Tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya disebut

Fakir miskin keduanya berhak menerima zakat.

Antara/Indrianto Eko Suwarso

Agar Zakat Tepat Sasaran, Kenali Dulu Kriteria Fakir Miskin. Seorang perempuan mengangkut tumpukan kardus di kawasan Menteng Pulo, Jakarta.

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID,

Baca Juga

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr wb

Mohon penjelasan tentang fakir dan miskin. Ustadz, di kampung saya mengartikan fakir dan miskin harus orang yang sudah tua/ tidak mampu bekerja lagi. Jadi, semiskin apapun orang kalau masih kuat bekerja tidak boleh dimasukkan nasab (asnaf) fakir miskin. Mohon bimbingannya.

Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr wb

Riyanto [Disidangkan pada Jum‘at, 26 Safar 1441 H / 25 Oktober 2019 M]

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam wr wb

Terima kasih atas pertanyaan saudara, mudah-mudahan jawaban kami dapat menambah pengetahuan saudara dalam mendalami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

Sebelumnya perlu diketahui bahwa antara fakir dan miskin itu berbeda. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah (hlm. 199, jilid ke-32), fakir secara bahasa ialah,

الْفَقِيرُ فِي اللُّغَةِ ضِدُّ الْغَنِيِّ، وَهُوَ مَنْ قَلَّ مَالُهُ

Fakir secara bahasa adalah lawan kata dari “al-ghaniy”(kaya), yaitu orang yang sedikit hartanya. Secara istilah, fakir adalah,

وَفِي الاِصْطِلاَحِ: مَنْ لاَ يَمْلِكُ شَيْئًا وَ كَسْبًا لاَ يَقَعُ مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ

Fakir ialah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

Adapun pengertian miskin secara bahasa adalah,

السُّكُونُ: ضِدُّ الْحَرَكَةِ. سَكَنَ الشَّيْئُ يَسْكُنُ سُكُونًا إِذَا ذَهَبَتْ حَرَكَتُهُ

Miskin secara bahasa adalah lawan kata dari “al-harakah” (bergerak), maksudnya sesuatu yang diam ketika hilang gerakannya.

Secara istilah, miskin adalah,

مَنْ قَدَرَ عَلَى مَالٍ أَوْ كَسْبٍ يَقَعُ مَوْقِعًا مِنْ كِفَايَتِهِ وَلاَ يَكْفِيهِ

Miskin adalah orang yang memiliki harta dan pekerjaan, namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam tafsirnya (hlm. 341) menjelaskan bahwa fakir adalah,

الفَقِيرُ: اَلَّذِي لَا يَجِدُ شَيْئًا، أَوْ يَجِدُ بَعْضَ كِفَايَتِهِ دُونَ نِصْفِهَا.

Fakir adalah seseorang yang tidak dapat mencukupi ½ dari kebutuhan pokok dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya (istri dan anak), seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan.

Sedangkan miskin adalah,

وَالْمِسْكِينُ: اَلَّذِي يَجِدُ نِصْفَهَا فَأَكْثَرُ، وَلَا يَجِدُ تَمَامَ كِفَايَتِهِ، لِأَنَّهُ لَوْ وَجَدَهَا لَكَانَ غَنِيًّا، فيعطون مِنَ الزَّكَاةِ مَا يزول بِهِ فقرهم ومسكنتهم.

Miskin adalah seseorang yang hanya dapat mencukupi ½ atau lebih dari kebutuhan pokok dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya (istri dan anak), namun tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, misalnya seseorang membutuhkan uang Rp 1 juta dalam sebulan, namun yang ia peroleh hanya Rp 500 ribu.

Dalam Sidang Tarjih Fikih Keagamaan Tingkat Nasional Tahun 2019 di Banda Aceh yang membahas tentang “Redefinisi Mustahiq Zakat Kontemporer” dinyatakan bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan) dan mengalami kemiskinan multidimensi. Misalnya, orang yang tidak dapat mengenyam pendidikan formal.

Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki penghasilan, tetapi tidak mencukupi kebutuhan dasar meskipun ia mampu mengenyam pendidikan formal. Namun, jika dibandingkan dengan yang lain mereka masih tergolong tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Contoh, tidak punya modal untuk usaha dan menderita sakit namun tidak bisa berobat.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami fakir adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan/penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar, baik karena usia lanjut maupun pendidikan yang rendah. Adapun miskin adalah orang yang memiliki pekerjaan/penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan dasar.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui fakir lebih diutamakan untuk menerima zakat daripada miskin. Hal ini dipertegas dengan penyebutan kata faqir yang lebih didahulukan daripada kata miskin dalam surah at-Taubah (9) ayat 60 sebagai berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ ۗ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana [QS. at-Taubah (9): 60].

Dengan demikian, berkaitan dengan pertanyaan saudara mengenai orang yang sudah tua dan tidak dapat bekerja lagi sehingga tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk dalam kategori fakir. Adapun orang yang masih mampu bekerja dan mempunyai penghasilan, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, walaupun masih berusia muda, termasuk dalam kategori miskin.

Kedua-duanya berhak menerima zakat, hanya saja kategori fakir lebih diutamakan. Untuk kategori fakir, model penyaluran zakat konsumtif lebih tepat bagi mereka, sedangkan untuk kategori miskin, dana zakat dapat diberikan kepada mereka dalam bentuk penyaluran produktif, misalnya memberikan modal usaha yang dapat digunakan untuk membeli alat dan sarana untuk usaha. Semoga dari dana zakat yang disalurkan dapat meringankan bahkan mengentaskan dari kemiskinan.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 7 Tahun 2020

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/11/13/kriteria-fakir-miskin/

  • zakat
  • kriteria fakir miskin
  • fakir
  • miskin

sumber : Suara Muhammadiyah

Kondisi salah satu masyarakat Indonesia yang butuh bantuan (Foto : Fatikhul Muhadi)

Oleh : Ustadz Fatikhul Muhadi, S.Ag

Nenek tua renta bersama kakek yang yang lumpuh, mata sudah rabun usia sudah mendekati satu abad, makan terkadang dapat belas kasihan tetangga.

Anak kecil tidur ditrotoar, mengamen, jual asongan di perempatan lampu merah, jual tisu, kumel, dekil, tak tahu siapa orang tuanya.

Berbaju bagus, bisa sekolah SD yang layak, sarapan, pulang sekolah ngaji, diasuh di panti, saat bulan puasa banyak yang berbagi, di bulan Sura serasa berhari raya, banyak yang bikin acara buat elus kepalanya, kasih uang saku

Sepasang suami istri dengan dua anak kecil, bekerja serabutan, penghasilan yang penting cukup untuk makan, bantu bantu tetangga untuk dapat tambahan penghasilan

Guru honorer, kalau sore guru ngaji, pulang masih dirumah orang tua, yang penting makan tidak mengharapkan pemberian orang lain

Suami istri bekerja penghasilan tetap, sk cukup sebagai sarat mengajukan kridit, punya tanggungan cicilan rumah selama 20 tahun, punya angsuran motor, juga kriditan mobil, gaji keduanya tinggal 200 ribu setiap gajian bulanan.

Mana yang faqir mana yang miskin ?

Menurut imam Syafi’I faqir adalah seseorang yang sama sekali tidak memiliki harta, atau memiliki sedikit harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan namun tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Adapun miskin, menurut imam Syafi’I adalah seseorang yang memiliki harta atau penghasilan dari suatu pekerjaan namun tidak mencukupinya.

Ada yang memberi kan definisi juga faqir itu dari tak punya harta atau sampai punya penghasilan yang hanya bisa mencukupi tidak sampai separuh kebutuhan

Sementara miskin punya harta dan penghasilan mencukupi lebih dari separuh kebutuhan tidak sampai semua kebutuhan tercukupi.

Sehingga kita perlu mendefinisikan kebutuhan itu standar nya berapa?

Miskin atau kaya apakah ada di ukuran kebendaan ? Sehingga ada ukuran satu nishob atau setara dengan 85gram emas setidaknya selama setahun, untuk wajib zakat ?

Bukanlah kaya itu banyaknya harta

Ustadz Fatikhul Muhadi S.Ag, WK 1 Baznas Kota Cirebon, Pengasuh Pesantren Fat-hah Al Qudwah