakan Arabisasi dan penerjemahan. Di samping itu, juga didirikan akademi-akademi, observatorium, dan perpustakaan. Ketiga, bahasa Arab. Sejak awal pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu pengetahuan dari Yunani dan India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Menurut Al-Hassan dan Hill, para sultan ketika itu sepenuhnya menyadari bahwa tidak mungkin ilmu pengetahuan berkembang di dunia Islam jika ilmu-ilmu tersebut tertulis dalam bahasa non-Arab. Melalui aktivitas terjemahan itu, ilmu pengetahuan menyebar tidak hanya di kalangan penguasa dan intelektual, tetapi juga di masyarakat awam. Melalui penerjemahan itu pula, muncul banyak istilah sains dan teknologi yang baru dari bahasa Arab. Bahkan, bahasa ini dapat dipakai untuk mengekspresikan istilah-istilah ilmu pengetahuan yang paling rumit sekalipun. Keempat, pendidikan. Untuk memacu laju perkembangan ilmu pengetahuan itu, para khalifah mendirikan sekolah-sekolah, lembaga pendidikan tinggi, observatorium, dan perpustakaan. Perpustakaan yang sangat terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah bernama Bayt Al-Hikmah (Rumah Kearifan). Perpustakaan ini, seperti dicatat banyak sejarawan Islam, memberikan sumbangan yang penting dalam penerjemahan karya-karya ilmuwan dari Yunani dan India ke dalam bahasa Arab. Salah seorang penerjemah buku-buku matematika dari Yunani adalah Tsabit bin Qurrah (836-901). Kelima, penghormatan kepada ilmuwan. Al-Hassan dan Hill mencatat bahwa para ilmuwan pada era keemasan Islam mendapatkan perhatian yang besar dari kerajaan. Para ilmuwan masa itu dipenuhi kebutuhan finansialnya, bahkan diberi uang pensiun. Kebijakan ini diambil supaya mereka bisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan mengajar, membimbing murid, menulis, dan meneliti. Keenam, maraknya penelitian. Kerajaan mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian di berbagai bidang. Salah satu contohnya adalah riset ilmu matematika oleh al-Khawarizmi. Sang ilmuwan telah menghasilkan konsep-konsep matematika yang begitu populer dan masih tetap digunakan hingga sekarang. Angka nol yang ada saat ini kita kenal merupakan hasil penemuannya. Angka ini dibawa ke Eropa oleh Leonardo Fibonanci dalam karyanya Liber Abaci. Ketujuh, perdagangan internasional. Perdagangan internasional menjadi sarana komunikasi yang efektif antarperadaban dan mempercepat proses kemajuan teknologi. Misalnya, karena maraknya kegiatan dagang antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain di dunia, ditemukanlah teknologi navigasi. Demikian gambaran sekilas perkembangan sains dan teknologi Islam. Al-Hassan dan Hill menggarisbawahi bahwa kemajuan sains dan teknologi umat Islam pada masa itu ditentukan oleh stabilitas politik dan ekonomi. Tak mengherankan bila dengan ketujuh faktor itu, dunia Islam menjadi magnet bagi Barat untuk menggali berbagai ilmu pengetahuan dalam Islam. Mulai dari pertanian, perkebunan, kedokteran, perbintangan, kesehatan, kedokteran, matematika, fisika, dan lain sebagainya. Sayangnya, kemajuan ilmu pengetahuan Islam itu tak berlanjut hingga kini. Sebab, dunia Barat yang mulai menguasai ilmu pengetahuan Islam mengambil celah, bahkan mengancam kekhalifahan Islam yang mulai bermasalah karena persoalan internal.

Serangan bangsa Barbar dari Asia Tengah menjadi salah satu tanda kemerosotan sains dan teknologi Islam. Hal ini disebabkan lemahnya politik dan ekonomi umat Islam di Irak.

  • peradaban islam
  • sains dan teknolog

Umat Islam menguasai sains dan teknologi untuk mencapai kemajuan merupakan pemikiran dari