Terdapat peraturan pemerintah yang mengatur pekerjaan kefarmasian Peraturan Pemerintah berapakah yang mengatur pekerjaan kefarmasian?

Semua Peraturan
Undang-Undang ┊ Peraturan Pemerintah ┊ Peraturan Presiden ┊ Keputusan Presiden ┊Instruksi Presiden
Peraturan Menteri ┊ Keputusan Menteri ┊ Keputusan Direktur Jenderal ┊ Surat Edaran

JenisNomorTahunTentangKata KunciStatusUnduh
PP212020Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)psbb
PP1032014Pelayanan Kesehatan Tradisionalyankestrad
PP462014Sistem Informasi Kesehatan
PP402013Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
PP212013Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kesehatanpnbp
PP1092012Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
PP252011Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
PP72011Pelayanan Darah
PP442010Prekursor
PP512009Pekerjaan Kefarmasianmencabut PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotik (+ PP 25 Tahun 1980) serta PP No. 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker
PP212008Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
PP382007Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi Dan Pemerintahan Kabupaten-Kota
PP82006Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
PP242005Standar Akuntansi Pemerintahan
PP212005Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
PP282004Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
PP192003Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
PP721998Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatanmencabut: 1. Pharmaceutissche Stoffen Keurings Verordening (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 172); 2. Verpakkings Verordening Pharmaceutissche Stoffen Nomor 1 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 173);

3. Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 210);

PP401991Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
PP181980Transfusi Darah

(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.

(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.

(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenanguntuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.

(5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di daerah terpencil sebagaimana dimaksudpada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 harus menetapkan StandarProsedur Operasional.

(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuaiperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 24Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;

b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obatmerek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan

c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 25

(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baikperorangan maupun perusahaan.

(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaankefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.

(3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 26

(1) Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e dilaksanakan oleh TenagaTeknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(2) Dalam menjalankan praktek kefarmasian di Toko Obat, Tenaga Teknis Kefarmasian harus menerapkan standarpelayanan kefarmasian di Toko Obat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di Toko Obat sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan standar pelayanan kefarmasian di toko obat sebagaimana dimaksud pada ayat(2) ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 27Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatatoleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Pasal 28Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib mengikuti paradigmapelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Pasal 29Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksuddalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeenamRahasia Kedokteran Dan Rahasia Kefarmasian

Pasal 30

(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran dan RahasiaKefarmasian.

(2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian KetujuhKendali Mutu dan Kendali Biaya

Pasal 31

(1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyelenggarakan program kendali mutu dankendali biaya.

(2) Pelaksanaan kegiatan kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanmelalui audit kefarmasian.


Pasal 32Pembinaan dan pengawasan terhadap audit kefarmasian dan upaya lain dalam pengendalian mutu danpengendalian biaya dilaksanakan oleh Menteri.

BAB IIITENAGA KEFARMASIAN

Pasal 33

(1) Tenaga Kefarmasian terdiri atas:

a. Apoteker; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian.

(2) Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.


Pasal 34

(1) Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:

a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industriobat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga Kefarmasian untuk menjalankantugas dan fungsi produksi dan pengawasan mutu;

b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi,penyalur alat kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah, pemerintah daerahprovinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan/atau

c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,toko obat, atau praktek bersama.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian dimaksud pada ayat (1) diatur dalamPeraturan Menteri.


Pasal 35

(1) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 harus memiliki keahlian dan kewenangan dalammelaksanakan pekerjaan kefarmasian.

(2) Keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan menerapkan StandarProfesi.

(3) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didasarkan pada Standar Kefarmasian,dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.

(4) Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 36

(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a merupakan pendidikan profesisetelah sarjana farmasi.

(2) Pendidikan profesi Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.

(3) Standar pendidikan profesi Apoteker terdiri atas:

a. komponen kemampuan akademik; dan
b. kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan Kefarmasian.

(4) Standar pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan diusulkan olehAsosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri.

(5) Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah lulus pendidikan profesi Apoteker sebagaimana dimaksud padaayat (3) berhak memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi.


Pasal 37

(1) Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi.

(2) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secaralangsung setelah melakukan registrasi.

(3) Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5(lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan tata cara registrasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Menteri.


Pasal 38

(1) Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang pendidikan.

(2) Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat menjalankanPekerjaan Kefarmasian harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.

(3) Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), peserta didik yangtelah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di tempatyang bersangkutan bekerja.

(4) Ijazah dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada Dinas KesehatanKabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja.


Pasal 39

(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tandaregistrasi.

(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:

a. Apoteker berupa STRA; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.


Pasal 40

(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki ijazah Apoteker;b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izinpraktik; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

(2) STRA dikeluarkan oleh Menteri.


Pasal 41STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1).

Pasal 42

(1) Apoteker lulusan luar negeri yang akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia harus memiliki STRA setelah melakukan adaptasi pendidikan.

(2) STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); atau

b. STRA Khusus.

(3) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada institusi pendidikan Apoteker di Indonesia yang terakreditasi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian STRA, atau STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan pelaksanaan adaptasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 43STRA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a diberikan kepada:

a. Apoteker warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah melakukan adaptasi pendidikan Apotekersebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) di Indonesia dan memiliki sertifikat kompetensiprofesi;

b. Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di Indonesia yang telah memilikisertifikat kompetensi profesi dan telah memiliki izin tinggal tetap untuk bekerja sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian; atau

c.  Apoteker warga negara asing lulusan program pendidikan Apoteker di luar negeri dengan ketentuan:

1. telah melakukan adaptasi pendidikan Apoteker di Indonesia;2. telah memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan

3. telah memenuhi persyaratan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaandan keimigrasian.


Pasal 44STRA Khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (2) huruf b dapat diberikankepada Apoteker warga negara asing lulusan luar negeri dengan syarat:1. atas permohonan dari instansi pemerintah atau swasta;2. mendapat persetujuan Menteri; dan 3. Pekerjaan Kefarmasian dilakukan kurang dari 1 (satu) tahun.

Pasal 45

(1) Penyelenggaraan adaptasi pendidikan Apoteker bagi Apoteker lulusan luar negeri dilakukan pada institusi pendidikanApoteker di Indonesia.

(2) Apoteker lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan yangberlaku dalam bidang pendidikan dan memiliki sertifikat kompetensi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi pendidikan Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturoleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang pendidikan.


Pasal 46Kewajiban perpanjangan registrasi bagi Apoteker lulusan luar negeri yang akan melakukan Pekerjaan Kefarmasiandi Indonesia mengikuti ketentuan perpanjangan registrasi bagi Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.

Pasal 47

(1) Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan:

a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;

b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izinpraktek;

c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat TenagaTeknis Kefarmasian bekerja; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

(2) STRTTK dikeluarkan oleh Menteri.

(3) Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerahprovinsi.


Pasal 48STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1).

Pasal 49STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena:


a. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;

b. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;c. permohonan yang bersangkutan;d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau e. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.

Pasal 50

(1) Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA Khusus, serta Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus melakukan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yangdimiliki.

(2) Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 51

(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker.

(2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki STRA.

(3) Dalam melaksanakan tugas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Apoteker dapat dibantuoleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.


Pasal 52

(1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.

(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;

b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping;

c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau

d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.


Pasal 53

(1) Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.

(2) Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 54

(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

(2) Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.


Pasal 55

(1) Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Tenaga Kefarmasian harus memiliki:

a. STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;

b. tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan

c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.

(2) Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.


BAB IVDISIPLIN TENAGA KEFARMASIAN

Pasal 56

Penegakkan disiplin Tenaga Kefarmasian dalam menyelenggarakan Pekerjaan Kefarmasian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57Pelaksanaan penegakan disiplin Tenaga Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 58

Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya serta Organisasi Profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian.

Pasal 59

(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diarahkan untuk:

a. melindungi pasien dan masyarakat dalam hal pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;dan

c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat, dan Tenaga Kefarmasian.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB VIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 60

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

1. Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikandengan Peraturan Pemerintah ini.

2. Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 61Apoteker dan Asisten Apoteker yang dalam jangka waktu 2 (dua) tahun belum memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, maka surat izin untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian batal demi hukum.

Pasal 62Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjadi penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

BAB VIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2752), sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3169) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja Apoteker (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3422), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 64Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 1 September 2009PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 1 September 2009MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ANDI MATTALATTA

Terdapat peraturan pemerintah yang mengatur pekerjaan kefarmasian Peraturan Pemerintah berapakah yang mengatur pekerjaan kefarmasian?

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali