Lihat Foto JAKARTA, KOMPAS.com - Gambang Kromong adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Nama Gambang Kromong diambil dari dua alat perkusinya, yakni gambang dan kromong. Gambang Kromong merupakan kesenian musik yang berasal dari Betawi. Awal mula terbentuknya Gambang Kromong tak lepas dari Nie Hoe Kong, seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda pada era 1730-an. Baca juga: Sejarah Musik Gambang Kromong Nie Hoe Kong sendiri menjabat sebagai pimpinan selama empat tahun dari 1736-1740. 1. CiriGambang Kromong memiliki jenis gambang yang berbeda dari biasanya. Bilahan gambangnya berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan, atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Sementara kromong terbuat dari perunggu atau besi. Baca juga: Gambang Kromong Kesenian Musik Betawi Gambang Kromong memiliki ciri khas tersendiri karena tangga nada yang digunakan adalah tangga nada pentatonik China, yang juga sering disebut salendro China atau salendro mandalungan. Instrumen pada Gambang Kromong terdiri dari:
Lagu-lagu yang dibawakan dalam musik Gambang Kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadang bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya sendiri dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.
Lihat Foto Gambang Kromong memiliki tiga tingkatan lagu, yakni Lagu Phobin yang isinya hanya instrumental, Lagu Dalem atau klasik, dan Lagu Sayur yang lebih pop. 1. Lagu Phobin
Dan masih banyak lainnya. 2. Lagu Dalem
Dan masih banyak lainnya. 3. Lagu Sayur
Dan masih banyak lainnya. Jakarta - Alat musik gambang kromong merupakan ungkapan ekspresi masyarakat Betawi yang berupa kesenian melalui media bunyi. Gambang kromong terdiri dari beberapa instrumen alat musik. Lantas apa saja peralatan musik gambang kromong? Menurut jakarta.go.id, sejarah gambang kromong mulai populer sekitar tahun 1930-an di kalangan masyarakat Tionghoa Peranakan yang sekarang dikenal dengan nama Cina Benteng. Gambang kromong pertama kali muncul hanya bernama gambang. Namun sejak awal abad ke-20 menjadi gambang kromong karena ada penambahan instrumen berupa kromong. Adapun orang yang memprakarsainya adalah Nie Hoe Kong. Masyarakat Betawi menjadikan gambang kromong sebagai sarana penyemarak upacara adat dalam rangka lingkaran hidup seseorang (perkawinan, nazar, dan sunatan). Dalam pementasannya, kesenian yang lahir sebagai bentuk dari pemuasan kebutuhan manusia akan rasa keindahan ini digunakan sebagai pengiring teater lenong, tari cokek, dan hiburan khas Betawi lainnya. Pemain Gambang KromongDilansir dari laman resmi Kemdikbud, struktur organisasi sebuah grup gambang kromong terdapat seorang pemimpin yang bertugas mulai dari mengkoordinir anggota, mencari penanggap, menentukan harga pentas, hingga upah bagi panjak (pemain) berdasarkan keahlian yang dimiliki. Seorang pemimpin sebuah grup gambang kromong dapat merangkap sebagai pemilik, anak/kerabat pemilik atau panjak yang diberi wewenang oleh pemimpin sebelumnya. Selain pemimpin, sebuah grup gambang kromong juga memiliki panjak (pemain) antara 8-25 orang, bergantung pada jenis musik yang dibawakan serta pesanan penanggapnya. Jumlah ini ada kaitannya dengan peranan panjak dalam setiap pementasan. Dalam konteks ini ada yang berperan sebagai: panjak gambang, panjak kromong, panjak teh-hian, panjak kong-a-hian, panjak su-kong, panjak gong dan kempul, panjak gong enam, panjak ningnong, panjak kecrek, panjak bangsing, terompet, organ, gitar melodi, bas elektrik, drum, penyanyi, penari, dan bahkan panjak lenong. Alat Musik gambang kromongSesuai dengan namanya, kesenian gambang kromong menggunakan dua buah alat musik utama berupa gambang dan seperangkat kromong. Keduanya selalu disertai oleh instrumen atau alat musik lain sebagai pelengkap. Contoh alat musik gambang kromong yaitu su-kong, teh-hian, kong-a-hian, bangsing (seruling), gong, gendang, kecrek (pan), dan ningnong (sio-lo). Selanjutnya contoh alat musik tradisional gambang kromong >>>
(faz/lus)
Gambang kromong (atau ditulis gambang keromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan.[1] Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).[2] Suling merupakan salah satu instrumen yang terdapat di dalam orkes musik gambang kromong.Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina,[1] yang sering disebut salendro Cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri atas gambang, kromong, gong, gendang, suling, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi. Orkes gambang kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukkan sifat pribumi,seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Cente Manis Berdiri, Cente Manis Madu, Cente Manis Makan, Petjah Piring, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Gunung Payung, Tandjoeng Burung, Kula Nun Sala, Tarik/Seret Balok, Mawar Tumpah, Dendang Serani, Perak-Perak, Blenderan, Kudehel, dan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-Jali (jalan kaki, bunga siantan, ujung menteng, pasar malem, pasar ikan, cengkareng, kacang buncis, kali jodo, gudang balok), Stambul (rusak, dua, seriwangi, jampang, bila, jengki, bujuk, langkuan), Cente Manis (bilah, madu, makan, berdiri), Surilang, Persi (jalan, rusak, selamat datang), Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Renggong Manis, Jepret Payung, Kramat Karem, Onde-onde, Gelatik Nguknguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning, Sirem Kembang dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Phobin Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Pe Pan Tau, Tjit No Sha, Ma Tjun Tay, Tju Te Pan, Tjay Tju Teng, Tjay Tju Siu, Lo Fuk Tjen, Matodjin, Tjan Kun Leng, Djin Kwee Ke, Tje Siu Suh, Ban Kim Hwa, Hong Tian, Sin Sai Hwe Ke, It Tie Kin, Tjay Peng Wan, Say Ho Liu, Lian Hoat Te dan sebagainya.Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadang kala bersifat ejekan atau sindiran.[1] Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya.[1] Gambang kromong merupakan musik Betawi yang paling merata penyebarannya di wilayah budaya Betawi, baik di wilayah DKI Jakarta sendiri maupun di daerah sekitarnya (Jabotabek). Jika terdapat lebih banyak penduduk peranakan Tionghoa dalam masyarakat Betawi setempat, terdapat lebih banyak pula grup-grup orkes gambang kromong. Di Jakarta Utara dan Jakarta Barat, misalnya, terdapat lebih banyak jumlah grup gambang kromong dibandingkan dengan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.[3] Dewasa ini juga terdapat istilah "gambang kromong kombinasi".[4] Gambang kromong kombinasi adalah orkes gambang kromong yang alat-alatnya ditambah atau dikombinasikan dengan alat-alat musik Barat modern seperti gitar melodis, bas, gitar, organ, saksofon, drum dan sebagainya, yang mengakibatkan terjadinya perubahan dari laras pentatonik menjadi diatonik tanpa terasa mengganggu.[5] Hal tersebut tidak mengurangi kekhasan suara gambang kromong sendiri, dan lagu-lagu yang dimainkan berlangsung secara wajar dan tidak dipaksakan.[5] Pang Tjin Nio adalah Maestro lagu klasik Gambang Kromong yang pernah menjadi primadona pada tahun 1960-an ini dilahirkan di Banten, 1925. Berasal dari keluarga peranakan Cina. Ibunya orang Indonesia asli berasal dari Mauk, sebuah daerah pinggir pantai utara Tangerang, provinsi Banten, sedangkan ayahnya orang Tionghoa. Memiliki nama asli Pang Tjin Nio, sedangkan nama Masnah sendiri merupakan panggilan dari orang. Nama tersebut dilengkapi dengan “encim” didepannya, yang merupakan panggilan umum perempuan peranakan Tionghoa. Dilahirkan sebagai anak tunggal. Ibunya seorang penyanyi gambang kromong. Masnah yang tak sempat kenal ayahnya kemudian dinikahkan oleh ibunya dalam usia yang masih sangat muda. Pada usia 14 tahun, ia sudah menikah enam kali. Suaminya yang keenam, Kim Siu, juga tak berumur panjang. Ia semakin terpukul ketika ibunya dan anak satu-satunya meninggal dunia. Awal mula bersentuhan dengan gambang kromong adalah ketika ia diajak temannya menonton gambang kromong. Salah seorang pemusik, Oen Oen Hok, yang kemudian menjadi suaminya yang ketujuh, mengajaknya ikut manggung. Berbekal bakat menyanyi yang menurun dari ibunya, dalam tempo singkat ia langsung berhasil menghafal semua lagu-lagu klasik Betawi. Kemampuan menyanyinya juga diasah oleh seniman gambang kromong tenar pada masa itu, Tek Kho. Sejak saat itu ia menjadi penyanyi gambang kromong yang beredar dari satu panggung ke panggung yang lain bersama Gambang Kromong Irama Masa pimpinan suaminya Oen Oen Hok. Di tahun 1960-an nyaris tak ada waktu istirahat baginya. Beruntung pada masa itu penyanyi gambang kromong tak banyak, sehingga namanya dengan mudah cepat di kenal sebagai penyanyi gambang kromong terpopuler di seantero Jakarta dan Banten. Kesuksesannya tersebut sampai bisa membuatnya membeli sebuah rumah. Namun sayang, kariernya sempat terhenti pada tahun 1980-an lantaran ada larangan dari pemerintahan orde baru, dan baru di perbolehkan tampil kembali pada tahun 1990-a Pang Tjin Nio adalah segelintir seniman Gambang Kromong yang masih hapal lagu lagu dalem (klasik) tapi kini tinggal kenangan tanpa ada yang mewarisinya.
Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gambang_keromong&oldid=21078902" Video yang berhubungan |