Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam

Jakarta - Siswa yang melanggar aturan tetap harus dihukum. Tapi hukuman yang diberikan bukan berupa hukuman fisik. Beri hukuman yang mendidik dan membuat jera."Hukuman terhadap siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah tetap harus dilakukan," jelas Pendidik & Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta, Y Sri Susilo, Kamis (7/7/2016).Berikut tulisan lengkap Susilo: Hukuman Edukatif Bagi Siswa

Saya pribadi tidak setuju dengan tindakan hukuman fisik yang dilakukan guru terhadap siswa. Hukuman terhadap siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah tetap harus dilakukan. Bentuk hukuman yang diberikan berupa hukuman non-fisik. Hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik dan membuat jera.

Berikut beberapa contoh hukuman non-fisik yang edukatif yang dapat diberikan kepada siswa yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah.

1) Terlambat masuk sekolah, tidak tepat jika diberi hukuman berupa cubitan. Siswa yang terlambat masuk sekolah sebaiknya diberi hukuman tidak boleh mengikuti satu sesi jam pelajaran. Siswa yang bersangkutan diminta belajar mandiri di perpustakaan sekolah. Jika siswa tersebut terlambat lagi maka dihukum untuk belajar mandiri selama 2 sesi jam pelajaran. Terlambat sampai 3x, maka diberi hukuman belajar mandiri selama 3 sesi jam pelajaran.

2) Rambut siswa gondrong, tidak tepat kalau hukumannya rambut dipotong oleh guru. Sebaiknya siswa tersebut diberitahu setelah pulang sekolah harus potong

3) Tidak mengerjakan tugas/PR, tidak tepat jika hukuman dalam bentuk dijemur di halaman sekolah. Hukuman dapat diberikan dalam bentuk siswa diwajibkan mengerjakan tugas tersebut di rumah dan sebanyak 2x lebih banyak. Jika tidak mengerjakan tugas/PR lagi, diberi hukuman mengerjakan sebanyak 3x.

4) Siswa berisik di dalam kelas pada jam pelajaran, hukumannya tidak perlu disuruh push up. Hukuman yang tepat adalah siswa yang bersangkutan diminta duduk di kursi guru. Jika yang berisik 2 siswa atau lebih, mereka diminta duduk di bangku paling depan.

5) Pakaian siswa tidak rapi kemudian dijewer tentu tidak tepat sebagai bentuk hukuman. Bagi siswa yang berpakaian tidak rapi, diminta untuk merapikan saja. Jika masih berulang, siswa tersebut diminta merapikan lagi dan dilaksanakan di depan kelas.

Pertanyaannya adalah bagaimana jika siswa sudah diberi hukuman seperti diatas, tetap melanggar peraturan atau tata tertib sekolah? Solusinya sekolah harus melibatkan orang tua/wali siswa yang bersangkutan. Dalam kasus potong rambut misalnya, orang tua/wali siswa diberi tahu lewat surat diberitahu bahwa anaknya harus potong rambut agar lebih rapi. Jika belum potong rambut, anak yang bersangkutan tidak diperkenankan masuk sekolah.

Pemberian hukuman siswa harus didampingi dengan pembimbingan dan konsultasi agar dapat dicari penyebab atau akar masalah mengapa siswa tidak terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas/PR, berambut gondrong, berisik di dalam kelas, dan berpakaian tidak rapi. Jika diperlukan dalam pembimbingan dan konsultasi oleh guru BP atau wali kelas tersebut melibatkan orang tuas/wali siswa agar didapatkan solusi yang tepat. Sebagai penutup, surat pernyataan yang ditandatangani oleh siswa dan orang tua/wali siswa untuk mentaati peraturan atau tata tertib sekolah beserta sanksinya tetap diperlukan agar dapat menjadi pegangan pihak siswa, orang tua/wali siswa, dan sekolah. (dra/dra)

Maraknya kasus kekerasan yang terjadi antara guru dan siswa membuat kita bergidik ngeri. Tujuan utamanya adalah melatih kedisplinan siswa, namun mengapa bisa terjadi hingga demikian? Mari kita ulas bersama.


Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Siswa yang ketakutan menerima hukuman dari guru. (Sumber: scarymommy.com) 

Sekolah adalah lembaga pendidikan, bukan pengadilan yang bertugas untuk memberi hukuman bagi siswa yang bersalah. Segala hal yang dilakukan pihak sekolah harus dapat dimaknai sebagai bagian dari proses pendidikan. Hal ini termasuk saat harus memberikan hukuman untuk memberi efek jera bagi siswa.

Guru yang suka memberi hukuman pada siswanya dapat berakibat buruk, salah satunya siswa jadi tidak suka. Akan tetapi, bukan berarti guru dilarang menghukum siswa. Siswa yang melakukan kesalahan memang sebaiknya diberikan sanksi agar jera. Baik bagi siswa yang bersangkutan, maupun siswa lainnya agar tidak melakukan kesalahan serupa. Hukuman harus “membebani” siswa agar timbul efek jera, namun juga harus menjadi bagian dari proses pembelajaran. Hukuman seperti apa yang boleh dan tidak boleh diberikan pada siswa? Simak ulasan berikut!

Hukuman yang boleh diberikan pada siswa

Sebenarnya, apa tujuan utama dari pemberian hukuman? Umumnya, untuk meminimalisir adanya pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan. Selain itu, hukuman ini dimaksudkan agar siswa berbuat lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan pada siswa sebaiknya bersifat mendidik. Siswa harus tetap dapat merasakan adanya manfaat bagi mereka dari hukuman yang diberikan tersebut.

Nah, akan lebih baik jika hukuman ini diubah sebutannya menjadi konsekuensi. Mengapa konsekuensi? Pada konsekuensi, siswa diposisikan sebagai subyek. Subyek akan diberikan tanggung jawab seluas mungkin, dengan konsekuensi sebagai batasannya.

Beberapa contoh:

1. Terlambat hadir

Biasanya, siswa diberikan hukuman seperti disetrap di depan kelas, atau bahkan cubitan atau pukulan. Nah, hukuman seperti ini mungkin bisa memberi efek jera, namun tidak mendidik. Justru siswa bisa jadi melawan, takut, kesal dengan guru, bahkan trauma. Anda tentu tidak mau hal ini terjadi pada siswa tercinta, bukan?

Pertama-tama, Anda sebagai guru harus mencari tahu penyebab keterlambatan siswa. Jika terlambat hadir, sebagai konsekuensi, siswa tersebut harus belajar sendiri di perpustakaan sepanjang 2 sesi jam pelajaran. Setelahnya, tanyakan siswa apa saja yang ia pelajari hari itu. Bisa dibuat dalam bentuk rangkuman atau penjelasan secara lisan. Selain itu, bisa juga diberikan pelajaran tambahan sepulang sekolah. Berikan batas terlambat, misalnya maksimal tiga kali. Jika melewati batas, maka harus mengerjakan latihan soal dengan nilai minimal sekian.

2. Jarang hadir

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Hukuman untuk siswa. (Sumber: britishcouncil.com) 

Bagi siswa yang presensinya buruk, sebaiknya diberikan sanksi seperti apa? Siswa yang kehadirannya kurang dari 80%, maka konsekuensinya adalah harus membuat karya tulis ilmiah. Ketimbang meminta siswa untuk menulis satu kalimat ratusan kali, tentu cara ini akan lebih mendidik.

3. Tidak mengerjakan tugas/PR

Biasanya, hukuman yang diterapkan bagi pelanggaran ini adalah dijemur di halaman sekolah. Nah, apa yang didapat siswa dari hukuman tersebut? Tidak akan mendidik, karena hanya panas-panasan. Bagaimana jika siswa tersebut mudah sakit? Anda tentu akan diprotes oleh orang tua, bahkan pihak sekolah. Sebagai ganti, konsekuensinya adalah membuat kliping mengenai suatu topik, mengerjakan latihan soal, merangkum buku yang dibaca di perpustakaan, dan sebagainya. Dengan catatan, mereka tetap mengerjakan tugas/PR tersebut. 

4. Pakaian tidak rapi 

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Guru menjewer siswa yang tidak tertib. (Sumber: butitis.com) 

Memberi jeweran pada siswa tentu bukan cara yang baik. Jika pakaian siswa tidak rapi, mintalah siswa untuk merapikannya. Namun jika kedapatan mengulangi, konsekuensinya siswa harus merapikan pakaian di depan kelas.

5. Membuat keributan di dalam kelas

Biasanya, yang membuat keributan akan diminta keluar kelas. Cara ini terkadang malah membuat siswa tidak jera. Tidak jarang, mereka malah senang berada di luar kelas karena bebas dari kegiatan belajar-mengajar. Tentu tidak akan efektif dan edukatif, kan? 

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Siswa dihukum di luar kelas. (Sumber: wnyc.org) 

Coba minta siswa yang membuat keributan untuk duduk di kursi bapak/ibu guru. Apabila lebih dari satu siswa, maka minta mereka duduk di kursi paling depan.

6. Rambut siswa gondrong

Jika pelanggaran ini terjadi, jangan langsung memotong rambut siswa saat itu juga secara asal-asalan. Sebaiknya, beritahu saja siswa untuk menggunting rambut sepulang sekolah. Kalau belum juga dilaksanakan, berkoordinasilah dengan pihak orang tua/wali.

7. Menyontek

Konsekuensinya bisa berupa pengurangan nilai, kemudian mengerjakan beberapa paket latihan soal.

Apabila pelanggaran dilakukan secara kolektif, bentuk konsekuensinya bisa seperti bersih-bersih kelas, toilet, atau sekolah. Hukuman ini mengedukasi siswa untuk hidup tertib dan bersih, juga melatih kedisplinan.

Hukuman yang tidak boleh diberikan pada siswa:

Memberi hukuman keras seperti kekerasan yang menyakiti fisik dan psikis tentu tidak boleh dilakukan. Hukuman keras yang diberikan tidak akan memberi dampak positif, baik bagi guru maupun siswa. Memukul, mencubit, menjewer, bukan hukuman, namun sudah masuk ke dalam tindak kekerasan. Begitu pula dengan caci-maki atau bahkan pemberian julukan bernada negatif, tentu akan menyakiti perasaan dan mempermalukan siswa. 

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Siswa menjadi murung karena hukuman keras dari guru. (Sumber: slate.com) 

Cara-cara keras seperti demikian biasanya justru menimbulkan naluri 'dendam' dan berpotensi membuat siswa membuat kesalahan lain yang lebih besar.

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam

Kesalahan apa pun yang dilakukan oleh siswa, hal pertama yang sebaiknya menjadi pilihan untuk dilakukan bukanlah hukuman. Apabila tanpa hukuman saja siswa mampu memperbaiki perilakunya, mengapa harus dihukum? 

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Guru memberikan konseling pada siswa. (Sumber: savepei.com) 

Sebagai guru, tugas Anda adalah memberitahu apa yang salah, menasihati, serta membimbing siswa menuju perbaikan. Dengan demikian, siswa akan belajar dari kesalahan yang telah dilakukan. Banyak juga kasus yang terjadi di mana siswa menjadi lebih baik ketika diajak bicara baik-baik dari hati ke hati. Namun, apabila tidak mempan, barulah siswa perlu ditindak dengan tegas, yaitu memberikan sanksi/hukuman. Kalaupun memang hukuman harus diterapkan, pastikan hukuman tersebut tidak boleh menghilangkan hak siswa untuk belajar.

Apabila serangkaian sanksi di atas sudah diberikan namun tidak ada efek jera, maka libatkan orang tua siswa. Pemberian hukuman pun harus melalui bimbingan, dampingan, serta konsultasi. Hal ini dilakukan agar dapat dicari penyebab atau akar masalah mengapa siswa melakukan pelanggaran. 

Tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru merupakan salah satu pelanggaran dalam
Guru berdiskusi dengan orang tua siswa. (Sumber: huffpost.com) 

Nah, sebagai penutup, sebaiknya dibuat juga surat pernyataan yang ditandatangani oleh orang tua/wali siswa. Isi surat tersebut adalah kesepakatan untuk menaati peraturan dan sanksi yang dikenakan jika melakukan pelanggaran. Surat ini akan menjadi pegangan/acuan bagi guru, sekolah, siswa, maupun orang tua.

Agar berjalan dengan maksimal, Anda harus mendukung dengan mengoptimalkan peran sebagai guru. Jadilah guru yang dicintai siswa dengan menjaga hubungan, tidak ada gap, menghargai siswa, dan sebagainya. Jika siswa senang pada Anda, niscaya mereka akan lebih taat dan disiplin. (TN)